Ustadz Cahyadi Takariawan adalah seorang trainer dan konselor Jogja Family Center dan Pakar Parenting. Ia juga seorang kompasianer dan telah menerbitkan beberapa buku serial Wonderful Family. Sedangkan Kyai Coach Fitra Jaya Saleh adalah seorang konsultan bisnis, marketing expert, trainer bisnis nasional, dan CEO Pondok Preneur Indonesia.
Melalui dua tokoh tersebut hari ini saya mendapatkan pelajaran yang amat berharga bagi saya, yaitu tentang mewujudkan keluarga yang ideal, meskipun saya belum menikah, tapi tentu saja ini pelajaran yang harus saya catat baik-baik dalam hidup saya sehingga suatu saat nanti jika telah tiba waktunya, akan saya praktikkan, meski saya tahu mempraktikkan tak semudah mengucapkan, haha.
***
Menurut Ustadz Cahyadi, salah satu upaya untuk mewujudkan keluarga yang ideal atau wonderful family adalah melalui apresiasi dan afeksi dalam interaksi.
Apresiasi berarti memberi penghargaan, bisa ucapan terimakasih atau pujian. Sebagai contoh, ketika seorang istri membuatkan teh manis, atau kopi, maka suami harus memberi apresiasi seperti ucapan terimakasih atau memuji bahwa teh atau kopinya enak.
Apresiasi meskipun sederhana tapi akan membantu untuk membangun interaksi yang baik dalam keluarga. Maka, apresiasi harus ditanamkan sejak dini, dan diberlakukan setiap hari. Apresiasi ini juga harus diterapkan kepada anak, sehingga anakpun akan mudah memberi apresiasi kepada orang lain.
Sebagai contoh, ketika anak minta diambilkan minum, maka seorang ibu harus membantu anak untuk bisa meminta bantuan dengan cara yang baik. Seperti, "Ma, minta tolong ambilkan minum." dan anak juga harus bisa memberi apresiasi kepada ibunya yang telah menolongnya mengambilkan minum, "terimakasih ma."
Dengan begini maka interaksi dalam keluarga akan terbangun dengan baik, tidak ada ucapan-ucapan negatif, atau sikap dingin, seperi yang sering terjadi di suatu keluarga. Jadi kehangatan di dalam keluarga itu harus dibentuk sejak dini.
Selanjutnya terkait afeksi atau bentuk kasih sayang. Afeksi yang dimaksud adalah seorang suami memberi perhatian seperti yang diinginkan istri, atau sebaliknya. Bukan seperti yang ia sendiri inginkan. Maka dalam memberikan afeksi atau bentuk kasih sayang, seorang suami atau istri harus tahu bahasa cinta pasangan masing-masing. Bahasa cinta setiap orang berbeda-beda, ada yang suka diberi hadiah, quality time, kata-kata, pelayanan, dan sentuhan fisik. Karena bahasa cinta setiap orang berbeda-beda, maka setiap pasangan memiliki kewajiban untuk mengetahui bahasa cinta yang paling dominan dari pasangannya.
Sebagai contoh, seorang istri yang merasa kurang diperhatikan suami mengatakan kepada suaminya, "engkau lebih peduli pada gadgetmu daripada istrimu". Lalu suami menjawab, "aku kurang apalagi? semua sudah aku berikan. Uang ku berikan, perhiasan ke belikan, pakaian ke belikan. Kurang apalagi?" Jika konfliknya demikian maka jelas sekali suami tidak tahu bahasa cinta istrinya. Bahasa cinta istri tersebut adalah quality time. Maka jika ada waktu luang, ngobrollah dengan pasangan, gunakan waktu sebaik mungkin, jangan malah asyik bermain gadget sendiri.