Mohon tunggu...
Lipur_Sarie
Lipur_Sarie Mohon Tunggu... Lainnya - Ibu rumah tangga yang mencintai alam

Indonesia adalah potongan surga yang dikirimkan Sang Pencipta untuk rakyatnya

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Pangeran Purbaya, Kisah Perjuangan Seorang Anak untuk Mendapatkan Pengakuan dari sang Ayah

6 Agustus 2024   15:02 Diperbarui: 6 Agustus 2024   19:48 41
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Gb. 4 Serambi masjid Sulthoni Wotgaleh (Ft. koleksi pribadi)

Ketika bercerita mengenai Pangeran Purbaya, kita akan menemukan tiga nama. Yaitu :

  • Pengeran Purbaya dari Mataram yang nama kecilnya adalah Joko Umbaran.
  • Pangeran Purbaya dari Banten yang notabene adalah putra dari Sultan Ageng Tirtayasa.
  • Pangeran Purbaya dari Kartasura putra dari Pakubuwana I (Raja Kartasura 1705 -- 1719).

Namun pada kesempatan kali ini, dibatasi pada Pangeran Purbaya yang masa kecilnya bernama Joko Umbaran. Dalam Babad Tanah Jawi dikisahkan bahwa pada suatu ketika Ki Ageng Giring mendapat wahyu barang siapa bisa menemukan kelapa muda "istimewa" dan mampu meminum airnya sampai habis dalam satu tengguk, maka si peminum dapat menurunkan raja-raja Jawa. Dan tanpa sengaja Ki Ageng Pemanahan yang saat itu bertamu ke rumah Ki Ageng Giring menemuan kelapa muda "istimewa: tersebut dan karena haus dapat mengabiskan airya dalam sekali tenggak pada saat Ki Ageng Giring tidak berada di tempat.

Bukan main terkejutnya Ki Ageng Giring ketika beliau menemui Ki Ageng Pemanahan dan mengetahui hal tersebut sudah terjadi. Kemudian beliau Ki Ageng Giring menceritakan wahyu kelapa muda kepada Ki Ageng Pemanahan. Ki Ageng Pemanahanpun merasa sangat bersalah, karena tanpa permisi langsung menghabiskan air kelapa muda yang ternyata ada wahyu dibaliknya.

Tidak berapa lama dari peristiwa tersebut, Ki Ageng Pemanahan lalu menikahkan putranya yang bernama Danang Sutawijaya dengan anak perempuan Ki Ageng Giring yang bernama Rara Lembayung. Pernikahan tersebut semakin mendekatkan keduanya sebagai sahabat dan membangun kekuatan politik. Pernikahanpun berlangsung dan tidak berapa lama sang istri mengandung. Namun, karena wajah sang istri yang tidak cantik, maka Danang Sutawijaya pulang ke Mataram. Karena beliau adalah calon raja besar Mataram dan malu jika mempunyai istri yang tidak cantik parasnya. Sedangkan menurut kisah lainnya Danang Sutawijaya tidak mau mempunyai istri yang usianya lebih tua.

Ternyata sampai Rara Lembayung, putri Ki Ageng Giring melahirkan, Danang Sutawijaya tidak kembali ke Desa Sodo Giring, Kecamatan Paliyan, Gunung Kidul dimana mereka tinggal. Maka anak laki-laki yang dilahirkan diberi nama Jaka Umbaran. Jaka biasa dipakai untuk anak laki-laki dan umbaran artinya yang diterlantarkan.

Gb. 2 Salah satu gerbang menuju makam Pangeran Purbaya I (Ft. koleksi pribadi)
Gb. 2 Salah satu gerbang menuju makam Pangeran Purbaya I (Ft. koleksi pribadi)

Semakin hari Jaka Umbaran tumbuh menjadi anak laki-laki yang tegap dan gagah berani. Ia yang beranjak dewasa mulai menanyakan perihal siapa ayah kandungya. Ada dua versi dalam cerita ini. Yang pertama, sang Ibu yang kini bergelar Kanjeng Ratu Giring tidak sampai hati kepada sang putra dan kemudian memberitahu siapa ayah kandungnya. Yang kedua sang Ibu memberitahu dengan sebuah teka-teki : " Ayahmu adalah pemilik alun-alun di sebuah kerajaan".

Setelah melalui perjalanan Panjang, sampailah Jaka Umbaran ke kraton Kotagede. Dengan usaha membuat onar, sehingga ditangkap prajurit kraton, akhirnya ia bertemu dengan Danang Sutawijaya yang sudah bergelar Panembahan Senopati. Namun, usaha untuk diakui sebagai anak tidak semudah itu. Panembahan Senopati mengajukan teka-teki juga: "aku memiliki sebuah keris, tapi telanjang tanpa warangka. Tanyakanlah pada Ibumu, dimana warangka keris ini berada." Teka-teki tersebut memaksa Jaka Umbaran untuk kembali menemui Ibunya.

Singkat cerita, setibanya di rumah, Jaka Umbaran menceritakan perjalanannya termasuk teka-teki dari Panembahan Senopati. Sang Ibu ternyata mengetahui jawaban dari teka-teki tersebut, bahwa jawabannya adalah keris tersebut sebagai perantara penutup rasa malu Panembahan Senopati pada Kanjeng Ratu Giring yang tidak layak menjadi istri seorang raja. Kemudian sang Ibu, Kanjeng Ratu Giring berucap,"kanggo kamulyamu, Le" (demi kemulyaanmu, Anakku).

Dengan cepat Kanjeng Ratu Giring maju kearah sang putra kesayangan dengan kondisi keris yang masih terhunus tepat ke arah dadanya. Dan cukup sekali dorongan keris tersebut menusuk dada sang istri pertama Panembahan Senopati. Ternyata jawaban dari teka-teki itu adalah : Kanjeng Ratu Giring yang harus menjadi sarung keris pusaka tersebut. Sehingga kematian Kanjeng Ratu Giring itulah yang diminta oleh Panembahan Senopati.

Gb. 3. Berdo'a di depan makam Pangeran Purbaya I dan sang istri (Ft.koleksi pribadi)
Gb. 3. Berdo'a di depan makam Pangeran Purbaya I dan sang istri (Ft.koleksi pribadi)

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun