"Kukira kau rumah, ternyata toilet umum."
Tergelitik hati saya ketika mendengar quote itu disampaikan seorang artis yang sedang viral karena rumah tangganya yang retak. Konon mantan suaminya sudah berselingkuh sebelum resmi bercerai dan kini sudah menikahi kembali gadis yang dimaksud selingkuhannya itu.Â
Ungkapan yang ditulis si artis di media sosialnya itu menggelitik hati saya. Sesungguhnya, marah bisa juga membuat seseorang pandai beranalogi lucu dan miris.
Beberapa teman saya, perempuan, ada yang mengalami hal serupa. Mereka menjanda karena ditikung orang ketiga. Ceritanya pun hampir sama bahwa perselingkuhan yang membuat perpisahan bukan yang pertama. Ada kecenderungan bahwa meski sudah kepergok sebelumnya, tetap si suami menemukan pijakan baru lain lagi setelahnya. Tidak tanggung-tanggung, ada juga yang berselingkuh saat istrinya sedang hamil.Â
Ada pula setelah menjanda mewarisi gono gini berupa hutang saat menikah. Kalau sudah begini, ruginya dobel. Sudah kehilangan kekasih hati, harus pula menanggung kebangkrutan materi.
Lucunya lagi, hampir semua pria tadi kemudian lebih dulu menikah kembali, dengan orang yang disebutkan selingkuhan terakhirnya. Ada yang sampai memaksakan untuk cerai resmi supaya bisa menikah resmi lagi.Â
Ya, kalau para teman tadi pada akhirnya hanya bisa tersenyum miris. Apa yang mereka sangkakan nyatanya terjadi. Kebanyakan barangkali lega, tak harus jadi detektif amatir yang harus membongkar setiap kasus perselingkuhan yang suami mereka lakukan lagi ... dan lagi.Â
Namun, perlu kita ingat, bahwa di setiap seorang suami berselingkuh pasti ada pasangannya lain yang juga mendukungnya, alias sang pelakor. Sang pelakor-pelakor ini tahu ada risiko berhubungan dengan suami orang. Dia pun tahu bagaimana tabiat buaya si suami. Nyatanya, entah buta karena cinta, dia pun termakan rayuannya juga. Malah kemudian dia rela menikah juga.Â
Menurut para peneliti perilaku, sekali berbohong dan selingkuh maka secara alam bawah sadar otak sudah mengenal itu sebagai pilihan perilaku. Maka, ketika dihadapkan pada adanya kesempatan dan keadaan tertentu maka akan lebih sering dia lakukan kembali.Â
Parahnya lagi, kebiasaan tersebut bisa jadi kebiasaan atau normal baginya. Makanya tak usah kaget jika kemudian, sudah ketahuan sekali selingkuh lalu pasangannya memaafkan, dia akan lakukan lagi tanpa merasa bersalah.
Saking banyaknya kasus perselingkuhan, maka ada sebuah jurnal psikologi ilmiah diterbitkan pada tahun 2017 mengenai berapa peluang kemungkinan seorang yang berselingkuh akan melakukannya lagi. Situs psychologytoday.com merangkumnya dan saya coba mengutipnya,
Seseorang yang berselingkuh di hubungan sebelumnya, punya peluang 3x lebih besar akan melakukannya lagi, dibandingkan dengan yang tidak pernah melakukan perselingkuhan sebelumnya.Â
Karena penelitian ini dilakukan tidak di Indonesia, memang secara kaidah perilaku, budaya, dan agama tentu berbeda. Ini hanya gambaran kemungkinan saja.Â
Namun, Indonesia yang mayoritas beragama dan percaya perkawinan monogami pun nyatanya tak terlepas kemudian dari isu perceraian orang ketiga. Angka perceraian di Indonesia dari tahun ke tahun selalu bertambah. Dari data terbaru yang dirilis situs bps.go.id maka kasus perceraian di Indonesia ada di kisaran 300 ribuan kasus per tahun. Sedangkan, angka pernikahan di kurun waktu yang sama justru berkurang 200 ribuan kasus.
Di antara penyebab perceraian adalah salah satunya karena isu orang ketiga, meski tidak saya temukan pasti angka persentasinya. Akan tetapi persentasi alasan isu pelakor bisa dipastikan lebih kecil  dibandingkan penyebab tekanan ekonomi, terutama karena pandemi.
Miris sih, di tengah keadaan ekonomi yang masih luluh lantak karena pandemi masih juga ada isu orang ketiga. Adanya orang ketiga itu bukan membantu ekonomi, tentunya, justru malah sering kali bikin biaya makin bertambah tanpa sepengetahuan istri sah.Â
Maka tak aneh sih, jika kebanyakan istri korban selingkuh akan menyelamatkan anak dan hartanya demi keberlangsungan kembali hidup mereka. Segala cara ditempuh, meski harus memiskinkan si mantan suami yang harus berjuang dari nol lagi dengan si istri baru.
Kalau dipikir dengan akal sehat, pada akhirnya, sang pelakor memang akan dapatkan suaminya. Namun, apa yang dia sebenarnya dapatkan? Harta yang sudah tidak utuh, nama baik yang runtuh, atau kemungkinan suami yang berpotensi besar mengulang selingkuh? Apakah sepadan semuanya?
Toilet umum memang dibutuhkan, apalagi kalau sedang diperjalanan dan perlu buang hajat mendadak. Ketika itu terjadi kita tak bisa memilih mau rupa seperti apa si toilet. Tak mungkin juga kita berharap dia akan berkeramik marmer dan harum baunya, maklum sudah kita temukan begitu adanya. Dan tergantung kita mau berlama-lama di sana atau tidak.Â
Karena toilet umum akan tetap sama, hanya punya tujuan untuk singgah dan disinggahi sementara
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H