Aku tahu rasa ini salah. Jatuh cinta padamu, sedang kau adalah istri sahabatku. Namun sejak kapan rasa cinta dapat ditahan, Len?
Berawal dari pesan suamimu, sebelum dia menebus salah dalam penjara yang beku.
"Brodin, jagalah Marlena! Jangan biarkan dia kekurangan suatu apapun!" pesan Cak Sakera padaku malam itu.
Aku hanya menjalankan amanah. Namun siapa tahan dengan pesona yang kau tunjukkan? Saat kau melangkah, pinggulmu bergoyang seperti sarang tawon yang tergantung di ujung pohon randu.
Palingkan sejenak wajahmu ke arahku, wahai manisku. Agar aku dapat melihat  barisan putih serupa kawanan domba pada gigimu. Ingin sekali membelai panjang rambutmu.
"Kopinya, Cak!"
Sapamu setiap pagi menambah debar dalam dada.
Ah, Len! Seandainya aku boleh melumat madu yang menetes dari celah bibirmu. Berbaring pada rekah di tengah dadamu. Namun bayang Cak Sakera terus menghantui malam-malamku.
Datanglah padaku, manisku. Puaskan segala rasa yang ingin tertandas bersama. Â Aku sudah menaburkan bunga-bunga di atas ranjang sebagai alas bercinta nanti malam.
Abaikan sejenak lelakimu, kita puaskan hasrat yang tercetak nyata di bening matamu. Ini malam kita, Sayang.
 Hanya kita!
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H