Mohon tunggu...
Dinda Ayu Permata Sari
Dinda Ayu Permata Sari Mohon Tunggu... Lainnya - Mahasiswa

Peternakan

Selanjutnya

Tutup

Entrepreneur Artikel Utama

Krisis Petani Muda di Tengah Ancaman Krisis Pangan

2 Agustus 2022   11:59 Diperbarui: 3 Agustus 2022   05:30 468
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Ancaman krisis pangan sebagai dampak perubahan iklim, pandemi Covid-19, dan perang Rusia-Ukraina semakin gencar digaungkan. 

Rendahnya produksi bahan pangan yang tidak mampu mengikuti laju pertumbuhan penduduk yang sangat cepat, menyebabkan kesenjangan antara suppy demand menjadi masalah yang ditemui hampir di seluruh belahan dunia. 

Impor bahan pangan untuk mencukupi kebutuhan dalam negeri pun tidak dapat menjadi harapan jangka panjang karena pangan merupakan kebutuhan primer yang setiap negara membutuhkannya. 

Harga pangan tidak stabil dan terus meningkat, ketersediaannya mulai langka, dan akhirnya mulai terasa arti dari "ketahanan pangan dan swasembada" yang sejak dulu selalu menjadi andalan pemerintah dalam pembuatan program percepatan produksi di sektor pangan, meskipun hasilnya belum nampak nyata hingga sekarang.

Di sisi lain, selain dampak dari tiga faktor yang sering disebutkan di atas, ada faktor penting yang nampaknya jarang tersorot dan kurang menjadi perhatian, yaitu krisis petani. 

Seperti diketahui, petani adalah tulang punggung pangan dalam negeri, yang semakin hari semakin meredup eksistensinya. 

Data Bappenas mencatat bahwa jumlah petani Indonesia turun drastis dari 65.8% dari total pekerja pada 1976 menjadi 28% pada 2019, dan diprediksi bahwa Indonesia akan kehabisan petani pada 2063. 

Ini tentu menjadi ancaman serius bagi masa depan pangan dalam negeri. Petani-petani yang ada saat ini, didominasi usia tua yang sudah tidak produktif (di atas 50 tahun). 

Keterbatasan kemampuan dan tidak adanya regenerasi petani muda menjadi faktor pembatas peningkatan produksi dan bisa jadi faktor inilah yang menjadi salah satu tantangan mengapa pengembangan di sektor pertanian sulit dilakukan.

Sektor pertanian, golongan marjinal

Sektor pertanian yang masih dianggap sebagai sektor golongan marjinal, identik dengan kotor serta memiliki penghasilan yang tidak tentu, membuat para orang tua yang bermata pencaharian sebagai petani pun beramai-ramai mengirimkan anaknya ke kota dengan harapan anaknya kelak memiliki kehidupan yang lebih layak daripada harus melanjutkan mata pencaharian mereka sebagai petani. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Entrepreneur Selengkapnya
Lihat Entrepreneur Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun