Usada Jawi adalah istilah bagi masyarakat Jawa yang artinya upaya penyembuhan (tetamba) dari gangguan kesehatan yang dilakukan pada masa lalu. Hal tersebut juga berlaku untuk etnis-etnis lain yang ada di Indonesia. Di Jawa khususnya, jejak pengobatan tradisional sampai saat ini masih bisa dikenali dan digunakan oleh masyarakat tertentu yang dikenal dengan istilah jamu tradisional. Â Meskipun pengobatan modern sudah berkembang pesat dan banyak sekali penyakit yang sudah tersedia obat penangkalnya serta mudah didapat.
Perlu diketahui bahwa pengetahuan tentang sistem pengobatan tradisional merupakan kekayaan intelektual generasi pendahulu yang layak mendapat perhatian dan penghargaan karena telah terbukti mampu menjada dan menangani masalah kesehatan  para leluhur kita.
Pada masa lampau sistem pengobatan tradisional menjadi milik masyarakat serta memori bersama, sehingga jika ada yang membutuhkan sesama warga bisa saling membantu memberikan informasi atau mencarikan bahan sampai kepada prosesnya. Hal itu sudah tersebar luar dan diwariskan kepada warga masyarakat antar generasi.
Hal tersebut seperti tertulis pada penelitian Murniatmo dkk (1992), bahwa pengobatan tradisional mengacu pada pengertian sistem medisin atau pengobatan yang sistem penyebarannya dari mulut ke mulut dari generasi ke generasi (Murniatmo dkk, 1992 :21, Titi Mumfangati dan Endah Susilantini, 2017 :3). Namun, pada kenyataannya sampai saat ini pengetahuan dan kecakapan tentang sistem pengobatan tradisional hanya dimiliki oleh sekompok masyarakat kecil yang menggelutinya.
Jika dilihat dari hal tersebut, seolah-olah masyarakat diberi akses yang mudah dan terbuka mendapatkan pengobatan melalui jamu tradisional. Padahal sebenarnya tanpa disadari dengan kemudahan yang didapat, masyarakat justru terjauhkan dari pengetahuan kekayaan intelektual dari leluhurnya.
Penelitian yang berjudul Usada Jawi: Â Pengobatan Tradisional Jawa Untuk Bayi Dan Anak (Kajian Serat Primbon Racikan Jampi Jawi Jilid I) yang ditulis oleh Suyami dan Titi Mumfangati banyak sekali sistem pengobatan Jawa yang terekam dalam catatan para leluhur tentang proses pembuatan jamu tradisional yang bisa dinikmati oleh masyarakat secara luas.
Selain itu buku yang berjudul Sistem Pengobatan Tradisional Dalam Serat Primbon Jampi tulisan Titi Mumfanganti dan Endah Susilantini serta manuskrip Kagungan Dalem Serat Racikan Boreh Saha Parem Yasan Dalem Ingkang Sinuhun Kaping IX . semakin memperkuat hal-hal yang berhubungan dengan pengobatan tradisional.
Manuskrip Kagungan Dalem Serat Racikan Boreh menjadi salah satu kolek di di perpustakaan Radya Pustaka. Manuskrip tersebut sudah dialihbahasakan, hanya tidak ditulis siapa yang mengalihbahasakan.
Seperti kita ketahui bahwa Museum Radya Pustaka adalah museum tertua di Indonesia, terletak di Jl. Slamet Riyadi Solo yang didirikan oleh Kanjeng Raden Adipati Sosrodiningrat IV pada tanggal 18 Oktober 1890. Sampai saat Radya Pustaka mempunyai koleksi pustaka berupa buku sekitar 14.600 eksemplar dan 150 manuskrip yang rata-rata beraksara Jawa. Untuk naskah kuno ada sekitar 25 yang sudah dialihbahasakan atau dialihaksarakan.Â
Sedangkan Serat Primbon Jawi selain terdapat di perpustakaan Radya Pustaka juga terdapat di perpustakaan Rekso Pustoko, Mangkunegaran dengan nomor koleksi M 33. Perpustakaan Rekso Pustoko didirikan pada tanggal 11 Agustus 1867 di masa pemerintahan KGPAA Mangkunegoro IV. Nama Rekso Pustoko berasal dari kata Rekso yang berarti penjagaan, pengamanan, dan pemeliharaan sedangkan Pustoko berarti tulisan, surat-surat, dan buku. Rekso Pustoko terletak di lantai satu sebelah selatan Kantor Dinas Urusan Istana sedangkan bagian arsipnya terletak di lantai dua.
Sebelumnya, naskah Serat Primbon ini sudah diterbitkan oleh Tan Kun Swie. Buku ini berisi racikan Jamu Jawa asli, warisan dari Serat Primbon kuno dan yang mempunyai ahli waris bernama  Bp. Brata Suparta namun dijual oleh Tan Gun Swi.
Ada juga Serat Primbon Racikan Jampi Jawi merupakan manuskrip Jawa koleksi perpustakaan Sasana Pustaka Kraton Kasunanan Surakarta. Perpustakaan tersebut hasil kerja keras Sunan Pakubuwono X dan dibuka pada hari Senin, 20 Rabiulakir Jumakir 1850 atau 12 Januari 1920. Serat Primbon Racikan Jampi Jawi tersebut sudah disalin dalam bentuk ketik manual sebanyak 4 jilid setebal 787 halaman.
Obat dan sistem pengobatan adalah dua hal yang tidak bisa dipisahkan dengan sistem kehidupan manusia. Karena obat dan sistem pengobatan merupakan aspek kebudayaan manusia dan ada pengetahuan di dalamnya. Siapapun orangnya, ketika masih hidup pasti berjumpa dengan obat dan membutuhkan pengetahuan pengobatan terutama ketika sedang sakit. Manusia pasti ingin hidup dalam kondisi sehat, bugar dan terhindar dari sakit. Maka berbagai usaha dilakukan untuk mendapatkan itu. Namun jika sakit itu datang, maka harus disembuhkan baik dengan cara modern atau tradisional.
Bukan tidak mungkin bahwa disekitar kita tumbuh berbagai jenis tanaman maupun binatang yang bisa dijadikan obat. Misalnya tanaman kumis kucing, tapak dara yang berbunga putih, , daun lidah buaya, tokek, cecak dan cacing tanah. Namun, karena minimnya pengetahuan hal tersebut bisa saja dibiarkan bahkan dimusnahkan karena tidak mengetahui manfaat dan khasiatnya.
Berikut ini beberapa contoh resep pengobatan tradisional terhadap masalah-masalah yang sering dialami oleh bayi dan anak-anak berdasar Serat Primbon Racikan Jampi Jawi  Jilid I :
Â
NO
Â
PERUNTUKAN/PENYAKIT
Â
GEJALA
JAMU
BAHAN
CARA PENGOBATAN
1
Bayi ingkang nembe lair
Menawi lare lair dangu mboten saget ambegan
Toya klapa ijem sak cangkir kaliyan cukak cangkir, brambang 1, ron inggu 3 pang
Sedaya dipunremet, lajeng dipun siramaken
2
Bayi ingkang nembe lair ngantos puput puser
Boreh lare ingkang nembe lair ngantos puput puser
Brambang setunggal, inggu agengipun sak kacang, cukak 2 sendok teh, bengle sak iris, peresan jeram pecel sepalih
Dipun pipis lajeng dipun borehaken wonten wetengipun lare
3
Bayi ingkang sampun puput puser
Jampi kangge Ibukipun lare ingkang sampun puput puser
Manis jangan panjangipun sak jari, saga, pulasari panjangipun sak driji, jungrahap 10 driji, kencur 3 iris, brambang 1 pun bakar, bawang 1 siung, tumbar 10, trawas 2 lembar, murwak 3 lembar, jemaka 5, suket grinting
Sedaya pun dheplok, kapundhut toyanipun pun saring kangge ngejuri peresan suket grinting lajeng pun unjuk.
4
Asma/mengi
Jampi asma/mengi kangge lare umur 3 wulan ngantos ageng
Oyot kara pethak sak tekem, brambang sepuh 3 iji,
Sedaya pun pipis kapendhet toyanipun lajeng pun unjuk
5
Boreg/ sambetan/bantan
Lare alit ingkang sakit makaten kalawau, pun wiwite benter, lajeng medal gudhigipun
Cendhana 2, kajeng yai 3, jinten cemeng 3, cendhana jenggi 3, mesoyi 2, sintok 2, seprantu 1 iji pun bakar, ada 1, pulasari 3, suket teki 3 iji, kulit mimi 2 pun bakar, sarinaga 5, jeram purut 1 iris, kencur 3 iris, babakan pule 3, bawang 1 siung, mrico pethak 7, kulit pesadariji, sarem 3 wuku
Sedaya pun pipis, kapendhet toyanipun dipun saring lajeng pun unjuk kagem jampi. Ingkang kasar kagem boreh.
6.
Anak cacingen (mejen)
Lare alit ingkang cacingan umur 1- 3 taun
Adas, pulasari panjangipun sak driji, secang widara pethak, cendhana jenggi 5, kajeng ules 3 iji pun bakar, tumbar 5, trawas 2 lembar, pala setugel pun bakar, kencur 3 pucuk, bawang 3 pun bakar, madu, sere sak driji, ron lampes kaliyan ron sembukan 3 lembar
Sedaya pun pipis, pun pendhet toyanipun, pun saring lajeng dipun unjuk kagem jampi. Ampasipun kagem tapel
7.
Lare utawi tiyang sepuh gom
Sakit sing lambe utawi gusi ngatos ketingal pethak
Oyot sidagorin panjangipun 3 jari, oyot bayem abrit panjangipun 3 jari, adas 3 jodho, pulasari panjangipun 1 jari, kayu manis lan sere 1 driji, brambang 2 wungkul pun bakar.
Sedaya pun pipis, pun saring lajeng pun unjuk. Ampasipun pun tempelaken ingkang kenging gom. Saumpami punika dereng mantun, saget pun tambahi toya tajin sakcekapipun
Naskah-naskah atau arsip-arsip kuno tersebut bisa dikatakan menjadi sumber informasi pengobatan/ jamu tradisional  Jawa. Ibarat berpacu dengan waktu, pengetahuan tentang pengobatan tradisional sebaiknya tidak hanya berdasar pada arsip-arsip yang ada. Namun, bisa dilakukan melalui wawancara dengan para perajin, pedagang jamu gendhong ataupun pengobatan tradisional yang masih beroperasi. Hasil wawancara tersebut didokumentasikan. Karena pengetahuan tentang hal itu bisa digali jika pelakunya masih hidup. Karena tidak bisa dipastikan sang pelaku atau sang pemilik pengetahuan akan mewariskan ilmunya kepada keturuannya. Dan belum tentu pula yang diwarisi mau menerima pengetahuan dan ketrampilan yang dimiliki oleh pendahulunya. Â
Sedangkan untuk pengelola perpustakaan, untuk menjaga naskah-naskah atau arsip-arsip kuno supaya tetap bisa dinikmati oleh generasi Z dan sesudahnya salah satunya dengan digitalisasi. Sedangkan untuk arsip-arsip yang masih menggunakan aksara Jawa bisa dengan dialihbahasakan kemudian diterjemahkan menjadi Bahasa Indonesia. Supaya pengetahuan tentang pengobatan tradisional Jawa tidak hilang ditelan jaman.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H