Pandemi di Bulan Ramadan sambil menemani anak belajar, terutama untuk persiapan ujian sekolah pengganti UN kelas 6 SD, adalah sebuah ujian berat. Saya yakin tidak sendiri, meski tak tahu berapa banyak yang merasakan hal sama. Namun demikian, untungnya saya masih bisa berkelakar dengannya, "Wah, ini Ibu sudah batal berapa kali puasa kalau gini terus, Mas," disambut gelak tawa kami bersama.
Terus terang, mengawal anak sendiri belajar ternyata adalah yang paling sulit apalagi jika sudah terbiasa menyerahkan sepenuhnya pendidikan formal mereka di sekolah. Godaan berada di rumah pun ternyata lebih dasyat; televisi, gadget, dan internet, adalah lawan yang berat.
Bicara Ramadan dan pengendalian emosi sebenarnya bukan hanya urusan marah. Emosi bisa berupa kesenangan, kesedihan maupun kekecewaan yang berlebihan. Kegagalan mengendalikan emosi negatif bisa berdampak buruk tak hanya kepada diri sendiri, tapi pada orang sekeliling. Mereka bisa tidak suka, tersinggung ataupun kecewa, atau balik marah pada kita. Akibatanya, pertemanan dan persaudaraan bisa diujung tanduk.
Selain pertemanan, kesehatan pun bisa terancam. Berbagai penyakit, seperti jantung dan stroke, bisa hinggap di badan. Yang lebih tidak diinginkan para wanita adalah penuaan dini. Bila sering marah, hormon stres akan bertambah kemudian merangsang keriput di wajah. Kalau sudah begitu sungguh berabe.
Karena itu, setiap ibu harus punya jurus jitu menghalau marah. Penasaran?
- Perbanyak Ibadah
Setiap agama pastinya menanamkan kebaikan, menentang keburukan, dan senantiasa mengaungkan ibadah sebagai sarana mendekatkan diri dengan Sang Pencipta. Cara-cara ini biasanya ampuh menenangkan hati dan menciptakan kepasrahan.
- Diam jika marah
Ngomel itu sudah bawaan perempuan. Namun, ketika ngomel tidak banyak kata baik yang keluar. Ucapan seorang ibu adalah doa karena itu harus sangat waspada. Marah tak berenti kata juga akan percuma karena sering kali justru tak dimengerti si terdakwanya.
- Duduk atau berbaring.
Sebuah hadist tentang mengendalikan marah, "Jika salah seorang kalian marah dan dia dalam keadaan berdiri, maka hendaklah duduk. Jika masih belum reda marahnya, maka hendaklah berbaring. (Hadis Riwayat Ahmad). Secara kesehatan pun terbukti bahwa hormon adrenalin yang diproduksi saat marah akan berkurang pada saat duduk dan berbaring.
- Berbelanja.
Belanja itu pasti meningkatkan mood. Setuju? Sayangnya kegiatan belanja kala pandemi ini tidak bisa dilakukan leluasa. Namun, setelah saya coba efek belanja daring pun kurang lebih akan sama. Hanya saja perlu diingat, selalu bijaklah dalam berbelanja.
- Menekuni hobi.
Banyak hobi yang tersalurkan karena pandemi. Dengan fokus sesekali pada hobi maka hilang dan lupa akan marah. Pilihlah hobi yang bermanfaat dan lakukan dengan santai.
- Olahraga
Ramadan kali ini banyak saya melihat kesadaran teman-teman di dunia maya tentang olahraga meski dalam keadaan puasa ini meningkat. Meski puasa, mereka tetap aktif berolahraga tipis-tipis demi menjaga stamina. Ketika olahraga, hormon penenang atau serotonin akan meningkat dan perasaan emosi pun akan berkurang.
- Family time
Sudah lakukan poin di atas tapi masih kesal juga. Cobalah santai sejenak dengan keluarga. Sadari bahwa yang stres dengan keadaan tidak ideal tak hanya Anda, tapi juga anak dan suami di rumah. Pilih aktivitas yang menyenangkan untuk semua anggota keluarga, keluar dari rutinitas. Dengan begitu, bonding antar anggota keluarga akan kembali terjaga.
Akhirnya, saya mencoba pasrah dan menerima rasa kesal, bosan, apapun itu namanya, adalah bagian dari ketidaksempurnaan manusia. Tidak ada teman terbaik melewati semua cobaan pandemi dan Ramadan ini kecuali bersama keluarga.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H