Mohon tunggu...
Lipur_Sarie
Lipur_Sarie Mohon Tunggu... Lainnya - Ibu rumah tangga yang mencintai alam

Indonesia adalah potongan surga yang dikirimkan Sang Pencipta untuk rakyatnya

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Mengapa Harus Ada Perjanjian Giyanti?

1 Agustus 2024   14:50 Diperbarui: 6 Agustus 2024   19:52 317
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Arsip dan sejarah adalah rekaman kegiatan dan peristiwa masa lampau umat manusia dalam bentuk berbagai media. Arsip sendiri secara harafiah adalah rekaman kegiatan atau peristiwa dalam berbagai bentuk media sesuai dengan perkembangan teknologi informasi dan komunikasi yang dibuat serta diterima oleh lembaga negara, pemerintah daerah, lembaga pendidikan, perusahaan, organisasi politik, organisasi kemasyarakatan maupuan perseorangan dalam pelaksanaan aktivitas sehari-hari. Sedangkan sejarah sebagai kisah merupakan sejarah dalam pengertian subyektif, karena peristiwa masa lalu telah menjadi pengetahuan bagi manusia. Sejarah sebagai peristiwa merupakan sejarah secara obyektif, hal itu disebabkan karena masa lampau merupakan kenyataan yang masih diluar pengetahuan manusia.

Menurut Kuntowijoyo, peristiwa sejarah mencakup segala hal yang dipikirkan, dikerjakan, dirasakan dan dialami oleh manusia. Faktor manusia dalam perspektif sejarah sangat mendasar atau hakiki, karena berdasar kesadarannya manusia memiliki nilai  historis, yaitu selalu berkembang dalam rangka merealisasikan dirinya. Karena peristiwa-peristiwa tersebut FR. Ankersmit menyatakan bahwa dengan mengetahui kelakuan obyektif dari manusia masa lampau, maka sejarah berfungsi sebagai guru pengetahuan kehidupan.

Sekilas Mataram Islam

Bagaimana dengan kerajaan Mataram Islam ? Kerajaan Mataram Islam tahun 1582 M telah memberikan sumbangsih yang cukup dominan terhadap jalannya sejarah bangsa Indonesia. Mengingat secara historis-kultural, inilah kerajaan satu-satunya di Indonesia yang mampu bertahan hidup hingga masa berakhirnya Belanda di tanah air. Meskipun didalamnya hubungan antara pemerintah pusat kerajaan dan berbagai daerah kekuasaannya menjadi salah satu persoalan keberlangsungan hidup suatu kerajaan.

Sebagai contoh pada masa pemerintahan Sultan Agung. Pada periode berikutnya para pengganti Sultan Agung seperti Amangkurat I, Amangkurat II, Amangkurat III, Amangkurat IV, Pakubuwono I dan Pakubuwono II menunjukkan ketidakstabilan pemerintahan di pusat kerajaan Mataram Islam. Hal ini menjadi penyebab munculnya pergolakan di berbagai daerah sehingga pada puncaknya kerajaan Mataram Islam pecah menjadi dua, yaitu Kasunanan Surakarta dan Kasultanan Yogyakarta.  

Latar Belakang Perjanjian Giyanti

Pada skripsi Mastingah yang berjudul " Sekitar Perjanjian Giyanti 1755 (Pecahnya Kasunanan Surakarta dan Kasultanan Yogyakarta)" menuliskan bahwa peristiwa menjelang perjanjian Giyanti 1755 M merupakan suatu fenomena tersendiri dalam perjalanan sejarah kerajaan Mataram Islam. Walaupun pada dasarnya peristiwa-peristiwa itu sudah dimulai pada masa pemerintahan Amangkurat I, namun kejadian besar yang hampir memporak-porandakan wilayah dan pembunuhan besar-besaran terjadi pada masa pemerintahan Pakubuwono II, yaitu tahun 1740 M.

Sikap diskriminatif orang - orang Belanda sangat terlihat ketika peristiwa Geger Pecinan terjadi, yaitu antara tahun 1740-1746 M. Hal tersebut menimbulkan pemberontakan orang-orang Cina secara besar-besaran. Situasi politik saat itu semakin memanas, pergolakan politik semakin meningkat seiring dengan munculnya para pemberontak yang dipimpin oleh Mas Garendi dengan tujuan menghancurkan kerajaan Kartasura.

Dalam situasi seperti itu, kerajaan Mataram Islam ternyata kurang memiliki kekuatan militer yang kuat dan tangguh, namun lebih memilih bersandar pada aliansinya. Kondisi yang seharusnya dimiliki oleh kerajaan sebesar Mataram Islam adalah kekuatan militer dan solidaritas yang kuat seperti pada saat awal berdirinya, namun kenyataanya hal tersebut tidak ada pada saat itu.

Pun ketika kerajaan dipindahkan ke Surakarta, kondisinya tidak semakin baik, melainkan pemberontakan demi pemberontakan semakin menjadi-jadi. Termasuk pemberontakan yang dilancarkan oleh Pangeran Mangkubumi dan RM Said yang dikenal dengan perang Suksesi Jawa III sampai menimbulkan kemiskinan penduduk. Akibatnya penduduk yang ada tinggal hanya 25 %. Pemberontakan yang dilakukan keduanya mengakibatkan kerajaan Surakarta kehilangan dari wilayah yang dikuasainya.

Hampir 100 tahun Belanda selalu terlibat dalam urusan politik dalam negeri Mataram. Dari perang Suksesi Jawa I hingga perang Suksesi Jawa ke III. Hingga pada akhirnya ketika kekuasaan wilayah hampir dikuasai Pangeran Mangkubumi terjadilah perpecahan antara RM Said pada tahun 1752 M. Melihat situasi seperti itu, Belanda tidak tinggal diam. Hal yang biasa terjadi ketika ada pemberontakan besar-besaran, Belanda akan memberi dukungan kepada salah satu pihak. Namun, karena pada peristiwa ini pihak yang akan ditumpas terlalu kuat, maka Belanda menawarkan perdamaian.

Kesempatan tersebut dimanfaatkan oleh VOC yang diwakili oleh Nicholaas Hartingh dengan mengadakan sebuah perundingan perdamaian. Hasil perundingan antara Mangkubumi dan Nicholaas Hartingh tersebut yang dikenal dengan Perjanjian Giyanti yang terjadi pada tanggal 13 Pebruari 1755.

Gb. 2 Manuskrip isi Perjanjian Giyanti koleksi ANRI
Gb. 2 Manuskrip isi Perjanjian Giyanti koleksi ANRI

Isi Perjanjian Giyanti

Dalam salah satu koleksi arsip ANRI yang sudah dialihmediakan, tampak tulisan Jawa mengenai hasil perjanjian Giyanti. Apakah isi perjanjian tersebut ? Menurut portal Universitas Muhammadiyah Sumatra Utara  (UMSU) isi Perjanjian Giyanti sebagai berikut :

  1. Pengangkatan Mangkubumi sebagai Sultan Hamengkubuwono I Senopati Ing Alang Ngabdurrahman Sayyidin Panotogomo Kalifatullah atau setengah kerajaan Mataram.
  2. Kerjasama antara rakyat dibawah kompeni dengan rakyat kasultanan.
  3. Tanggung jawab pepatih dalem dan bupati serta sumpah setia kepada kompeni.
  4. Pakubuwana III tidak dapat memberhentikan pepatih dalem dan bupati tanpa persetujuan kompeni.
  5. Pengampunan kepada bupati yang memihak kompeni selama peperangan .
  6. Tidak menuntut hak atas pulau Madura dan daerah pesisir yang sudah diserahkan kepada kompeni.
  7. Bantuan dari Sultan kepada Pakubuwana III.
  8. Penjualan bahan makanan kepada kompeni dengan harga tertentu
  9. Sultan berjanji mentaati semua perjanjian antara raja-raja Mataram dengan kompeni.

Adapun tokoh-tokoh dibalik Perjanjian Giyanti adalah : Nicholaas Hartingh (Gubernur Jendral VOC), Kapten C. Donkel, W. Fockens, Pendeta Bastani, Pangeran Mangkubumi, Pangeran Natakusuma dan Pangeran Pakubuwono III. Dampak atau akibat dari Perjanjian Giyanti melahirkan sesuatu yang luar biasa, yaitu :

  1. Pergeseran nilai budaya. Hal tersebut karena otoritas VOC yang terlihat dalam perjanjian tersebut menyebabkan pergeseran nilai-nilai budaya Mataram Islam.
  2. Pecahnya Mataram Islam menjadi dua, yaitu Kasunanan Surakarta yang selanjutnya rajanya bergelar Sunan dan Kasultanan Yogyakarta dengan rajanya yang bergelar Sultan.

Dengan ditandatanganinya Perjanjian Giyanti, maka sejarah kerajaan Mataran Islam berakhir secara de facto maupun de jure dan hal ini menciptakan perubahan besar dalam struktur maupun kekuasaan di wilayah tersebut.

Lokasi penandatanganan Perjanjian Giyanti

Gb 3. Para Arsiparis ISI Surakarta penelusuran ke situs Perjanjian Giyanti (ft. koleksi bersama)
Gb 3. Para Arsiparis ISI Surakarta penelusuran ke situs Perjanjian Giyanti (ft. koleksi bersama)

Lokasi Perjanjian Giyanti tepatnya berada di Desa Jantiharjo, kecamatan Karanganyar, kabupaten Karanganyar, Jawa Tengah. Sekarang lokasi situs sudah kelilingi tembok dengan  dan pintu yang selalu dikunci untuk alasan keamanan, tetapi tetap bisa dikunjungi oleh masyarakat umum selama 24 jam. Karena ada juru kunci yang tinggal di warung kecil di belakangnya. Kini, lokasi tersebut sudah masuk cagar budaya.

Jika ingin berkunjung kesana, dari pusat kabupaten Karanganyar jarak tempuh menuju situs Perjanjian Giyanti kurang lebih 15 menit (6 km). Dari alun-alun Karanganyar lurus ke arah timur. Kemudian tinggalkan jalan utama dan masuk ke jalan menuju Tawangmangu via Matesih. Lurus mengikuti marka jalan kurang lebih 3,5 km. Maka akan ditemui gapura dengan tulisan "Kerten Jantiharjo Karanganyar", masuk saja, lurus sampai perempatan pertama belok kiri.

Situs berada di kiri jalan dengan pemandangan sawah di sekitarnya. Tepat di lokasi tumbuh tiga pohon preh yang sangat besar dengan satu batu yang cukup besar. Konon, dibatu itulah perjanjian Giyanti ditandangani.

Dengan belajar peristiwa sejarah masa silam beserta arsipnya, maka akan dapat menimba ajaran-ajaran praktis dan pada gilirannya sejarah dan arsip akan bermakna bagi masa kini dan masa yang akan datang.

                                              Tulisan sederhana di awal Agustus ini sebagai salah satu bentuk mangayubagyo HUT RI ke-79.

                                                                                                                       NKRI harga mati !

                                                                                                                             MERDEKA !!!

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun