Mohon tunggu...
Lipur_Sarie
Lipur_Sarie Mohon Tunggu... Lainnya - Ibu rumah tangga yang mencintai alam

Indonesia adalah potongan surga yang dikirimkan Sang Pencipta untuk rakyatnya

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Suran di Pringgondani

20 Juli 2023   11:49 Diperbarui: 20 Juli 2023   11:53 337
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Gb.2 Penampilan pertapaan Eyang Koconagoro 1 Suro (ft. Lipur)
Gb.2 Penampilan pertapaan Eyang Koconagoro 1 Suro (ft. Lipur)
Gb.3 Sendhang Gedhang(ft.Lipur)
Gb.3 Sendhang Gedhang(ft.Lipur)
Malam 1 Suro adalah perayaan yang memikat dan penuh misteri dalam tradisi bagi sebagian besar masyarakat Jawa. Setiap tahun, pada tanggal 1 Suro dalam penanggalan Jawa, masyarakat Jawa merayakan malam ini dengan keyakinan dan khidmat. Malam 1 Suro juga dipercaya sebagai malam yang sakral, dimana energi spiritual mencapai puncaknya. Keajaiban dan kepercayaan yang melingkupi telah menjadi bagian yang tak terpisahkan sehingga mampu menciptakan suasana misterius yang magis yang khas. Seperti kegiatan atau ritual yang terjadi di Pringgondani, desa Blumbang, Kabupaten Karanganyar, Jawa Tengah. Seperti apakah Pringgondani itu ? Bisa dibaca pada artikel saya sebelumnya :

https://www.kompasiana.com/sarie/62ece3af3555e40374393002/antara-eyang-koconegoro-pringgondani-dan-gatotkaca

Pagi itu, Rabu 19 Juli 2023 sekitar jam 07.00 wib kami berangkat dari rumah menuju Pringgondani. Sudah hampir lima tahunan kami tidak kesana. Selain kangen suasananya, olahraga menjadi salah satu tujuan kami. Dengan perjalanan yang termasuk santai dari Solo-desa Blumbang kami tempuh selama 1-5 jam. Sehingga kami sampai di lokasi jam 08.30 wib. Tempat parkir sepeda motor dan mobil bisa dikatakan penuh. Dan kamipun mencari tempat parkir mobil di lokasi yang berbeda. Oleh warlok yang bertugas disana, kami diminta untuk meninggalkan kunci mobil, karena mobil akan ditata olehnya. Sebelum kami meninggalkan lokasi parkir, kami diminta membayar parkir langsung Rp. 20.000,- "Hah? Mahal amat..."batin saya. "Mungkin karena ini tanggal 1 Suro", batin saya lagi. Dimana banyak orang banyak yang datang ke sana, ada yang menginap dan tidak. Sebelum kami berjalan menuju Pringgondani, kami harus lapor dan mengisi buku dan membayar @ Rp. 10.000,-. Dan sekali lagi, hal itu dilakukan oleh warlok atau warga lokal. Artinya...tempat tersebut belum dikelola oleh pemerintah terkait. 

Perjalanan menuju Pringgondani dimulai. Namun entah kenapa, sepanjang perjalanan anak kami sering berhenti. Jadi, estimasi waktu tempuh yang kami rencanakan dari tempat parkir sampai lokasi pertapaan Eyang Koconagoro antara 30 - 45 menit, jadi molor. Sehingga kami sampai di lokasi antara jam 10.00-an. Hmmm...perjalanan kami kali ini menjadi berbeda, karena banyak tamu yang datang kesana, sehingga rasa sepi dan kesan horor berkurang banyak. Tidak seperti saat kami datang pertama kali sekitar lima tahun lalu.

Lokasi pertama yang kami jumpai adalah Sendhang Gedhang. Disana sudah banyak bunga mawar yang disebar di sendhangnya, tapi tidak dijumpai orang yang tetirah. Setelah berjalan lagi, kami menjumpai persimpangan. Jika ke kanan menuju ke Sendhang Pitu. Tapi kami memutuskan untuk langsung menuju pertapaan Eyang Koconagoro saja, Sendhang Pitu nanti saja ketika mau pulang. 

Setelah sampai di pertapaan Eyang Koconagoro, lumayan banyak orang yang sudah berada disana. Sangat mungkin mereka sudah menginap disana pada malam sebelumnya. Ada dua bangunan samping kanan kiri pertapaan yang memang digunakan untuk menginap. Selain itu warung-warung yang ada disana juga menyediakan ruang-ruang untuk menginap bagi para tamu. Hanya berapa biayanya kurang tahu. Saya tidak sempat menanyakan kepada pemilik warung tempat kami ngopi, nge-mie dan menikmati gorengan tahu dan blanggreng (singkong goreng) khas Lawu. Tampak jelas suasana dan bangunan pertapaan Eyang Koconagoro sangat berbeda dengan hari-hari biasa. Warna cat baru, ada umbul-umbul, janur dan banyak karangan bunga di sekitar pertapaan. 

Setelah selesai makan dan minum di warung, kami melanjutkan ke Telaga Wali. Begitu hampir sampai ke lokasi tersebut, kami melihat dari anak tangga banyak orang yang beraktivitas disana. Baik laki, perempuan, orang tua sampai remaja. Ada yang sekedar berbincang, atau membakar dupa dan memanjatkan do'a. 

Sesampainya disana, saya lihat Mas Harsono sedang berbincang dengan beberapa orang. Mas Harsono adalah orang tinggal di Hargo Dalem sejak tahun 1968 dan karena "bisikan wahyu" dari Eyang Lawu beliau turun dan tinggal di Pringgondani sekitar tahun 2014 sampai sekarang. Mas Harsono adalah sosok yang tidak asing bagi para pendaki. Ilmunya tentang pendakian didapat langsung dari alam. Begitu saya hampir sampai di belakangnya, perbincangan tersebut selesai, dan saya langsung mengulurkan tangan sambil mengucap", kula nuwun, Mas Harsono...dospundi kabaripun?" Beliaupun menyambut jabatan tangan dan menjawab pertanyaan saya dengan gayanya yang khas. Obrolanpun terjadi. Dari spiritual, hidup dan kehidupan sampai politik. Kami bertiga banyak belajar dari beliau.

Dan obrolan yang asik tersebut "terpaksa" berhenti karena ada beberapa orang abdi dalem Kasunanan yang kirab dengan membawa satu tombak dan berpakaian hitam-hitam dengan samir khas Kasunanan dan tanpa alas kaki. Satu orang tanpa atasan. Semua laki-laki. Kami yang ada disitu spontan berdiri sebagai bentuk penghormatan terhadap aktivitas yang mereka lakukan. Kata Mas Harsono, selain kirab pusaka, mereka juga melakukan ritual mandi. Terutama yang tanpa baju atasan. Hanya mandi setahun sekali pas 1 Suro saja.

Di Telaga Wali tersebut berbagai orang dengan beragam latar belakang agama, kepercayaan, adat kebiasaan, pendidikan dan budaya ada. Disamping suasana alamnya yang ayem tentrem, rasa toleransi dan ke-bhinekaan bangsa ini sangat terasa.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun