ling-ling mangka ling
rumingkang di bumi alam
darma wawayangan ba
raga taya pangawasa
lamun kasasar lampah
napsu nu matak kaduhung
tubuh anu katempuhan
Suara lirih menembangkan macapat asmaradhana,  memecah lamunanku. Gadis itu,  Shasha.  Anak keduaku yang mempunyai  mata ketiga. Gadis yang kelebihannya sempat kutangisi. Di usianya yang ke empat belas,  dia berbeda dengan remaja kebanyakan. Sha lebih pendiam dibanding kawan sebaya, dia kurang  menyukai drama korea atau pemusik dari negeri ginseng itu.Â
Matanya akan berbinar saat melihat kethuk,  kenong,  dan senthe. Bibirnya lebih banyak menggumamkan tembang pitutur daripada musik tekno. Ah,  seandainya  saja kami bukan bagian dari trah Pawiroredjo,  mungkin hidup kami lebih normal seperti manusia pada umumnya.
"Eyang,  aku datang memenuhi  panggilan trah, "bisikku lirih seraya membakar sebatang dupa dan menancapkan  pada guci  kuningan di sudut kanan meja berukir naga.
#poeds 060719
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H