Mohon tunggu...
Sarianto Togatorop
Sarianto Togatorop Mohon Tunggu... Guru - Pengajar yang menyukai kebebasan

Seseorang yang tak tahu kalau dia ada

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Etenesh Diro, Tetap Berlari hingga Garis Finish

28 Juni 2020   21:53 Diperbarui: 28 Juni 2020   21:54 367
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Etenesh Diro berlari dengan satu kaki tanpa sepatu di Olimpiade Rio 2016 (sumber: ftw.usatoday.com)

Dalam hidup, ada kalanya berhadapan dengan situasi yang berat, yang mematahkan semangat kita dan tak jarang kita merasa seperti ingin menyerah.

Masalah datang bertubi-tubi dan tak satu pun jalan keluar yang rasanya mampu menyelesaikan permasalahan. Sudah dicoba namun tetap tak menunjukkan perubahan yang baik. Dan rasanya, kita ingin jalan termudah untuk menyelesakannya.

Dalam situasi seperti itu, tak jarang kita mengharapkan mujizat terjadi, tiba-tiba masalah kita selesai. Atau saat malam menjelang tidur kita berharap besok pagi saat bangun, kita sudah berada di situasi yang berbeda. Namun nyatanya, mata tak kunjung terlelap dan saat pagi situasi malah tak kunjung membaik.

Masalah adalah bagian dari kehidupan. Selama kita hidup, tentu masalah akan selalu ada. Walau sudah berupaya menghindari suatu masalah, namun pada akhirnya kita akan terkena pada masalah yang lain. Kita memang tak membuat masalah, namun masalah justru datang kepada kita.

Dalam sebuah perenungan pribadi, saya membaca kisah Etenesh Diro. Seorang pelari Etiopia yang bertanding dalam lomba lari halang rintang 3000 meter di Olimpiade Rio 2016. Etenesh Diro sontak menjadi atlet yang menjadi panutan lewat sebuah insiden yang sungguh tak terduga.

Masalah yang Tak Terduga

Bertanding di babak semifinal lari halang rintang 3000 meter, membawa nama negaranya, wanita yang kala itu berusia 25 tahun bersiap di garis start bersama para pelari lainnya. Semua berjalan lancar pada awalnya.

Seorang atlit idealnya telah mempersiapkan diri dengan baik untuk berlomba. Tidak hanya stamina, namun segala peralatan yang diperlukan pun biasanya sudah dipersiapkan dengan baik agar tidak mengganggu jalannya pertandingan.

Setelah berlari beberapa putaran, Etenesh Diro mulai merasakan sesuatu yang salah dengan sepatu kanannya. Benar saja, sepatu kanannya mengalami kerusakan yang menyebabkan dia kesulitan berlari. Etenesh Diro akhirnya berhenti untuk melepaskan sepatunya hingga ditabrak oleh pelari di belakangnya.

Melepas sepatu kanan, Etenesh tetap berlari dengan menggunakan satu sepatu di kaki kiri, sementara kaki kanannya hanya berlapis kaos kaki. Etenesh Diro mencoba terus berlari, namun kaos kaki kanannya kembali membuatnya tidak nyaman saat berlari.

Sekali lagi Etenesh Diro mengambil resiko melepas kaos kaki kanannya sehingga dia kini hanya berlari dengan kaki kanan tak beralaskan apa pun.

Lintasan lari masih panjang, posisinya telah tertinggal dari pelari lainnya, namun Etenesh Diro tetap berlari menahan rasa sakit di kaki kanannya. Tak sekali pun dia berpikir untuk berhenti.

Bukan Masalah Menang-Kalah

Bertanding bukan masalah menang atau kalah. Apa yang dilakukan Etenesh Diro adalah sebuah teladan semangat juang untuk tidak menyerah pada diri sendiri, pada keadaan, pada masalah dan pada ketiadaan. Tidak akan menyerah pada kesulitan, sebab rintangan memang selalu ada.

Berlari dengan kaki kanan tanpa alas kaki di lintasan yang panas dan keras tentu membuat Etenesh Diro merasakan tidak nyaman. Dan pasti mempengaruhi kecepatannya dalam berlari. Pemain lain mungkin saja akan memilih berhenti, sebab sangat logis untuk berhenti dalam situasi seperti itu. Namun tidak dengan Etenesh Diro.

Dia tetap berlari, menahan rasa sakit dan menyelesaikan pertandingan hingga mencapai garis akhir. Etenesh Diro hanya finish di urutan ke tujuh, namun itu ternyata cukup untuk menghantarkannya untuk lolos ke putaran final.

Tanpa Perjuangan Tak Ada Mahkota

Apa yang akan terjadi jika Etenesh Diro memutuskan berhenti dari pertandingan saat itu? Bisa ditebak. Etenesh Diro hanya akan diingat sebagai pelari yang mundur dari pertandingan, tanpa memperoleh apa-apa.

Semangat juangnya menolak untuk berhenti. Impian kemenangan ada di depan dan harus ditaklukkan. Seorang pelari pantang berhenti sebelum mencapai garis finish. Etenesh Diro memang merasakan sakit, namun tidak mengasihani diri.

Kesempatan bertanding di Olimpiade tidak selalu datang. Belum tentu di kesempatan berikutnya Etenesh Diro masih mempunyai kesempatan. Maka jika kesempatan itu ada saat ini, maka sekaranglah waktu baginya.

Etenesh Diro disambut tepuk tangan riuh saat memasuki garis finish. Dia hanya duduk menahan rasa sakit di telapak kaki kanannya. Namun dia telah mengalahkan permasalahannya. Dia telah menaklukkan ketidakmampuan berlari dalam situasi hanya menggunakan satu sepatu. Dia tidak menyerah dan tidak menyalahkan keadaan.

Etenesh Diro memang tidak menjadi pelari pertama yang memasuki garis finish, walau mungkin saja ia bisa jadi yang pertama jika insiden ini tidak menghambatnya. Namun pemenang tidak melulu soal siapa yang duluan sampai di garis fnish, namun siapa yang dapat mengalahkan segala hambatan untuk bisa mencapai garis finish.

Boleh Saja Kalah Asal Tidak Menyerah

Satu perkataan yang sangat membangun "Kita boleh saja kalah asal bukan karena menyerah". Apa yang dilakukan oleh Etenesh Diro adalah sebuah teladan bahwa dalam hidup ini kita tidak boleh menyerah.

Pertandingan harus dihadapi. Kesulitan pasti ada di mana-mana. Masalah pasti datang lebih banyak dan lebih berat setiap hari. Maka dari itu menyerah bukan pilihan.

Seorang yang kuat adalah seorang yang tak mudah menyerah. Tak menjadikan apa pun sebagai alasan untuk menyerah. Selalu optimis dan percaya pasti ada jalan selain menyerah. Menyerah tak pernah muncul sebagai pilihan.

Kita mungkin punya masalah, namun percayalah, Tuhan tak mengizinkan masalah untuk merusak hidup kita, kecuali kita menginginkannya. Masalah mungkin hanya akan mencolek hidup kita, sekedar ingin mengenal kita, namun jika kita jadi lemah olehnya, maka masalah itu akan menenggelamkan kita.

Akhirnya, mengutip satu kalimat dari Ihsan Poedysta, "Lebih baik mati menjadi seorang pejuang, dari pada hidup menjadi seorang pecundang". Mari tetap berlari hingga garis finish, seperi Etenesh Diro, berlari hingga sampai di garis finish.

ST, DJb June

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun