social distancing dengan mengatur antrian sehingga setiap orang selalu berjarak. Namun selalu saja ada yang mengabaikan. Bukan hanya satu dua orang, namun hanya sebagian kecil yang memang sadar tanpa diminta oleh petugas.
Nah, dari pemeriksaan kelengkapan, metal detector dan check in, sebenarnya para petugas sudah berupaya menerapkanPun halnya setelah masuk ruang tunggu. Tempat duduk memang sudah dibuat berjarak dengan memberi tanda tempat yang boleh diduduki dan yang yang harus dikosongkan. Satu tulisan "Kami sedang berlatih menjaga jarak sosial" membuat saya sedikit pesimis. Hanya berlatih? Padahal terjemahan bahasa Inggrisnya sudah tepat "We are practicing sosial distancing" yang seharusnya "Kami sedang menerapkan pembatasan sosial", bukan "berlatih pembatasan sosial."
Masuk ke pesawat juga belum sepenuhnya menerapkan pembatasan sosial. Hampir tak ada jarak 1,5 meter yang ditetapkan walau pun sudah diberi tanda agar batas tiap orang berdiri mempunyai jarak 1, meter. Namun tetap saja ada yang mengabaikan.
Hal yang aneh ketika saya mencoba menerapkannya, barisan saya justru dipotong oleh penumpang lain karena merasa ada ruang kosong yang saya buat. Saya hanya bisa geleng-geleng kepala.
Duduk di pesawat sudah berjarak. Baris tengah sudah dikosongkan, sehingga kursi penumpang yang semula diisi oleh 3 penumpang, sekarang hanya diisi oleh 2 penumpang dengan kursi penumpang di tengah dikosongkan.
Masalah justru terjadi setelah mendarat. Flight attendat sudah menginstruksikan agar penumpang dapat turun secara teratur dimulai dari penumpang dengan nomor 1-5 di bagian depan dan 35-39 di bagian belakang.Penumpang lain diminta untuk tetap duduk dan tidak mengambil bagasi terlebih dahulu.
Tetap saja penumpang mengabaikannya. Begitu pesawat berhenti, penumpang di bagian tengah sudah pada berdiri dan menurunkan bagasi. Menimbulkan antrian dan pastinya tak ada lagi social distancing. Di sinilah saya merasa ingin tepok jidat.
Dari sini saya melihat bahwa pihak maskapai dan angkasa pura sendiri telah menerapkan protokol ketat dalam mencegah penularan Covid. Namun sekali lagi, penumpang sulit sekali untuk bisa sadar bahwa kita sudah menjalankan tatanan baru dalam menggunakan pesawat udara.
Meski pun sudah berkali-kali flight atendant menyampaikan agar penumpang menerapkan social distancing, namun sepertinya bagi sebagian besar penumpang, ucapan itu hanya sebatas slogan.
Saya berkesimpulan tidak ada yang benar-benar aman. Jika pemerintah telah mengeluarkan regulasi agar dapat melakukan perjalanan dengan pesawat udara, maka tetap ada celah kebijakan ini menimbulkan celah pelanggaran. Jika maskapai dan angkasapura telah menerapkan protokol ketat, maka penumpang adalah sumber masalahnya. Kesadaran untuk menerapkan protokol pencegahan Covid secara serius masih sebatas cita-cita yang belum dicapai.
Akhirnya, perjalanan saya Jambi-Jakarta akan saya lanjutkan dengan Jakarta-Medan. Mudah-mudahan dalam perjalanan lanjutan ini, hal seperti ini tidak lagi saya temukan. Semoga tulisan ini membawa kesadaran bagi calon pengguna transportasi udara di masa pandemi ini.