Bagi pecinta wayang, terutama cerita Mahabharata pasti sudah tidak asing dengan tokoh Gatotkaca dan Pringgondani sebagai kasatriyannya.Â
Benar, Gatotkaca adalah anak dari Bima dengan Dewi Arimbi dari bangsa raksasa. Nama kecil Gatotkaca adalah Jabang Tetuka dan setelah dewasa diberi wilayah kekuasaaan atau kasatriyan Pringgondani. Kasatriyan adalah tempat untuk seorang satriya. Namun, Pringgondani disini bukanlah Pringgondaninya Gatotkaca. Â
Pringgondani disini adalah sebuah tempat tetirah yang berlokasi di desa Blumbang, Kecamatan Tawangmangu,Kabupaten Karanganyar, Jawa Tengah dengan ketinggan 1.300 Mdpl. Tetirah sendiri dalam KBBI (Kamus Besar Bahasa Indonesia) mempunyai arti pergi ke suatu tempat lain dan untuk sementara waktu.Â
Contohnya untuk memulihkan kesehatan dll. Sehingga, bagi sebagian orang yang datang kesini adalah untuk bermalam atau menginap. Lantas, bila yang datang tapi tidak menginap apakah tidak boleh ? Boleh-boleh saja.Â
Dan bukan rahasia lagi, bahwa Gunung Lawu adalah gunung dengan seribu misteri. Pun dengan Pringgondani. Pringgondani berasal dari kata pring (bambu), nggon (tempat), dani/ndandani(memperbaiki). Sehingga bila digabung Pringgondani adalah tempat atau lokasi untuk memperbaiki diri.
Laku spiritual bagi sebagian besar masyarakat Jawa adalah yang biasa/lumrah. Terlebih di bulan Suro seperti sekarang. Sudah sejak dulu Pringgondani dikenal sebagai tempat wisata religi dan masuk dalam kawasan hutan Perhutani.Â
Untuk menuju tempat ini dibutuhkan fisik yang kuat. Kontur tanah yang naik turun dan udara dingin banyak pepohonan tinggi dan suasana sunyi menambah kesan wingit dan angker lokasi ini.Â
Siang hari saja sudah terasa apalagi malam. Banyak yang kesana dengan maksud/keinginan-keinginan tertentu. Misalnya naik jabatan, bisnis lancar, karir cemerlang, study lancar atau hanya olahraga sambil menikmati segarnya udara pegunungan.Â
Jika rejeki, saat kita sampai atau saat kita mau pulang atau selama perjalanan disana kita akan ditemani burung Jalak Lawu atau Anis Gunung dengan bahasa Latin Turdus Poliocephalus. Burung kecil gesit dan lincah yang berbulu hitam dengan paruh merah.Â
Mengapa lokasi ini wingit ? Karena lokasi ini dipercaya sebagai komplek pertapaan, salah satu petilasan Raja Majapahit terakhir. Yaitu Prabu Brawijaya V saat melarikan diri dari musuhnya (Raden Patah) dan moksa di puncak Lawu (Hargo Dumilah).Â
Sebelum Prabu Brawijaya V moksa, tempat tersebut sudah diserahkan kepada Eyang Koconegoro. Di tempat ini pula Eyang Koconegoro bertapa dengan menancapkan tongkat ke tanah sebagai media mendekatkan diri kepada Sang Pencipta.Â
Konon dari tongkat itu, tumbuh pohon menjadi pohon besar dan kayunya disebut kayu liwung. Kayu bertuah. Apa saja manfaatnya ? Silakan searching di Google.Â
Adapun beberapa tempat yang dikeramatkan di lokasi tersebut antara lain :
1. Sendhang Gedhang Selirang, bendungan aliran sungai.
2. Pertapaan Eyang Koconegoro berada di lereng bukit sebelah utara Sendhang Gedhang Selirang.
3. Sendhang Panguripan, terletak di lereng barat Pertapaan Eyang Koconegoro.
4. Sendhang Penganten (Pancuran Pitu/tujuh) sering digunakan untuk mandi, bersuci, pengobatan alternatif dan  bermeditasi. Dinamakan Pancuran Pitu, karena memang ada tujuh aliran air yang dingin dan jernih dari tujuh sumber yang berbeda.
5. Sendhang Muria, terletak di sebelah timur Sendhang Penganten. Berupa air terjun dan kolam penampungan.
6. Sendhang Genthong, terletak di sebelah kanan jalur Telaga Wali menuju Goa Pringgosari. Â
Sendhang adalah istilah dalam bahasa Jawa yang artinya adalah tempat untuk menampun air.
Setelah mengetahui beberapa lokasi yang dianggap keramat tersebut, apakah ada keinginan untuk kesana ? Â
                                                     #SALAMBUDAYA
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H