Mohon tunggu...
sari aryanto
sari aryanto Mohon Tunggu... Editor - Fiksi Diksi Kopi

Fiksi Diksi Kopi

Selanjutnya

Tutup

Fiksiana

Jubah Hitam Seorang Janda (3)

10 November 2021   19:28 Diperbarui: 10 November 2021   19:52 329
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Dokumentasi Pribadi

Tiga bulan telah berlalu, Maryam kembali menjalani hidup dengan normal. Setengah normal tepatnya. Perempuan itu menghabiskan harinya dengan bekerja keras, untuk melupakan kehilangan besar dalam  hidupnya. Bersyukur, kantor tempatnya bekerja memberikan dispensasi untuk dapat mengerjakan tugasnya dari rumah. Sehingga mengurangi tatapan tetangga yang Maryam rasa seolah menghakiminya.

Mike, sahabat sekaligus rekan kerjanya terus membantu cari informasi keberadaan Aisyah. Sesekali lelaki dengan tattoo di hampir sekujur tubuhnya itu, menyambanginya di rumah. Sekadar mengantarkan beberapa keperluannya yang tidak bisa dia beli sendiri, karena Maryam masih trauma dengan tempat kejadian Hafiz mengalami penganiayaan.

Selama itu, tak satu pun kabar tentang keberadaan Aisyah diterima. Setiap ada waktu luang, perempuan di awal tiga puluhan itu berkeliling menyusuri jalan. Sendiri.  Bagaimana pun dia perempuan yang harus menjaga diri dari prasangka buruk lingkungan sekitar. Akan tetapi, Maryam selalu menghindari jalanan depan toserba.

***

Minggu pagi, Maryam memasukkan kardus-kardus berisi alat tulis dan tas sekolah ke dalam mobil. Sedianya, dia akan pergi ke Panti Asuhan Harapan Bunda untuk bersedekah dan minta doa agar segera dapat berkumpul dengan Aisyah.

"Pagi, Jeng. Mau kemana kok sudah rapi?" sapa Bu Darso, tetangga sebelah.

Maryam tersenyum di balik cadarnya, perlahan dia mendekati perempuan setengah baya yang menyapanya.

"Saya mau Panti, Budhe. Insyaallah ini bentik ikhtiar saya mencari Ais. Budhe mau ke gereja? Mau bareng saya?" jawab Maryam sopan.

Bu Darso tertegun, tangannya mengusap wajahnya. Apakah aku salah dengar? Jeng Maryam menawariku untuk ke gereja bareng? batinnya.

Maryam lagi-lagi tersenyum dari balik cadarnya, "Bagaimana, Budhe?"

"Eh, endak, Jeng! Aku sama bapak, kok!" sahut Bu Darso tergagap, "Jeng Maryam kok ...."

"Kenapa, Budhe? Saya baik-baik saja," sahut Maryam, "Jangan lihat saya begitu, ah! Saya malu," ujarnya lagi.

Bu Darso tersenyum, kemudian berbisik sesaat sebelum Pak Darso menghampiri, "Tak kira Jeng Maryam ini anti sama Non Muslim seperti saya, lho."

Maryam masih berdiri di tempatnya berdiri, pandangannya mengikuti kedua suami-istri yang berlalu lima menit berselang. Adakah yang salah dengan sikapku selama ini? keluhnya dalam hati. Perlahan Maryam berjalan ke dalam rumah, sebelum meninggalkan rumah dia memastikan semua aman. Setelah mengunci pintu-pintu, perempuan itu berangkat ke panti tujuannya.

***

Satu jam duapuluh menit kemudian, Maryam memasuki kantor panti untuk bertemu dengan Rabina, kawan lama dari kota kelahirannya, yang bekerja sebagai Kepala Panti.

"Doakan aku, Na," pinta Maryam seraya menyusut airmata dengan ujung jilbab lebar yang ia kenakan pagi ini.

"Insyaallah, Mar. Semoga segera dipertemukan dengan Aisyah," jawab Rabina lirih, kemudian mengajaknya mengunjungi anak-anak di aula.

Mata Maryam kembali berkaca-kaca, saat melihat anak-anak panti yang pagi itu dikumpulkan. Apalagi setelah pandangannya bertemu dengan gadis kecil seumuran Aisyah, jantungnya berdetak lebih keras.

"Yang berbaju orange bunga-bunga siapa?" bisikknya pada Rabina.

"Kami memberinya nama Mentari, karena kami menemukannya saat matahari terbit."

Maryam menatap Rabina keheranan, "Menemukannya?"

"Iya! Kami menemukan Mentari dua bulan lalu di jalanan saat belanja ke pasar. Anak itu tidur di emperan toko sembako langganan kami," jawab Rabina.

 Maryam mendekati gadis kecil itu, menyapanya ramah, tapi Mentari hanya menatapnya tajam tanpa bersuara sepatah kata pun.

"Mentari tidak bisa bicara, Mar." Rabina yang mengikutinya menjelaskan.

"Bisu?"

"Ke kantor, Yuk! Nanti kuceritakan semuanya."

(bersambung)

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Fiksiana Selengkapnya
Lihat Fiksiana Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun