Mohon tunggu...
Lipur_Sarie
Lipur_Sarie Mohon Tunggu... Lainnya - Ibu rumah tangga yang mencintai alam

Indonesia adalah potongan surga yang dikirimkan Sang Pencipta untuk rakyatnya

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Pangeran Purbaya, Kisah Perjuangan Seorang Anak untuk Mendapatkan Pengakuan dari sang Ayah

6 Agustus 2024   15:02 Diperbarui: 6 Agustus 2024   15:05 38
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Gb. 1 Silsilah Ki Ageng Giring depan pintu masuk makam (ft. koleksi pribadi)

Gb. 3. Berdo'a di depan makam Pangeran Purbaya I dan sang istri (Ft.koleksi pribadi)
Gb. 3. Berdo'a di depan makam Pangeran Purbaya I dan sang istri (Ft.koleksi pribadi)

Setelah peristiwa kematian sang Ibu yang begitu cepat, Jaka Umbaran kembali ke Kotagede dan menyampaikan tragedi yang harus terjadi kepada sang ayah demi mendapat pengakuan. Karena teka-teki yang diberikan sudah terjawab, maka Jaka Umbaran diakui sebagai anak kandung oleh Panembahan Senopati dan bergelar Pangeran Purbaya. Sekali lagi, menurut cerita Babad Tanah Jawi kesaktian Pangeran Purbaya setara dengan Raden Rangga salah satu putra Panembahan Senopati yang mati muda.

Namun, meskipun Pangeran Purbaya adalah anak tertua, namun tidak mendapat posisi sebagai putra mahkota. Dari cerita ini ada dua versi juga. Yang pertama karena status keturunan Pangeran Purbaya menyembabkan Panembahan Senopati kurang berkenan. Karena di kemudian hari Pangeran Purbaya mempunyai putra tunggal yang bernama Raden Mas Jolang hasil pernikahannya dengan Ratu Mas Ayu, yang merupakan adik perempuannya sendiri. Yang kedua, Pangeran Purbaya menolak posisi  tersebut karena sakit hati kepada sang ayah. Sehingga putra mahkota jatuh pada Raden Mas Jolang yang dikemudian hari bergelar Panembahan Hanyakrawati atau Sultan Agung. Meskipun tidak menjadi seorang raja, Pangeran Purbaya tetap terlibat dalam pemerintahan Mataram.

Pangeran Purbaya hidup sampai masa pemerintahan Amangkurat I, putra Sultan Agung. Ia hampur saja Ia hampir saja menjadi korban ketika Amangkurat I menumpas tokoh-tokoh yang tidak sesuai dengan kebijakan politiknya. Beruntungnya saat itu Pangeran Purbaya mendapat perlindungan dari Ibu suri, janda Sultan Agung.

Pangeran Purbaya meninggal pada bulan Oktober 1676 disaat ikut serta menghadapi pemberontakan Trunajaya. Amagkurat I mengirim pasukan yang dipimpin oleh Adipati Anom putranya untuk menghancurkan desa Demung (dekat Besuki). Daerah tersebut merupakan markas orang-orang Makassar dan Madura. Perang besar terjadi di desa Gogodog dan Pangeran Purbaya yang sudah lanjut usia gugur akibat dikeroyok orang-orang Makassar dan Madura.

Setelah meninggal, mengapa Pangeran Purbaya tidak dimakamkan di Pajimatan Imogiri? Hal tersebut karena Pangeran Purbaya ingin dikenang sebagai rakyat biasa. Untuk itulah beliau dimakamkan di area pemakaman Wot Galeh, Berbah, Sleman, Yogyakarta.

Sekilas Masjid Sulthoni Wotgaleh

Gb. 4 Serambi masjid Sulthoni Wotgaleh (Ft. koleksi pribadi)
Gb. 4 Serambi masjid Sulthoni Wotgaleh (Ft. koleksi pribadi)

Di tengah area persawahan dekat Bandara Adisutjipto lama, terdapat sebuah masjid. Yang bernama masjid Sulthoni Wotgaleh yang dibangun sekitar tahun 1600 M. Masjid ini sudah ditetapkan sebagai cagar budaya oleh Bupati Sleman dengan no. 14.7/Kep.KDH/A/2027 pada tanggal 6 Pebruari 2017.

Seperti umumnya bangunan masjid di Jawa, menggunakan atap berbentuk tajug tipe tajug lawakan teplok, yaitu bangunan dengan atap tajug di bagian tengah dan mempunyai atap penangkap di keempat sisinya. Bagian atas atap panangkap terdapat blandar lumajang yang menempel pada sunduk kili pamidhangan atau saka guru yang berwarna hijau tua.

Di samping kiri dan kanan ruang utama masjid terdapat ruang yang disebut pawestren (ruang untuk sholat perempuan) dan ruangan untuk takmir masjid. Sedang di bagian depan terdapat serambi berbentuk limasan dengan saka(tiang) utama berjumlah delapan buah, di bagian luar terdapat atap atau emper. Bagian serambi masih ada bedug lama sebagai sumber bunyi dan penanda waktu sholat telah tiba, tentunya sebelum alat pengeras suara ada. Bangunan masjid Sulthoni Wotgaleh sudah mengalami perubahan yang signifikan. Salah satunya adalah bagian lantainya yang sudah diganti dengan keramik berwarna putih.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun