Mohon tunggu...
Sarianto Togatorop
Sarianto Togatorop Mohon Tunggu... Guru - Pengajar yang menyukai kebebasan

Seseorang yang tak tahu kalau dia ada

Selanjutnya

Tutup

Hukum Pilihan

Membunuh Suami, Istri Dihukum Mati dan Anak Jadi Yatim Piatu

5 Juli 2020   12:05 Diperbarui: 5 Juli 2020   12:07 328
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Anak kecil yang sedih (sumber: endrosefendi.com)

Sedang hangat-hangatnya pemberitaan tentang pembunuhan Jamaluddin, hakim Pengadilan Negeri (PN) Medan, yang tewas dalam aksi pembunuhan berencana yang dilakukan oleh istrinya dengan dibantu oleh dua rekan pelaku. Sebagaimana diberitakan dalam situs merdeka.com, 1 Juli 2020.

"Tiga terdakwa pembunuhan berencana terhadap hakim Pengadilan Negeri (PN) Medan, Jamaluddin, dinyatakan terbukti bersalah. Zuraida Hanum (41), yang merupakan istri korban dan sebagai otak pelaku, dijatuhi hukuman mati (Merdeka.com)."

Prahara rumah tangga diduga menjadi motif aksi keji ini. Berbagai isu merebak seputar kehidupan rumah tangga keduanya, mulai dari korban yang kabarnya mempunyai hubungan dengan wanita lain, hingga pelaku yang juga mempunyai hubungan asmara dengan rekannya, Jefri (42). Reza (28), pelaku ke tiga, adalah adik dari Jefri.

Kronologi Kejadian
Terlepas dari benar tidaknya isu kisruh rumah tangga keduanya, namun dari pemeriksaan didapati bahwa pelaku sudah merencanakan pembunuhan terhadap korban. Terbukti dari pembunuhan ini dimulai dengan aksi menjemput dan menyembunyikan dua pelaku di rumah korban yang dilakukan oleh Istri korban sendiri, sebagai otak aksi pembunuhan ini.

Dikutip dari Beritasatu.com, 8 Januari 2020, menurut kesaksian Irjen Polisi Martuani Sormin, Zuraida menjemput kedua pelaku pembunuhan, Jefri dan Reza dari Pasar Johor Medan sekitar pukul 19.00 WIB. Zuraida kemudian membawa kedua pelaku dan menyembunyikannya di lantai 3 kediamannya.

Sekitar pukul 22.00 WIB, korban pulang ke rumahnya. Setelah membersihkan diri korban langsung tidur. Zuraida sendiri berpura-pura telah tertidur di sisi Kanza (7) buah hati mereka, dengan Kanza ada di tengah-tengah korban dan pelaku.

Pukul 01.00 WIB, Zuraida naik ke lantai 3 untuk memanggil kedua pelaku lainnya. Ketiganya lalu menuju kamar tidur di mana korban tengah terlelap. Jefri mengambil kain di sisi tempat tidur korban untuk membekap hidung dan mulut korban, Reza memegangi kedua tangan korban dan Zuraida berbaring menghimpit kaki korban dan menenangkan putri korban agar tertidur kembali karena terbangun saat pembunuhan berlangsung.

Pilunya, kejadian pembunuhan ini berlangsung di sisi anak yang masih berusia 7 tahun. Entah terbangun seperti apa, entah secara sadar melihat kejadian, atau mungkin hanya terjaga saat kejadian, namun peristiwa pembunuhan itu terjadi di sisi puteri kecil itu.

Setelah korban tewas, sekitar pukul 03.00 WIB ketiganya memakaikan seragam olahraga PN Medan, seragam yang sering dikenakannya di hari Jumat, kemudian mengangkat jenazah korban dan memasukkannya ke mobil Land Cruiser yang biasa digunakan korban untuk bekerja. Jenazah korban diletakkan di baris kedua seat, Jefri duduk di posisi pengemudi dan Reza di sebelahnya. Zuraida berperan membuka dan menutup pintu garasi.

Jefri dan Reza membawa jenazah korban menggunakan mobil milik korban. Di tengah jalan mobil berhenti, Reza mengambil sepeda motor untuk digunakan keduanya setelah membuang jenazah korban nantinya. Korban dibawa ke arah Berastagi, Tanah Karo. Saat menemukan jurang, mobil korban dibiarkan menyala sehingga masuk ke dalam jurang kebun sawit. Kedua pelaku lalu segera meninggalkan lokasi.

Pukul 16.00 WIB mobil dan jenazah korban ditemukan oleh warga yang menuju ke kebun sawit. Kejadian ini langsung dilaporkan, dan jenazah langsung dibawa ke RS Bhayangkara Medan.

Beberapa Kejanggalan
Dikutip dari berbagai sumber berita, beberapa kejanggalan bermunculan dalam pemeriksaan kasus ini, di antaranya:

  • Posisi jenazah di baris kedua. Jika ini adalah kecelakaan kenapa jenazah korban ditemukan di baris kedua seat, bukan di seat pengemudi. Kemudian posisi jenazah ditemukan dalam posisi terbaring, bukan duduk di seat pengemudi. Kemudian jika ada orang lain yang mengemudikan mobil, ke mana dan bagaimana kondisinya, mengapa tidak ada tanda-tanda pengemudi mengalami luka
  • Korban hampir tidak pernah meninggalkan rumah sepagi itu. Biasanya korban akan berangkat bekerja setelah lewat pukul 05.00 WIB, tidak pernah sebelum itu
  • Tempat kecelakaan yang berbeda dari rute bekerja korban. Kenapa korban menuju arah Berastagi sementara PN Medan ada di Kota Medan
  • Seragam yang digunakan korban. Korban adalah humas PN Medan, sebelumnya telah mengumumkan bahwa hari Jumat (tepat dengan hari pembunuhan korban) kegiatan senam ditiadakan, sehingga seluruh pegawai PN Medan tetap menggunakan batik. Namun pada saat ditemukan, korban menggunakan seragam olahraga, padahal korban sendiri yang membuat pemberitahuan bahwa pada hari itu seluruh pegawai wajib mengenakan batik
  • Zuraida menolak jenazah suaminya divisum. Mengingat korban adalah hakim, maka demi hukum otopsi tetap dilaksanakan dan ditemukan bahwa penyebab kematian adalah kondisi lemas, kekurangan oksigen
  • Pengakuan Zuraida, istri korban yang mengatakan bahwa belakangan ini rumah mereka sering diteror dan pagar rumah ditabrak orang tak dikenal. Menurut Kenny, putri sulung korban, pagar rumah mereka tidak pernah mengalami kerusakan.

Dari kejanggalan-kejanggalan inilah akhirnya kasus ini dapat diungkap.

Hukuman Mati
Sidang Putusan PN Medan, Rabu, 1 Juli 2020 memutuskan bahwa Zuraida secara sah dan meyakinkan telah melakukan pembunuhan berencana terhadap hakim PN Medan, Jamaluddin, yang tak lain adalah suaminya sendiri. Kepadanya, majelis hakim yang diketuai Hakim Erintuah Damanik, memberikan vonis hukuman mati.

Jefri yang merupakan pelaku pembunuhan divonis hukuman seumur hidup sementara Reza yang membantu aksi pembunuhan ini divonis hukuman 20 tahun penjara. Hukuman yang secara hukum tertulis mungkin setimpal, namun apakah nyawa setimpal dibalas dengan nyawa?

Dampak lain dari hukuman ini adalah terhadap Kanza, puteri kecil Jamaluddin dan Zuraida. Kehilangan ayah yang dibunuh oleh ibu kandungnya, tepat di sebelahnya, kini akan merasakan kehilangan kedua setelah ibunya juga dijatuhi hukuman mati. Tinggal menunggu waktu, Kanza akan menjadi anak yatim piatu.

Anak yang menjadi korban
Berkaca dari kasus ini, anak adalah korban terbesar dari ketidakadilan orangtua dalam memutuskan pilihan dalam hidup mereka. Terlepas dari benar tidaknya isu perselingkuhan di tengah rumah tangga keduanya (saya pun tak ingin jauh ke sana), apakah orangtua, dalam hal ini mungkin ibunya sendiri tidak memikirkan hingga jauh dampak dari perbuatannya bagi kehidupan anaknya.

Suami istri yang bercerai saja membawa kekacauan dalam dunia anak karena kedua orang tuanya akan menjalani kehidupan berpisah dan anak dalam kebingungan akan mengikut siapa. Ikut ayah, tak ingin kehilangan ibu. Ibu ibu, tak ingin kehilangan ayah. Lalu tinggallah anak besar dalam emosi yang tak sehat menghadapi kehidupan yang tak damai namun dipaksakan tetap damai. Sebab selagi keterpisahan orang tua masih terpampang nyata, anak akan melihat bahwa berdamai itu hanya dongeng.

Belum lagi apa yang terjadi pada Kanza, puteri kecil Jamaluddin dan Zuraida. Kehilangan kedua orang tuanya dalam tragedi pembunuhan yang justru dilakukan oleh orang yang seharusnya melindungi masa depannya. Ibu membunuh ayah, lalu ibu mendapat hukuman mati.

Bagaimana nasib anak ini nantinya? Saya tidak mengkhawatirkan kebutuhan hidupnya, tapi dampak psikologis yang akan dideritanya seumur hidup. Saat ini mungkin ia tidak mengerti, namun kelak saat ia mulai mampu memahami kehidupan, sanggupkah ia menerima kepahitan ini?

Akhirnya, saya tidak bermaksud menggunakan kasus ini untuk kepentingan pemberitaan, namun satu hal yang cukup mengganggu saya dan memutuskan untuk menulis artikel ini adalah Kanza.

Gadis kecil yang menanggung konsekuensi besar dari keputusan orang tua yang tak adil bagi Kanza. Mengapa mengorbankan Kanza atas kesalahan kedua orangtuanya. Kasus ini menjadi pengingat bagi kita, bahwa sebagai orang dewasa justru kita sering tak dewasa dalam memutuskan apa yang terbaik bagi hidup anak-anak kita.

Referensi: 1, 2, 3

ST, Djb July

Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Hukum Selengkapnya
Lihat Hukum Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun