Mohon tunggu...
Erni Lubis
Erni Lubis Mohon Tunggu... Guru - Pengajar dan pembelar

Mencoba menulis

Selanjutnya

Tutup

Puisi Pilihan

Hujan dan Kenangan Tentangmu

10 November 2019   19:41 Diperbarui: 10 November 2019   20:26 63
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Apa yang kamu ingat tentang hujan? Suara deras disertai guntur. 

Suara itu mengingatkan ku masa-masa kecil kita. Saat berusia dalam hitungan jari.  Kau tak pernah membiarkanku merasakan dingin. Maka, kau dekap aku dengan selimut hangat.

Saat kilat tampak dari genting kaca, kau tak pernah membiarkanku takut. Kau bilang, kita pura-pura bermain di bawah rintik hujan. Anggap kita sedang berteduh.

Kau membuatku mengatasi ketakutan-ketakutanku pada hujan. Ombrophobia.

Lalu tiba suatu masa, saat usia kita tak mampu dihitung dengan jari. Kita berada di usia belasan tahun. Berada di tempat berbeda. Saat itu hujan begitu deras. Aku kepayahan duduk sendiri di mushola kecil belakang sekolah. Tak ada teman. Dan ku menangis.

Saat itu kesakitanku adalah pertanyaan tentang, apa kau mengingatku di kala hujan? Apa kau memikirkanku tentang, bagaimana aku mengatasi kekejaman suara gemuruh dari langit? Aku melewati masa-masa takut hujan dengan pura-pura tak mendengar deras suaranya. Menutup telinga dan pura-pura tidur, berharap memimpikanmu di alam berbeda. Tapi gagal, kenyataannya, saat itu, aku hanya memikirkan bayangan kita di masa kecil.

Lalu, kita beranjak menjadi pribadi yang dewasa dengan usia dua puluhan lebih. Sudah tak ada sapamu, pun tak ada sapaku untukmu. Kita seperti insan yang tak mengenal. Bahkan kau tak pernah tanya bagaimana aku mengatasi ketakutan pada hujan, sekalipun melalui pesan media sosial, tak ada tentangmu lagi.

Malam ini, hujan datang lagi. Dan aku hanya mampu meringkuk di bawah selimut. Bukan menangisi ketakutan tentang hujan. Tapi menangisi masa-masa kesepian, tanpa seorang kawan, tepatnya tanpamu.

Aku pernah berandai-andai, tentang aku, kamu, dan hujan. Andai kita selalu menjadi anak yang usianya bisa dihitung dengan jari, mungkin diantara kita tak kan ada sekat. Tapi aku tidak ingin kembali pada masa itu, karena aku tak ingin bergantung padamu hanya di kala hujan.

 Pada akhirnya kita mendewasa, dan aku mampu mengatasi kekacauan hidupku tentang hujan. Maka, butiran hujan di kaca kini bukan tentang rindu ku pada masa kecil kita, tapi pada kesedihanku tentangmu yang telah termiliki.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Puisi Selengkapnya
Lihat Puisi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun