Mohon tunggu...
Lipur_Sarie
Lipur_Sarie Mohon Tunggu... Lainnya - Ibu rumah tangga yang mencintai alam

Indonesia adalah potongan surga yang dikirimkan Sang Pencipta untuk rakyatnya

Selanjutnya

Tutup

Sosbud

Ketahui Horoskopmu di Srawung Centhini, Museum Radya Pustaka Surakarta

29 Mei 2024   14:55 Diperbarui: 29 Mei 2024   15:36 157
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Gb 1. Persiapan acara dan do'a wilujengan wuku Prangbakat (ft. pribadi

Informasi dari Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPD) DIY yang diunggah pada bulan Maret 2019 menuliskan bahwa Serat Centhini sebagai karya besar sastra Jawa banyak mengandung berbagai macam pengetahuan meliputi sejarah, pendidikan, geografi, arsitektur, pengetahuan alam, agama, tasawuf, mistik, ramalan, sulapan, ilmu kekebalan, ilmu sirep, ilmu penjahat, perlambang, adat istiadat, etika, psikologi, flora fauna, obat tradisional, seni, seksologi,  dan makanan tradisional atau yang saat ini lebih dikenal dengan kuliner. Karena isinya yang sangat beragam, maka tidak salah kalau Serat Centhini disebut Ensiklopedi Kebudayaan Jawa yang memuat segala rupa ilmu yang terdapat di Pulau Jawa, bukan di wilayah lain.

Serat Centhini mulai ditulis pada hari Sabtu Paing tanggal 26 Muharam tahun Je Mangsa VII 1742 dengan sengkalan Paksi Suci Sabda Aji atau bulan Januari thn 1814. Dan selesai ditulis pada tahun 1823. Adapun penulisan serat ini atas perintah putra mahkota kerajaan Surakarta, Adipati Anom Amangkunagara III yang dikemudian hari menjadi raja Kasunanan yang bergelar  Sunan Pakubuwana V yang memerintah dari tahun 1820 -1823. Selain sebagai pencetus ide atau pemrakarsa PB V juga sebagai ketua tim penulisan Serat Centhini tersebut.

Beliau PB V tidak bekerja sendiri, beliau mempunyai anggota tim yang terdiri dari :

1. Kyai Ngabehi Ronggowarsito, seorang ahli Bahasa dan sastra Jawa. Ia diberi bekal dan perlengkapan perjalanan yanag cukup, diberi tugas untuk mendengarkan, melihat, menyelidiki segala sesuatu yang dijumpai dan mencatatnya. Karena hal tersebut, Kyai Ng Ronggowarsito diberi tugas untuk menjelajahi Pulau Jawa bagian timur. Berangkat dari Surakarta melewati Jawa Tengah, bagian utara sampai Banyuwangi, kembalinya melewati Jawa Timur bagian selatan.

2. Kyai Ngabehi Yosodipuro II, merupakan putra dari Kyai Ng Yosodipuro I. Dengan diberi bekal dan perlengkapan perjalanan yang cukup, Kyai Ng. Yosodipuro II ditugaskan untuk menjelajahi pulau Jawa bagian barat. Ia berangkat dari Surakarta melewati Jawa Tengah bagian utara menuju Anyer dan kembalinya melalui Jawa Barat bagian selatan.

3. Kyai Ngabehi Sostrodipuro, seorang ahi Bahasa Arab dan Ilmu Agama Islam. Setelah diberi bekal dan perlengkapan yang cukup, Kyai Ng. Sosrodipuro diberi tugas untuk naik haji dan memperdalam pengetahuan tentang agama Islam di Mekah. 3) Kyai Ngabehi Sastradipura, seorang ahli Bahasa Arab dan Ilmu Agama Islam. Ia juga diberi bekal dan perlengkapan yang cukup ditugaskan untuk naik haji dan memperdalam pengetahuan tentang Agama Islam di Mekah. Sekembali dari Mekah Kyai Ngabehi Sosrodipuro menjadi Kyai Haji Muhammad Ilhar.

Setelah ketiga orang tim penulis tersebut selesai menunaikan tugasnya, mereka kemudian bertemu di Kadipaten putra mahkota yaitu di Surakarta. Penulisan Serat Centhini dimulai dengan dibantu oleh banyak narasumber sesuai dengan topik. Sang putra mahkota yaitu Adipati Anom Amangkunagara III sebagai ketua tim menginginkan bahwa penyampaian Serat Centhini berupa dongeng, peristiwa dan wejangan dibuat semenarik mungkin supaya pembaca tertarik dan terkesan. Salah satunya adalah cerita atau lakon asmara yang berbau porno yang terdapat pada jilid V-IX yang konon ditulis sendiri oleh sang putra mahkota. Adapun tokoh-tokoh yang ada dalam Serat Centhini adalah :

  1. Jayengresmi, putra Sunan Gunung Giri Prapen yang kemudian dipanggil Syech Amongrogo.
  2. Jayengsari, putra Gunung Giri Prapen yang kemudian dipanggil Mangunarsa.
  3. Ki Akadiat, seorang lelaki tua yang mengadopsi Jayengsari dan Rancangkapti.
  4. Mas Cabolang, anak Ki Akadiat yang kemudian dipanggil Agungrimang
  5. Nyi Tembangraras, istri Jayengresmi.
  6. Gathak dan Gathuk, abdi dalem yang kemudian dipanggil Jamal dan Jamil.
  7. Buras, abdi Jayengsari dan Rancangkapti yang kemudian dipanggil Montel.

Setelah melalui pasang surut dalam kepemimpinan dan manajemen/pengelolaan museum Radya Pustaka serta dialog dengan pihak Pemerintah Kota (Pemkot) kota Solo, maka pada hari Selasa, 3 Januari Bp. Agus Purnomo selaku Ketua Komite menyerahkan laporan inventarisasi koleksi Museum Radya Pustaka kepada Walikota Solo, Bp. FX. Hadi. Serah terima tersebut pengelolaan museum tersebut dilakukan di kantor Balaikota Surakarta. 

Sejak saat itu pula Radya Pustaka sedikit demi sedikit mempunyai kegiatan yang dihadiri masyarakat luas. Salah satunya kegiatan yang bertajuk Srawung Centhini dan Wilujengan Wuku yang diadakan tiap tanggal 28 per bulannya. Kegiatan tersebut baru diadakan di tahun 2023. Setiap mengadakan kegiatan dengan wuku yang berbeda.

Gb.2 Diskusi Kisah Aksara (ft. pribadi & Yanti Radya Pustaka)
Gb.2 Diskusi Kisah Aksara (ft. pribadi & Yanti Radya Pustaka)

Seperti yang diadakan kemarin, hari Selasa 28 Mei 2024. Srawung Centhini dan Wilujengan Wuku Prangbakat. Kegiatan tersebut terbuka untuk umum. Bagi yang memiliki wuku Prangbakat, bisa mendaftar melalui nomer WA panitia yang sudah ditunjuk, tidak dipungut biaya dan akan mendapat sertifikat. Tidak seperti pada kepemimpinan Radya Pustaka sebelumnya. Yang ikut wilujengan dipungut biaya dan hanya dihadiri orang-orang yang berkepentingan.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun