Mohon tunggu...
Lipur_Sarie
Lipur_Sarie Mohon Tunggu... Lainnya - Ibu rumah tangga yang mencintai alam

Indonesia adalah potongan surga yang dikirimkan Sang Pencipta untuk rakyatnya

Selanjutnya

Tutup

Sosbud

Ketahui Horoskopmu di Srawung Centhini, Museum Radya Pustaka Surakarta

29 Mei 2024   14:55 Diperbarui: 5 Agustus 2024   09:19 208
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Gb 1. Persiapan acara dan do'a wilujengan wuku Prangbakat (ft. pribadi

Informasi dari Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPD) DIY yang diunggah pada bulan Maret 2019 menuliskan bahwa Serat Centhini sebagai karya besar sastra Jawa banyak mengandung berbagai macam pengetahuan meliputi sejarah, pendidikan, geografi, arsitektur, pengetahuan alam, agama, tasawuf, mistik, ramalan, sulapan, ilmu kekebalan, ilmu sirep, ilmu penjahat, perlambang, adat istiadat, etika, psikologi, flora fauna, obat tradisional, seni, seksologi,  dan makanan tradisional atau yang saat ini lebih dikenal dengan kuliner. Karena isinya yang sangat beragam, maka tidak salah kalau Serat Centhini disebut Ensiklopedi Kebudayaan Jawa yang memuat segala rupa ilmu yang terdapat di Pulau Jawa, bukan di wilayah lain.

Serat Centhini mulai ditulis pada hari Sabtu Paing tanggal 26 Muharam tahun Je Mangsa VII 1742 dengan sengkalan Paksi Suci Sabda Aji atau bulan Januari thn 1814. Dan selesai ditulis pada tahun 1823. Adapun penulisan serat ini atas perintah putra mahkota kerajaan Surakarta, Adipati Anom Amangkunagara III yang dikemudian hari menjadi raja Kasunanan yang bergelar  Sunan Pakubuwana V yang memerintah dari tahun 1820 -1823. Selain sebagai pencetus ide atau pemrakarsa PB V juga sebagai ketua tim penulisan Serat Centhini tersebut.

Beliau PB V tidak bekerja sendiri, beliau mempunyai anggota tim yang terdiri dari :

1. Kyai Ngabehi Ronggowarsito, seorang ahli Bahasa dan sastra Jawa. Ia diberi bekal dan perlengkapan perjalanan yanag cukup, diberi tugas untuk mendengarkan, melihat, menyelidiki segala sesuatu yang dijumpai dan mencatatnya. Karena hal tersebut, Kyai Ng Ronggowarsito diberi tugas untuk menjelajahi Pulau Jawa bagian timur. Berangkat dari Surakarta melewati Jawa Tengah, bagian utara sampai Banyuwangi, kembalinya melewati Jawa Timur bagian selatan.

2. Kyai Ngabehi Yosodipuro II, merupakan putra dari Kyai Ng Yosodipuro I. Dengan diberi bekal dan perlengkapan perjalanan yang cukup, Kyai Ng. Yosodipuro II ditugaskan untuk menjelajahi pulau Jawa bagian barat. Ia berangkat dari Surakarta melewati Jawa Tengah bagian utara menuju Anyer dan kembalinya melalui Jawa Barat bagian selatan.

3. Kyai Ngabehi Sostrodipuro, seorang ahi Bahasa Arab dan Ilmu Agama Islam. Setelah diberi bekal dan perlengkapan yang cukup, Kyai Ng. Sosrodipuro diberi tugas untuk naik haji dan memperdalam pengetahuan tentang agama Islam di Mekah. 3) Kyai Ngabehi Sastradipura, seorang ahli Bahasa Arab dan Ilmu Agama Islam. Ia juga diberi bekal dan perlengkapan yang cukup ditugaskan untuk naik haji dan memperdalam pengetahuan tentang Agama Islam di Mekah. Sekembali dari Mekah Kyai Ngabehi Sosrodipuro menjadi Kyai Haji Muhammad Ilhar.

Setelah ketiga orang tim penulis tersebut selesai menunaikan tugasnya, mereka kemudian bertemu di Kadipaten putra mahkota yaitu di Surakarta. Penulisan Serat Centhini dimulai dengan dibantu oleh banyak narasumber sesuai dengan topik. Sang putra mahkota yaitu Adipati Anom Amangkunagara III sebagai ketua tim menginginkan bahwa penyampaian Serat Centhini berupa dongeng, peristiwa dan wejangan dibuat semenarik mungkin supaya pembaca tertarik dan terkesan. Salah satunya adalah cerita atau lakon asmara yang berbau porno yang terdapat pada jilid V-IX yang konon ditulis sendiri oleh sang putra mahkota. Adapun tokoh-tokoh yang ada dalam Serat Centhini adalah :

  1. Jayengresmi, putra Sunan Gunung Giri Prapen yang kemudian dipanggil Syech Amongrogo.
  2. Jayengsari, putra Gunung Giri Prapen yang kemudian dipanggil Mangunarsa.
  3. Ki Akadiat, seorang lelaki tua yang mengadopsi Jayengsari dan Rancangkapti.
  4. Mas Cabolang, anak Ki Akadiat yang kemudian dipanggil Agungrimang
  5. Nyi Tembangraras, istri Jayengresmi.
  6. Gathak dan Gathuk, abdi dalem yang kemudian dipanggil Jamal dan Jamil.
  7. Buras, abdi Jayengsari dan Rancangkapti yang kemudian dipanggil Montel.

Setelah melalui pasang surut dalam kepemimpinan dan manajemen/pengelolaan museum Radya Pustaka serta dialog dengan pihak Pemerintah Kota (Pemkot) kota Solo, maka pada hari Selasa, 3 Januari Bp. Agus Purnomo selaku Ketua Komite menyerahkan laporan inventarisasi koleksi Museum Radya Pustaka kepada Walikota Solo, Bp. FX. Hadi. Serah terima tersebut pengelolaan museum tersebut dilakukan di kantor Balaikota Surakarta. 

Sejak saat itu pula Radya Pustaka sedikit demi sedikit mempunyai kegiatan yang dihadiri masyarakat luas. Salah satunya kegiatan yang bertajuk Srawung Centhini dan Wilujengan Wuku yang diadakan tiap tanggal 28 per bulannya. Kegiatan tersebut baru diadakan di tahun 2023. Setiap mengadakan kegiatan dengan wuku yang berbeda.

Gb.2 Diskusi Kisah Aksara (ft. pribadi & Yanti Radya Pustaka)
Gb.2 Diskusi Kisah Aksara (ft. pribadi & Yanti Radya Pustaka)

Seperti yang diadakan kemarin, hari Selasa 28 Mei 2024. Srawung Centhini dan Wilujengan Wuku Prangbakat. Kegiatan tersebut terbuka untuk umum. Bagi yang memiliki wuku Prangbakat, bisa mendaftar melalui nomer WA panitia yang sudah ditunjuk, tidak dipungut biaya dan akan mendapat sertifikat. Tidak seperti pada kepemimpinan Radya Pustaka sebelumnya. Yang ikut wilujengan dipungut biaya dan hanya dihadiri orang-orang yang berkepentingan.

Untuk lebih mengenalkan serta mengedukasi masyarakat, maka panitia Srawung Centhini mengundang pelajar SMA sederajat untuk hadir pada kegiatan tersebut. Sebelum acara wilujengan, diadakan Diskusi Kisah Aksara dengan tema dan narasumber yang berbeda. Untuk jenis tumpengnyapun juga tidak sama, menyesuaikan jenis wukunya. Hal itu disampaikan oleh salah satu pegawai museum yang akrab dipanggil Mbak Yanti.

Apakah wuku itu ? Wuku adalah bagian dari dari suatu siklus dalam penanggalan Jawa dan Bali yang berumur tujuh hari ( satu pekan). Siklus wuku berumur 30 pekan (210 hari) dan masing-masing wuku memiliki nama tersendiri. Jika ada yang belum mengetahui nama wukunya, bisa datang ke museum Radya Pustaka dan menemui Pak Totok. Dasar perhitungan wuku bertemunya dua hari dalam sistem pancawara (hari pasaran) dan saptawara (pekan) menjadi satu. Sistem pancawara atau pasaran terdiri dari lima hari (Pon, Wage, Kliwon, Legi, Paing), sedang sistem pancawara terdiri dari tujuh hari (Senen, Selasa, Rebo, Kemis, Jum'at, Setu, Ahad). Dalam satu wuku, pertemuan antara hari pasaran dan hari pekan sudah pasti. Misalnya Setu Wage masuknya wuku Julungwangi. Menurut kepercayaan masyarakat Jawa, masing-masing wuku memiliki makna khusus.

Gb. 3 Jenis tumpeng dan para penerima sertifikat wuku (ft. koleksi Yanti Radya Pustaka)
Gb. 3 Jenis tumpeng dan para penerima sertifikat wuku (ft. koleksi Yanti Radya Pustaka)

Nama-nama wuku yang berjumlah tiga puluh tersebut didasarkan pada suatu kisah kerajaan yang dipimpin oleh Prabu Watugunung. Raja ini mempunya istri bernama Sinta dan memiliki anak sejumlah 27 orang. Nama-nama itulah yang menjadi nama setiap wuku. Setiap wuku dijaga oleh seorang dewa pelidung, memilik pohon simbolik, hewan simbolik, tipe rumah (gedhong), candra (penciri), perlambang (dinyatakan dalam suatu peribahasa), ruwatan (sedekah untuk menolak bala, kala sial (sengkal bilahi/situasi yang membawa petaka dan dunung (arah mata angina yang membawa sial). Satu wuku terdiri dari 7 hari, misalnya untuk wuku Landhep dari hari Akad Wage -- Sabtu Kliwon. Sehingga memilik rentan waktu 30 wuku meliputi waktu 210 hari.

Nama-nama wuku itu adalah :

  1. Sinta dengan dewa penjaga Batara Yama ( Ahad Paing -- Setu Pon)
  2. Landhep dengan dewa penjaga Batara Mahadewa ( Ahad Wage -- Sabtu Kliwon)
  3. Wukir dengan dewa penjaga Batara Mahayakti ( Ahad Legi -- Setu Paing)
  4. Kurantil dengan dewa penjaga Batara Langsur ( Ahad Pon -- Setu Wage)
  5. Tolu dengan dewa penjaga Batara Langsur ( Ahad Pon - Setu Wage)
  6. Gumbreg dengan dewa penjaga  Batara Candra (Ahad Paing -- Setu Pon)
  7. Warigalit dengan dewa penjaga Batara Asmara ( Ahad Wage -- Setu Kliwon)
  8. Wariagung dengan dengan dewa penjaga Batara Maharesi ( AhadLegi - Setu Paing)
  9. Julungwangi dengan dewa penjaga  Batara Sambu ( Ahad Pon -- Setu Wage)
  10. Sungsang dengan dewa penjaga Batara Gana ( Ahad Kliwon -- Setu Legi)
  11. Galungan dengan dewa penjaga Batara Kamajaya (Ahad Paing -- Setu Pon)
  12. Kuningan dengan dewa penjaga Batara Indra ( Ahad Wage -- Setu Pon)
  13. Langkir dengan dewa penjaga Batara Kala (Ahad Legi -- Setu Paing)
  14. Mandasiya dengan dewa penjaga Batara Brahma ( Ahad Pon -- Setu Wage)
  15. Julungpujut dengan dewa penjaga Batara Guritna (Ahad Kliwon -- Setu Legi)
  16. Pahang dengan dewa penjaga Batara Tantra ( Ahad Paing -- Setu Pon)
  17. Kuruwelut dengan dewa penjaga Batara Wisnu (Ahad Wage -- Setu Kliwon)
  18. Marakeh dengan dewa penjaga Batara Suranggana ( Ahad Legi -- Setu Paing)
  19. Tambir dengan dewa penjaga Batara Siwa ( Ahad Pon -- Setu Wage)
  20. Medangkungan dengan dewa penjaga Batara Basuki ( Ahad Kliwon -- Setu Legi)
  21. Maktal dengan dewa penjaga Batara Sakri ( Ahad Paing -- Setu Pon)
  22. Wuye dengan dewa penjaga Batara Kowera ( Ahad Wage - Setu Kliwon)
  23. Manahil dengan dewa penjaga Batara Citragotra ( Ahad Legi -- Setu Paing)
  24. Prangbakat dengan dewa penjaga Bisma ( Ahad Pon -- Setu Legi)
  25. Bala dengan dewa penjaga Batara Durga ( Ahad Kliwon -- Setu Legi)
  26. Wugu dengan dewa penjaga Batara Singajanma ( Ahad Paing -- Setu Pon)
  27. Wayang dengan dewa penjada Batara Sri ( Ahad Wage - Setu Kliwon)
  28. Kulawu dengan dewa penjaga Batara Sadana ( Ahad Legi -- Setu Paing_
  29. Dhukut dengan dewa penjaga Baruna ( Ahad Pon -- Setu Paing)
  30. Watugunung dengan dewa penjaga Batara Antaboga ( Ahad Kliwon -- Setu Legi)

                (diambil dari berbagi sumber)

Museum Radya Pustaka merupakan ruang masyakat yang diciptakan sebagai sumber informasi, arsip dan sejarah yang ada. Maka sudah selayaknya menjadi tanggung jawab bersama untuk menjaga dan memeliharanya. Dan dengan adanya kegiatan Srawung Centhini, Radya Pustaka semakin membuka diri dan bisa menjadi tempat belajar tentang adat istiadat, dan sastra Jawa khususnya untuk generasi muda sehingga budaya Jawa tetap ada diantara kehidupan kita.

                                                                                Sahabat museum...museum di hatiku

                                                                                                            Salam Budaya

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun