Biasanya orang yang perhitungan itu supaya menghemat. Biasanya. Tapi siapa sangka, karena terlalu perhitungan, rezeki nenek saya jadi hilang.Â
Begini ceritanya, nenek saya punya pisang di kebun depan rumah kami. Pagi tadi ada penjual pisang yang ingin membeli pisang nenek saya.Â
Nenek saya meminta agar pisangnya di beli 50ribu, tetapi penjual pisang itu tidak mau, dia hanya menghargai 35ribu, lalu ibu saya bilang, "tambahi 5ribu pak."Â
Tapi bapak penjual pisang tidak mau menambah lima ribu. Ia hanya memberi uang nenek saya 35ribu. Nenek saya malah menaruh satu persatu uang itu (kami menyebutnya menjembreng atau menjemur) di depan ia duduk dengan penjual itu.Â
Kenapa nenek saya melakukan hal itu? Tanda tidak terima pisangnya hanya dihargai 35ribu. Penjual pisang tersinggung, lalu uang itu diambil lagi dan pergi.
Ibu saya berteriak memanggil penjual pisang itu untuk kembali lagi, dan menerima pisang nenek saya hanya dihargai 35ribu. Nenek saya pun ikutan berteriak.
Tapi, penjual itu sudah tidak menoleh ke belakang, berlalu begitu saja tanpa pamit. Lucu sekali pemandangan itu menurut saya. Sehingga saya hanya bisa tertawa setengah mengejek nenek saya. Haha.
Kenapa saya mengatakan setengah mengejek nenek saya? Ya karena nenek saya hanya ikut-ikutan ibu saya, tanpa membuat logika-logika yang masuk akal tentang kenapa penjual hanya menghargai pisang nenek saya 35ribu.Â
Sehingga akhirnya rezekinya yang 35ribu itu tidak jadi rezekinya, hemmm mungkin penjual pisang tadi salah alamat. Haha.
***
Saya sendiri adalah orang yang bisa dibilang tidak terlalu perhitungan jika sedang butuh, atau tidak terlalu perhitungan jika memang berniat membantu.Â