Mohon tunggu...
Sari Aryanto
Sari Aryanto Mohon Tunggu... Editor - fiksi diksi kopi, tiga hal yang membuatku lebih hidup

Perempuan biasa yang punya mimpi luar biasa

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

[Fiksi Horor dan Misteri] Dimana Pengantinku?

29 September 2016   21:09 Diperbarui: 29 September 2016   21:15 246
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

"Mbokdhe, kita tanya saja ke penduduk daripada malu kalau terlambat acara ijab kabule lho!" seru Lik Marto dari kursi belakang. Dan akhirnya setelah empat kali berputar, mereka sepakat menanyakan alamat Suci pada warga yang nongkrong di warung soto dekat waduk.

"Suci? Maksudmu mbak Suci penunggu pohon mahoni pinggir jalan itu?" tanya seorang warga. Mereka tersentak mendengar pertanyaan itu, apalagi Reihan tersulut emosinya merasa dilecehkan karena dianggap mengada-ada.

"Penunggu pohon mahoni gundulmu kuwi! Aku sering ke rumahnya, duduk ngobrol sampai malam. Siamg hari kami jalan-jalan ke PGS kok dibilang penunggu pohon mahoni. Kamu kira dia hantu? Wong aku bisa memegangnya, mencium nya bahkan aku pernah tidur dengannya di Tawangmangu kok! Masa dibilang hantu!" cecar Reihan berapi-api.

"Oalah Mas.. Mas, sampeyan ini kok ngeyel to! Mbak Suci itu memang penunggu pohon situ, dia memang sering menggangu pemuda yang suka melamun di waduk Lalung situ! Sik... Sik apa sampeyan wetone Rebo Pon? Kalau iya ya pantes jadi incerane mbak Suci! Sudah balik saja Mas sampeyan jadi korban yang kesekian dari si Mbak? Syukur alhamdulillah sampeyan belum melakukan ijab kabul, biasane kalau sudah dalam waktu seminggu ditemukan mati kalap di waduk!" ibu penjaga warung itu menyaut dan menjelaskan panjang lebar pada rombongan pengantar penganten itu.

Reihan jatuh terduduk, ingatannya melayang pada sosok Suci yang dikencaninya tiga bulan terakhir. Rasanya masih tidak percaya dengan perkataan pemilik warung tersebut. Air matanya meleleh membasahi wajahnya yang pucat pasi, sementara rombongan yang mengantarkannya gaduh dengan persepsi masing-masing.

"Sing sareh ya lee..ayo bali wae. Mula ta jangan suka melamun dan perbanyak ibadah!" kata pak RT menenangkan Reihan. Dan memapahnya kembali ke mobil yang akan membawanya kembali pulang. Reihan mengikuti jalan bapak simboknya yang lunglai, hatinya teramat sakiteratapi nasib buruk yang menimpa dirinya.

"Lik, terus dimana pengantenku?" tanya Reihan berulang-ulang sebelum tidak sadatkan diri.

#poeds 290916

Tulisan ini diikutsertakan dalam evet Fiksi Horor dan Misteri grup Fiksiana Community[caption caption="Fiksi horor dan misteri"]

[/caption]

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun