Tak terasa sudah jalan tiga tahun pandemi Covid-19. Meskipun sudah ada kelonggaran dari pemerintah, nyatanya saya masih lihat banyak juga orang yang tetap taat prokes. Setidaknya mereka masih pakai masker saat berinteraksi dekat dengan orang lain.
Salah satu hikmah positif dari pandemi juga adalah saya dikenalkan dengan budaya aktivitas online. Meski terus terang nih, tak semua budaya online itu bagus dan cocok untuk saya dan keluarga, nyatanya ada salah satu bagian yang akhirnya saya bisa nikmati.
Sekolah dan belajar online banyak diakui tidak ideal. Untuk anak saya sendiri, belum berkomitmen untuk belajar menyulitkan dia untuk mau menyimak. Akhirnya ada saja aksinya tengok Youtube yang bikin kebablasan tidak jadi belajar.
Terlepas dari itu, justru ada bagian dari aktivitas online yang saya nikmati sampai sekarang:
1. Webminar
Meski sudah tidak sebanyak dulu, bisa tambah ilmu sambil dasteran itu menyenangkan. Namanya ibu-ibu di rumah, ketika belajar bisa nyambi ngupas bawang atau ambil minum anak juga melegakan.Â
Meski demikian, namanya belajar, saya tetap selalu siapkan buku dan pensil di jarak dekat. Maklum saja, kemampuan mengingat sudah mulai tergerus usia. Akan tetapi, kalau ditulis kayanya sih, berhasil nempel lebih lama.
2. Mengajar Online
Kesempatan untuk bertemu orang lain, spesialnya yang punya passion sama, adalah saat lakukan Zoom dan sejenisnya untuk kelas menulis. Anak-anak di rumah sampai suka bertanya pada saya, "Enggak Zoom lagi, Bu?". Padahal, saya rasa sih, itu berlebihan #ketawadalamhati
Adanya kesempatan belajar dan mengajar dari rumah membuat saya lebih berdaya dan dapat saya gunakan sebagai "me time".
3. Les Anak
Sewaktu pandemi Covid-19 baru mulai, siapa sih, yang enggak kesal karena les-les anak harus berhenti. Dulu anak-anak di rumah rutin berenang dua-tiga kali seminggu. Begitu pandemi melanda, terus terang kami tak berani lagi lakukan meski katanya aman.
Ada satu lagi les bahasa Inggris yang mengharuskan tatap muka dua kali seminggu pun jadi online. Dulu sih, kesal banget berasa tidak sepadan dengan harga les yang dibayar.Â
Namun, beda dulu beda sekarang.Â
Sebagai orang yang memang demen di rumah, ternyata ada sisi mager karena terbiasa sehingga kalau aktivitas bisa online mengapa kudu offline. Di beberapa aktivitas memang tak bisa diterapkan, seperti basket, renang, dan olah raga lain. Akan tetapi, tentunya mafaat dan tujuannya berbeda.
Beberapa aktivitas yang tidak memerlukan mobilitas dan gerak tubuh, saya masih pertimbangkan online di keadaan tertentu. Apalagi nih, kalau cuaca tak menentu, semisal hujan dan badai. Sudah bisa dipastikan, saya akan mager di rumah.
Kira-kira, ada Teman yang serupa dengan saya?
Manusia adalah mahluk yang sangat adaptif. Nyatanya di awal Covid-19 hadir, semua merasa berat dan menolak berada di rumah. Saya juga agak panik merasa bakalan bosan berada di rumah saja. Ada yang berhasil dalam proses adaptasi ini ada yang tidak. Saya bisa bangga berhasil, meski sangat tidak mulus jalannya.
Turun naik emosi sudah bisa. Kadang semangat, sering juga bosan melanda. Namun, nyatanya manusia itu perlu menyesuaikan diri dengan keadaan selama hidupnya. Tak selamanya hidup seperti yang dia mau. Menjelang akhir pandemi, saya pun kembali beradaptasi keluar rumah rutin antar jemput anak. Saya siaga lihat jam supaya bisa jemput anak on time. Saya kemudian sesuaikan kembali jadwal masak, kerja, beres-beres dengan antar jemput keluar rumah.
Well, akhirnya saya pun hanya bisa menerima dan berdoa agar diberi kesehatan dan kelancaran di semua aktivitas. Goal-nya keluarga bahagia dan rukun sudah cukup saat ini.
Semangat selalu adaptasi tanpa henti, Teman!
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H