Pak Bayan menghela nafas panjang sebelum angkat bicara.
"Bapak-bapak sekarang tolong semua tenang dulu, kita dengar  penjelasan Bu Siska mengapa dia melakukan ini."
Siska merapikan roknya yang kusut.
"Bapak-bapak, sebelum saya mau bercerita sedikit. Saya adalah anak seorang pemulung, Ayah saya punya impian yang besar agar saya mempunyai masa depan yang baik. Saya juga seperti anak-anak Bapak rindu bisa sekolah tinggi, tapi keadaan ekonomi kami sangat tidak memungkinkan. Kemudian seorang yang dikirim Tuhan menjadi penolong bersedia menyekolahkan saya dengan syarat harus bekerja sebagai asisten rumah tangga di rumahnya."
Siska mengedarkan pandangan ke seluruh sudut balai kampung, dia melihat satu persatu wajah yang berubah serupa Bapaknya yang sudah meninggal menyusul Ibunya dua tahun lalu.
"Pak, saya bekerja keras untuk mencapai posisi sekarang. Pak Rudy yang membantu pendidikan saya menyuruh saya bekerja agar tahu bagaimana hidup penuh perjuangan. Bapak Ibu kandung saya sudah meninggal, tapi alhamdulillah saya berhasil membuat Bapak tersenyum yang saat itu sakit dengan mempersembahkan ijazah kedokteran yang saya raih. Dan apakah Bapak tahu? Menolong orang yang senasib dengan saya dulu, itu yang diminta Pak Rudy saat saya menanyakan balasan apa yang bisa saya berikan."
Air mata mengalir deras di pipi Siska saat menceritakan pengalaman hidupnya. Penduduk yang mendengarkan ikut terharu, bahkan beberapa menyusut sudut matanya yang membasah.
"Saya hanya bertugas selama dua tahun di dusun ini. Tapi izinkan saya selama dua tahun ini membawa anak-anak ke masa depan yang lebih baik. Dan izinkan saya ikut berpartisipasi dalam mengembangkan ekonomi kreatif dusun ini dengan mengajarkan ibu-ibu ketrampilan. Sudah ada beberapa kawan saya di kota yang bersedia memasarkan hasil karya para ibu di outlet mereka." ujar Siska
Suara-suara para bapak yang mulai terbuka paradigmanya berdengung memenuhi ruangan. Pak Bayan tersenyum mendapatkan perubahan air muka para bapak yang sudah bisa menerima alasan Siska melakukan semua itu.
"Kita bekerja sama ya, Pak! Saya dan Bu Siska membutuhkan dukungan dari kalian!" kata Pak Bayan menutup pertemuan.
"Oya, kalau bisa Bu Siska selamanya saja di dusun kita dan kalau bisa lagi menikah dengan pemuda dari dusun kita. Ya nggak, Bapak-Bapak?"