Mohon tunggu...
Sari Aryanto
Sari Aryanto Mohon Tunggu... Editor - fiksi diksi kopi, tiga hal yang membuatku lebih hidup

Perempuan biasa yang punya mimpi luar biasa

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Aku dan Hujan

23 Oktober 2016   21:02 Diperbarui: 24 Oktober 2016   18:19 7
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Sore ini hujan turun lagi, sama derasnya dengan hujan akhir Juli yang lalu. Suasana yang selalu ingin kulupakan dengan menghindari menatap hujan berlama-lama. Kau tahu, setiap rinainya menancapkan luka yang begitu pedih di hatiku. Suara tetesnya yang beradu dengan dedahanan mengingatkanku pada seraut wajah yang sempat mengisi kekosongan hari-hariku.

Kau tahu, pagi ini aku terbangun karena mimpi aneh yang kualami. Semalam memang aku tertidur dengan cepat saat petir bersahutan mengiringi hujan yang turun sejak siang. Dan aku bermimpi tentangnya, tentang semua harapan yang pernah kami lukis di kanvas bernama cinta. Dan inbox darimu memperjelas ingatanku padanya, dia yang namanya dengan susah payah berusaha ku hapus dari hatiku, meski dengan itu aku sangat terluka. Dia, yang setiap muncul dalam ingatan, membangkitkan kesedihan yang mendalam

Aku tidak pernah membencinya, bagaimana bisa aku membencinya sedang setiap aksara yang pernah dia tulis untukku masih menghiasi dinding-dinding kamarku tanpa mampu aku membuangnya. Setiap pagi aku masih mengharapkan sapaannya meski aku tahu iti mustahil. Ya, aku memang bodoh! Tapi melupakan setiap kenangan tak semudah aku jatih cinta padanya,meski kenangan itu begitu pahit kurasakan.

"Vie, hujan lho? Ingat alergimu pada hujan, hari Minggu dokter tutup!" mbak Ina memanggilku dari balik jendela. Rupanya tanpa sadar aku berjalan ke tengah hujan, aku menoleh dan tiba-tiba aku merasa sangat kedinginan. "Masuk lo, mandi pake air panas sana? Awas biduran kamu bisa kambuh lho!" lagi-lagi mbak Ina mengingatkan.

Cepat-cepat aku masuk ke dalam rumah meninggalkan jejak hujan di lantai yang kulewati dan mbak Ina yang masih mengomel panjang pendek. Inbox pagi ini telah menyadarkanku pada sesuatu yang penting. Ternyata rasa itu masih ada, tapi maafkan aku, aku di posisi menunggu sekarang, sampai batas waktu tertentu.

#poeds 231016

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun