Mohon tunggu...
Sari Aryanto
Sari Aryanto Mohon Tunggu... Editor - fiksi diksi kopi, tiga hal yang membuatku lebih hidup

Perempuan biasa yang punya mimpi luar biasa

Selanjutnya

Tutup

Puisi

[Aashi] Catat Rindu Pencatat Hitam

5 Juli 2019   21:09 Diperbarui: 5 Juli 2019   21:15 19
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Puisi. Sumber ilustrasi: PEXELS/icon0.com

Aashi, lama waktu terjeda, menunggu sapa dalam rentang senyap; tanpa suara. Aku hanya mampu melumay kecupan-kecupan yang kau titip pada embun, saat raga terlelap semalam.

Sementara, di luar jendela hujan menyapa dengan desah. Memaksaku relakan resah yang mengintip manja di sesela rimbun daun bambu. Kau tahu? Aku merindukan kegilaan yang tak kunjung tuntas. Menatap sebayang wajah dalam ritmis gerimis yang kupinjam dari pena sang pujangga.

Aashi, sampai kapan kita siasati angin? mencumbu angan, dan bertaruh setia seakan akulah Sitha yang terselamatkan api suci. Sedang hati terpaut padamu lelaki dengan pemilik sejati.

Aku; masih mawar pencatat hitam yang terus merindukan rembulan di tanggal lima belas.

#poeds 050719

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Puisi Selengkapnya
Lihat Puisi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun