GELETAR DAYITA
Arsya ..., adalah Rara Mendhut dan Panacitra, kisah mitologi yang kau sebut paling romantis di dunia. Dimana cinta bertemu di ujung lisong yang membasah, menautkan bibir dan hati dalam prahara. Seperti kita, bercinta di atas hangat hembus sang bayu.
Arsya ..., tak jemu ku hitung kecup yang kau titip pada embun di sudut sunyi pagi hari. Sementara hatiku mengguratkan asa di bumantara luas, membentuk sebayang wajah serupa purnama di tanggal lima belas. Dan logika terus menafikkan hujan hujatan atas sebuket rindu terlarang yang kupintal menjadi selendang kenang.
Mungkin ini hanya sebatas mimpi, Arsya. Seperti lakon menunggu Godot yang kepentaskan satu dasa warsa lepas. Namun setidaknya kita pernah melukis harapharap yang sama. Biarkan saja bahar coba padamkan smara dahana yang menyala, hanguskan nalar kita. Peluk aku! tubuhku dan tubuhmu bersatu saling menghangatkan kama nan beku.
Tidak! Tak kuminta lebih dari yang bisa kunikmati. Mendekap dan menyusui anakanak rindu; lahir dari nafsu yang tertinggal semalam. Mencintaimu tanpa suara, meningkahi alunan ladrang di antara seblak sampur bermotif ladu.
Arsya ; kaulah gerak rahsa yang membara dalam jiwa kali.
#poeds 280318
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI