Mohon tunggu...
sari asriani
sari asriani Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa Politeknik Negeri Jakarta

Mahasiswa jurnalistik di Politeknik Negeri Jakarta

Selanjutnya

Tutup

Diary

Apa Bapak Masih Ingat?

4 Juli 2024   14:00 Diperbarui: 4 Juli 2024   14:01 26
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Diary. Sumber ilustrasi: PEXELS/Markus Winkler

Sejak kecil aku hidup di keluarga yang cukup harmonis. Ada Bapak, Mama, aku, dan adik. Kami tinggal di atap yang sama. Walau hidup pas-pasan, kami bahagia kok waktu itu.

Setiap hari, kami sekeluarga selalu sholat berjamaah bareng Bapak. Biasanya adik yang qomat, Bapak yang jadi imam. Suara Bapak merdu lho kalau jadi imam, hehe.

Sehabis maghrib, aku dan adik rutin diajarin ngaji sama Bapak. Mulai dari bacaan sholat, hafalan surat, bacaan wudhu, sampai buku iqro’ diajarin dan dituntun sama Bapak. Aku dan adik sering ketawa-ketawa kalau Bapak ngajarin baca huruf 'tsa', soalnya lucu banget lihat Bapak meragain huruf itu karena lidahnya dijepit. Kadang Bapak ikut ketawa, kadang Bapak marah juga karena kita jadi ketawain Bapak terus, bukannya ngaji. 

Bapak memang orangnya tegas, tapi lucu juga sih… (kadang).

Bapak kerjanya di rumah, ngejahit. Bapak suka banget bikinin aku baju. Waktu kelas tiga sekolah dasar, saat aku tampil di TVRI aja, Bapak yang jahitin bajunya. Bagus lho, dibikinin gaun sama Bapak.

Iya, dulu aku sempat nyanyi di TV, nama programnya “Ayo Bernyanyi”. Hahahaha lucu deh kalo inget dulu, demi bisa tampil di TV, harus ke studionya dulu h-5 untuk cocokin nada, terus baru deh ke TVRInya langsung yang jaraknya beda jauh. Sudah se-effort itu ternyata cuma dibayar 100 ribu kalau nggak salah. Ya… gapapa lah, yang penting udah dipamerin ke keluarga di kampung, hehe.

Walau Bapak cuma ngejahit di rumah, tapi Alhamdulillah rezekinya ada aja.

Sampai suatu saat, Bapak ditawari untuk kerja di luar kota. Karena gajinya lumayan dibanding kerja di rumah, akhirnya di iya-in sama Mama.

Mulai dari di Bekasi, Kalimantan Timur, Kalimantan Barat, sampai berbagai daerah di Papua Bapak sudah pernah coba. Walaupun selalu khawatir kalau Bapak kerja di Papua, karena kan di sana ramai KKB (Kelompok Kriminal Bersenjata). Pernah saat itu Bapak sampai mengungsi karena katanya lagi ada kerusuhan dan lagi pada bakar ruko-ruko. Bapak susah dihubungi, aku sampai cari-cari info di Twitter, kali aja ada yang lihat Bapakku dan bisa tolongin. Takut aja kalau Bapak kenapa-napa. Ya… tapi Alhamdulillahnya Bapak gak kenapa-napa.

Tiap hari Bapak selalu telpon kita, bertanya “sudah makan belum?” dan satu pertanyaan yang selalu Bapak tanya “sudah sholat belum?”. Bapak nggak pernah lupa untuk ingatkan kami untuk gak ninggalin sholat. Kata Bapak, sesibuk apapun kita, harus tetap ingat sama Allah.

Bapak kerjanya semakin jauh dan semakin sibuk. Dari yang awalnya pulang 3 bulan sekali, 5 bulan sekali, 6 bulan sekali, 1 tahun sekali, sampai…. nggak pulang sama sekali.

Dari yang sering nanya kabar, sampai nggak ada kabar sama sekali. Bingung deh, ini Bapak kemana? nggak sayang lagi kah sama kita? kok Bapak nggak ngingetin kita sholat lagi sih? emang Bapak nggak khawatir kalau kita belum makan? emang Bapak nggak mau tau kalau kita kebingungan makan untuk sehari-hari?

Ternyata, kayaknya Bapak memang nggak peduli, karena Bapak cuma memperdulikan dirinya dan…. istri barunya. 

Bapak menikah lagi. 

Tanpa sepengetahuan Mama, aku, adikku, dan juga keluarga besarku. 

Aku bingung, kok mereka jahat banget ya? kok mereka nggak kasih tau Mama sih kalau mereka menikah lagi? kok perempuan itu tega ya merebut Bapakku? padahal kan perempuan itu tau kalau Bapakku masih punya istri dan dua anak.

Pertanyaan-pertanyaan itu masih menghantui sampai sekarang. Kenapa Bapak seolah-olah lupa jika masih memiliki dua orang anak yang masih harus ditanggung hidupnya? kenapa Bapak seolah-olah lupa bahwa kedua anaknya masih membutuhkan sosoknya?

Padahal, sejak kecil aku selalu pengen bikin Bapak bangga. Mulai dari menang lomba mewarnai waktu TK, juara kelas saat SD, sampai menang lomba puisi tingkat kota waktu SMP. Aku juga diterima di Perguruan Tinggi Negeri tanpa campur tangan Mama dan Bapak, semua itu cuma pengen bikin Bapak bangga. Walaupun waktu aku mau kuliah, Bapak sangat nggak mendukung karena katanya nggak punya uang. Bahkan sekarang aku bisa kuliah tanpa uang dari Bapak, lho Pak.

Seiring berjalannya waktu, aku sudah bisa berdamai dengan kenyataan. Meski awalnya berat dan bingung harus nyari uang kayak gimana supaya bisa tetap hidup, tetapi ternyata kita bisa kok hidup nikmat sampai sekarang. Walaupun pas-pasan, tapi sudah Alhamdulillah.

Kuncinya, jangan mengeluh. Mama selalu bilang, rejeki itu datang dari mana aja. Jangan meragukan Allah, karena Allah tau mana yang terbaik buat kita. Allah sudah atur semuanya, nggak perlu mempertanyakan besok makan apa, itu tanda kalau kita meragukan Allah. Selalu belajar bersyukur dan percaya kalau hidup pasti baik-baik aja. Sebesar apapun rintangan yang lagi dihadapi, pasti ada jalannya. Selalu percaya sama Allah.

Untuk Bapak, tunggu aku sampai aku sukses ya. Walau Bapak tak ingat aku, tapi aku selalu ingin buat Bapak bangga.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Diary Selengkapnya
Lihat Diary Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun