Mohon tunggu...
Lipur_Sarie
Lipur_Sarie Mohon Tunggu... Lainnya - Ibu rumah tangga yang mencintai alam

Indonesia adalah potongan surga yang dikirimkan Sang Pencipta untuk rakyatnya

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Radio sebagai Laboratorium Mahasiswa

30 Desember 2022   09:07 Diperbarui: 1 Januari 2023   03:01 183
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Gb. 1 Yang kemaja biru berkacamata alm. Pak Errol (dokpri)

Sekitar tahun 2005 -2006 di ruang seminar STSI Surakarta. Lebih dari 15 orang mahasiswa dari Prodi Televisi dan Film, Pedalangan maupun Etnomusikologi STSI (Sekolah Tinggi Seni Indonesia) ditambah beberapa pegawai tampak serius mendengarkan materi yang diberikan oleh Bp. Errol Jonathan (selaku kepala Radio Surabaya), Bp. Aton Rustandi Mulyana, S.Sn., M.Sn, Bp. Zulkarnain Mistortoify, M.Hum, Kang Asep Nata.

 Beliau bertiga selaku Etnomusikolog. Materi-materi tentang keradioan dari kepenyiaran sampai produksi dan hal-hal lain  dibelakang layar yang begitu berharga dan baru buat kami. Beberapa kegiatan semacam Diklat yang diberikan sebelum launching radio komunitas STSI Surakarta mengudara.

Kami sangat antusias mengikutinya. Apa saja bekal yang harus dipunyai seorang penyiar termasuk senamnya juga diberikan Pak Errol pada salah satu kegiatan tersebut. Bagaimana cara membuat acara talk show ? Apakah bahasa tutur ? Apa itu take voice, bagaimana cara recording termasuk editing, semua diberikan. 

Pak Errol pernah berkata, yang dibutuhkan seorang penyiar adalah : terdengar pintar, terdengar cantik dan terdengar lincah. Mengapa ? Karena radio adalah sebuah media komunikasi dengaran. 

Jadi...para pendengar setia radio adalah orang-orang yang mempunyai aktivitas tinggi. Mendengarkan radio bisa sambil menyetir mobil, memasak, jongging atau kegiatan lain. Sangat berbeda dengan televisi. Jadi agak aneh ketika menghidupkan televisi tapi tidak ditonton. Karena disambil menyeterika  baju, atau mengepel lantai. 

Gb.2 Suasana recording dengan peralatan yang sangat sederhana (dokpri)
Gb.2 Suasana recording dengan peralatan yang sangat sederhana (dokpri)

Namun, kegembiraan akan pelajaran baru yang kami terima saat itu, bukan tanpa hambatan dan rintangan. Banyak masalah dilapangan yang kami jumpai. Mulai kesulitan mencari frekuensi Fm sampai cibiran kami terima. Tapi tidak sedikit pula yang memberikan dukungan dengan memberikan ide-ide serta masukan tentang acara-acaranya. 

Namun, satu persatu masalah bisa kami atasi. Ruang siaran sudah kami dapatkan dengan izin pimpinan terkait tentunya, frekuensi, bahkan nama radionya. 

Setelah diskusi dengan para mahasiswa, akhirnya nama radio komunitas kami dapatkan. Intro Fm. Jinggle dan tag linenya juga segera dibuat. 

Ya...radio Intro Fm tempat saya dan para mahasiswa yang punya perhatian di bidang broadcast menjadi tempat berkumpul sambil belajar. Belajar menyusun siaran dan jam-nya. 

Mengapa Intro Fm masuk jenis radio komunitas ? Karena jangkauan siarnya sangat terbatas. Hal tersebut dikarenakan terbatasnya sarana dan prasarana yang kami punya. Meskipun Intro Fm hanya sebatas radio komunitas, tapi kami harus punya jenis-jenis siaran yang berbeda dengan radio-radio lain. 

Ada siaran Bothekan yang mengulik tentang seni. Baik tari, karawitan, pedalangan, kuliner khas Solo atau lainnya. Bisa menghadirkan tokoh atau tidak. Ada pula siaran yang bertajuk Mata Bunyi, yaitu acara yang sedikit bercerita tentang sesuatu. Misalnya tentang tari Srikandi Mustokoweni. 

Apa latar belakang dari tarian tersebut, bagaimana iringannya dan ditarikan oleh siapa. Untuk acara ini, bentuknya recording dan durasinya sebentar, kurang lebih hanya 5 menit.  Supaya bisa diperdengarkan berulang lagi dan sewaktu-waktu. Ada pula siaran Talk show dengan tokoh yang kami ambil dari dosen yang ada di kampus. 

Membuat sandiwara dengan menggunakan bahasa Jawa. Ketiga materi siaran tersebut ditayangkan dalam bentuk recording. Sedangkan untuk kirim salam lewat lagu masuk siaran live. Namanya siarannya adalah Mat-Matan. Ada yang lagu-lagu anak muda baik lagu Indonesia maupun lagu barat. 

Adapula lagu-lagu campursari dan keroncong. Untuk Mat-Matan keroncong dan campursari penyiarnya menggunakan bahasa Jawa kromo inggil (bahasa Jawa halus). 

Ada lima orang yang menjadi penyiar tersebut. Dua mahasiswa, tiga pegawai. Dan saya salah satu dari tiga pegawai tersebut dengan jam siar 12.00 - 13.00 wib saat jam istirahat. Sehingga tidak mengganggu pekerjaan. Kami bertiga bergantian hari, sesuai jadwal yang sudah disusun. Satu operator satu penyiar. 

Apakah radio komunitas itu bertahan sampai sekarang ? Tidak ! Ada masalah-masalah yang kami hadapi dalam perjalanannya. Salah satunya ketika musim ujian. Kami tidak bisa mengharuskan para mahasiswa tetap siaran meskipun dengan model recording. Akibatnya kru Intro Fm datang dan pergi. Lama tidak siaran atau mengoperatori tiba-tiba datang dan langsung tancap gas. 

Belum lagi ketika satu per satu dari mereka lulus. Ada yang langsung pulang ke daerah masing-masing atau diterima kerja di luar Solo. Otomatis awak radio semakin berkurang. Belum lagi masalah pendanaan. Ketika dana dari program lembaga tentang keradioan masih ada, semua baik-baik saja. Tapi sudah habis, apa yang kami lakukan supaya Intro Fm tetap mengudara ? 

Kami patungan untuk membeli pulsa. Supaya cara Mat-Matan tetap berjalan. Karena cara berkirim salam atau meminta lagu melalui HP. Kalau untuk konsumsi, kami membawa dari rumah atau kos. Semisal kue kering tahu minuman sashet bisa ditinggal di ruang siaran. Karena di ruang recording tidak diperbolehkan ada kegiatan makan dan minum. Bahkan ukuran temperatur AC ada aturannya sendiri. 

Karena ada penambahan jumlah mahasiswa Pasca Sarjana dan akan membuka Program S3, maka banyak perubahan yang terjadi. Baik dari sisi ruang, sdm maupun pejabatnya. Dua ruang yang semula kami jadikan ruang siar dan recording diambil Instansi untuk ruang kuliah Pasca Sarjana. Semua alat yang ada disana dipindahkan ke Prodi Etnomusikologi. Karena ada salah satu mata kuliah yang berkaitan erat dengan kegiatan keradioan. Sehingga alat-alat yang sudah tidak dipakai radio, masih bermanfaat di sana.

Suatu ketika, saya bertemu dengan salah satu awak Intro Fm yang notabene adalah alumni Prodi Etnomusikologi. Setelah lulus, dia langsung bekerja di salah satu desa yang agak terpencil Kabupaten Sragen sisi timur. Dia bercerita kalau ilmu yang didapat saat di radio waktu sangat bermanfaat dan bisa diaplikasikan kepada murid-muridnya. Sehingga sang guru baru beserta murid-muridnya memberikan sesuatu yang belum pernah ada sebelumnya, dan membuat masyarakat sekitar memberikan apresiasi yang luar biasa.

Meskipun Pak Errol Jonathan sudah pergi meninggalkan kita semua untuk menghadap Sang Ilahi lebih dari setahun yang lalu, namun ilmu yang pernah alm berikan akan tetap mengalir. Semoga menjadi amal ibadahnya di sana.

                                                                               Terima kasih, Pak Errol....

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun