Ribuan jarak aku tempuh untuk  sampai ke tanah suciMu.
Aku tenggelamkan diriku pada barisan doa dalam sujud panjang. Tengadah tanganku padaMu untuk dosa yang menebal karena aku yang bebal.
Tak ingin aku mengingat, jumawa menebar gambar yang aku buat. Tergambar pongah dalam pesawat. Telentang nyaman di kasur busa. Pun menyantap lahap daging onta.
Sekelebat sayap mengepak. Menembus dinding udara, menyapa tenda,"Bagaimana rupa para pendosa? "
Aku tertunduk. Tak punya nyali menatap sayap terkepak.
"Akulah pendosa itu!"
Aku luruh, sirna angkara murka yang mendekam dalam tubuh
Bercucuran butir-butir peluh
Tak kuasa menghitung baris dosa dosa
Yang tegak berjajar dan menantang angkuh.
Tubuhku bergetar. Lidahku kaku. Ambruk! Aku teringat dosa-dosa yang telah aku perbuat. Pernah, dengan ringannya aku membentak ibu.
"Tuhan, akulah pendosa itu," bisikku lagi, semakin lirih.
Arafah yang suci. Ibadah itu indah. Kini saatnya aku beribadah untuk menebus segala salah.
Saat menuju rumah-Mu, aku lupa jika ketinggian angkasa mampu menyedot separuh nyawaku. Aku yang gemetar di tempat dudukku, menjadi sangat bertakwa seperti saat di dalam rumah-Mu. Aku benar-benar berpasrah hanya kepada-Mu.
Ratusan bulan aku memimpikan saat ini.
Lembar dan keping rupiah aku sisihkan demi melihat bait-Mu.
Ya Illahi Rabbi, ridhoi-lah ibadahku.
"Janganlah engkau mengeluh, jika sudah sampai di sana. Terkadang engkau dapati suasana tak seindah yang dibayangkan. Terpaan panas terik matahari bisa menemanimu sepanjang siang." pesan temanku saat berangkat terngiang kembali membuatku senantiasa banyak bersabar dan terus larut dalam zikir dan doa.
Keluh dan peluh takkan menyurutkan langkah. Menguatkan niat ibadah semata Lillah. Semoga berkah berlimpah.