gesekan menyayat rebab malam ini terdengar begitu perih
seperih nasib para pelakon yang bahagia di atas pentas
sementara perut terpaksa dilipat demi gelak pirsawan
tawa pura-pura
tangis sebenar sedan
segala lara semerah barah tertutup gincu enci warna kirmizi
apa gendhing yang teralun hari ini?
ladrang cina nagih pelog pathet barang?
atau gendhing babar layar bedhaya?
ah, bukankah hidup pekerja seni tak lebih bang bang wetan?
tanpa subsidi apalagi kompensasi
mungkin nanti mati tanpa catat prestasi
terkubur bersama rindu akan bungkas budaya
masihkah ada ayak-ayakan terdengar hari ini?
dari suara slenthem yang ikuti tabuh saron, ricik dan balungan
sebelum gong berbunyi menutup pagelaran
atau sukma kami terus menghuni taman budaya, katanya
dan mainkan gamelan pendhapa meski tanpa dupa
#poeds 060623
catatan : puisi ini ditulis dengan typographi tanpa huruf kapital
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H