Mohon tunggu...
Erni Lubis
Erni Lubis Mohon Tunggu... Guru - Pengajar dan pembelar

Mencoba menulis

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan Artikel Utama

Pak Nadiem, Perubahan Apa yang Harus Dilakukan untuk Mencetak Calon Guru?

25 November 2019   22:45 Diperbarui: 27 November 2019   09:08 795
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Membuat makalah dan presentasi adalah makanan kami sehari-hari, tapi kami lebih suka copy paste lewat blog orang lain. Apalgi dosen kami tidak menyuruh kami untuk turnitin dulu, jadi plagiasi ataupun tidak, tidak masalah yang penting kami mengerjakan tugas membuat makalah dan presentasi.

Mungkin sebab inilah Pak Nadiem, sulit sekali kami menyajikan skripsi yang bisa tembus jurnal ilmiah. Skripsi kami pada akhirnya hanya menjadi pajangan sebagai tanda kita pernah berdarah-darah demi wisuda. Skripsi itu bahkan sekarang sudah dimakan rayap, dan pada akhirnya dijual bersama dengan lembaran makalah-makalah kuliah kami.

Pak Nadiem, anda telah membantu para guru untuk membuat 5 perubahan kecil seperti

1) mengajak kelas berdiskusi; 2) memberikan kesempatan kepada murid untuk mengajar di kelas; 3) mencetuskan proyek bakti sosial yang melibatkan seluruh kelas; 4) menemukan bakat dalam diri siswa yang kurang percaya diri; 5) menawarkan bantuan kepada guru yang mengalami kesulitan.

Pertanyaan saya Pak Nadiem, perubahan kecil apa yang harus dilakukan oleh dosen-dosen kami di Perguruan Tinggi berdasarkan konflik yang saya paparkan tadi untuk mencetak calon guru? Perubahan kecil mengajak kelas berdiskusi dan memberi kesempatan untuk mengajar, sebenarnya sudah dilakukan oleh para dosen, bahkan setiap hari, menurut saya.

Teman saya yang suka ngomong, berbusa-busa setiap hari menjadi sorotan publik, sedang teman yang lain yang tidak terlalu suka bicara, tidak terlalu menonjol di kelas. Kadang pula selama kuliah, isinya hanya debat terus, tapi yang di debatkan titik poinnya tidak ketemu. Kami hanya suka bicara, tapi sulit mencerna hal-hal penting. Malah kadang sebagai ajang kekuatan hafalan dalil-dalil.

Menurut saya pribadi calon guru masih banyak yang tidak percaya diri berbicara di depan, masih kurang rela menawarkan jasanya untuk terlibat dalam suatu kegiatan, masih sering mengeluh ketika diminta menulis, tidak berselera jika diminta menemukan bakat lain yang dimiliki diri sendiri, dan dosen-dosen kamipun kadang tidak peduli dengan kami. 

Terasa ada sekat antara kami dengan dosen kami. Pembelajaran kami di kelas monoton. Jika ada dosen yang kosong, kami senang sekali. Kami merasa apa yang dipelajari di kampus tidak begitu berpengaruh dengan dunia kerja di sekolah nanti.

Bahkan kami baru tahu yang namanya jurnal ilmiah saja baru waktu skripsi, itupun disebabkan untuk membuktikan bahwa penelitian kami merupakan orisinalitas. Dunia kampus terkadang begitu membosankan.

Demikian Pak Nadiem, terimakasih telah memahami dan memberi solusi problematika para guru. Selamat hari guru untuk seluruh guru di dunia.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun