[caption caption="Fiksi horor dan misteri"][/caption]."Kita bertemu di sini sebulan lagi ya Tin!" pinta Joko sambil membetulkan celananya. Sementara perempuan yang dipanggil Tin masih tergolek di atas plastik bekas MMT iklan rokok yang barusan mereka tiduri."Cepat pakai bajumu Tin, sudah gerimis aku mau cepat pulang saja keburu hujan nanti! Kamu mau pulang juga to? Apa perlu ku antar?" tanya Joko sekali lagi seraya membantu Tin membereskan alas tidur mereka.
Malam ini malam Jumat Pon ke lima Joko datang ke tempat ini. Dari Sukoharjo dia datang sendiri untuk ngalap berkah ke Gunung Kemukus. Semua ini hanya karena keterpaksaan yang menekan hidupnya. Tahun ini Joko berumur tiga puluh dua tahun, istri dan seorang anak membebani pundaknya. Joko tidak pernah mengeluh dengan kondisi ekonomi yang dia jalani, sebagai petugas keamanan di sebuah pabrik memang gajinya pas-pasan. Tapi Sumi istrinya, mau membantu mencari nafkah dengan membuka warung pracangan di depan kontrakan mereka.
Sampai setahun yang lalu, Sony anak semata wayangnya sakit panas. Sudah dibawa ke dokter berkali-kali tapi bukannya sembuh malah makin lama makin parah sakitnya. Dan akhirnya tujuh bulan yang lalu melalui serangkaian pemeriksaan Sony dinyatakan menderita pembengkakan kelenjar getah bening. Jalan satu-satunya untuk sembuh adalah operasi yang membutuhkan biaya ratusan juta rupiah.
Statusnya sebagai petugas keamanan di salah satu pabrik tidak akan sanggup menutup biaya operasi tersebut. Jiwa kebapakan Joko terusik, bagaimanapun caranya dia harus bisa menghasilkan uang untuk biaya pengobatan anaknya. Apalagi jika Joko memandang wajah istrinya yang semakin kuyu, Joko makin merasa sedih. Sumi sudah banyak berkorban untuknya, bunga desa itu rela hidup menderita di kontrakan sempit, bahkan membantunya mencari nafkah.
Sampai suatu siang saat Joko mampir ke warung nasi dekat tempatnya bekerja, Joko mendengar tentang mitos gunung Kemukus. Joko bertekad menuntaskan syahwat Pangeran Samudra yang mati dirajam saat nercinta dengan Dewi Ontrowulan, ibu tirinya. Kalau cuma syahwat syaratnya Joko merasa sanggup memenuhi semua ritual itu.
Hari yang ditunggu tiba, malam Jumat Pon selepas magrib Joko menstater motor tuanya dan memacu ke arah utara timur rumahnya. Satu jam kemudian, setelah memarkir motor di warung lereng gunung Kemukus, Joko menyusuri jalan setapak menuju puncak gunung. Juru kunci yang ditemuinya menyarankan mencari perempuan yang akan di ajak kencan jangan di lereng gunung. Karena di lereng gunung hanya ada pelacur yang menjajakan diri pada semua pengalap berkah Pangeran Samudra.
Joko tampak kebingungan, ini akan jadi pengalaman pertamanya tidur dengan wanita yang bukan muhrimnya. Sesaat hatinya ragu bahkan berniat membatalkan ritual itu, tapi bayangan Sony anaknya yang kesakitan membuat tekadnya kembali mengerucut.
"Cari pasangan Mas? Sama aku aja, dari tadi aku juga bingung mau gituan sama siapa? Panggil aku mbak Tin! Aku bakul klambi di pasar Gemolong Mas!" tiba-tiba seorang perempuan muda berbadan sekal mencolek pinggangnya sambil tersenyum malu.
"Iya Mbak! Tapi piye ya? Aku ndak biasa gini. Aku ndak jadi wae?" jawab Joko sambil memutar badannya hendak kembali pulang.
"Tunggu Mas! Ingat tujuanmu! Dan tujuanku juga. Coba Mas lihat gerumbul di balik pohon randu yang bergoyang itu! Aku yakin ada orang yang lahi ihik-ihik disitu. Demi penglaris aku ke sini Mas! Walau aku nggak tahu apa alasanmu, tapi yang kutahu Mas pasti butuh uang kan? Kita bisa coba dulu, kalau memang nggak bisa
kita bisa menyerah kemudian!" kata wanita yang minta dipanggil Tin itu.
Begitulah setelah pengalaman pertama itu, Joko sudah kembali empat kali lagi dan bercinta dengan mbak Tin di tempat yang sama. Anehnya, Joko selalu tiba limaenit lebih cepat daripada mbak Tin. Dan mbak Tin nggak pernah mau diantarkan pulang bahkan selalu menyuruhnya pulang terlebih dahulu dengan alasan masih mau nyepi di situ.
Hujan semakin deras memaksa Joko singgah di warung kopi di lereng gunung. Dia memesan kopi dan semangkok mi rebus. "Nyepi di sebelah mana Mas kok turunnya dari arah utara?" tanya pemilik warung. Joko menyeruput kopinya dan menjawab," Di sana Pak di dekat pohon randu alas. Sudah lima kali aku ke sini dan selalu ke situ Pak!"
"Waduh Mas mudah-mudahan sampeyan ndak ketemu arwahnya mbak Tini ya Mas. Sudah banyak lelaki yang di perdayai mbak Tini. Dia menyedot hawa murni setiap lelaki yang bercinta dengannya. Apalagi kalau sampai berkali-kali, sudah dipastikan lelaki itu ndak bakalan bisa bangun sama perempuan lain dan harus mencari dia. Hasilnya lelaki itu tergantung padanya Mas? Mudah-mudahan sampeyan ndak ketemu ya Mas!" kata pemilik warung itu seraya menyalakan rokok yang di lintingnya sendiri.
Joko tersedak mendengar ucapan pemilik warung. "Maksud Bapak? Aku anu e Pak, nganu itu nya sama pedagang baju yang juga ngalap berkah kok Pak?" kata Joko setelah minum air putih yang disodorkan pemilik warung.
"Gini lho Mas ceritane, dulu itu ada perempuan cantik menyusul suaminya yang ngalap berkah ke sini. Tapi rupanya dia ndak kuat melihat suaminya bercinta dengan perempuan lain. Lha gimana lagi Mas wong memang syaratmya harus tujuh kali melakukan jibungan badan dengan perempuan yang bukan istrinya. Itu buat niru perbuatan Pangeran Samudra yang selingkuh dengan ibu tirinya itu. Nah, perempuan yang nyari suaminya itu menggantung dirinya di pohon randu alas itu. Setelah itu arwahnya gentayangan mencari lelaki yang juga ngalap berkah di sini. Bukan untukemberi kekayaan tapi untuk membalas kan dendamnya pada suaminya." pemilik warung itu menjelaskan.
" Oya Mas, memang katanya kalau ketemu dia rejeki lelaki itu lancar tapi gawatnya anunya ndak berfungsi kalau dengan perempuan lain dan harus kembali padanya setiap bulan atau apa yang sudah didapatkan kembali lenyap. Hati-hati Mas besok kalau ke sini lagi cari tempat lain saja. Bahaya!!" kata pemilik warung itu lagi.
Joko terhenyak, dia merenungi lima bulan terakhir dia tidak mampu melakukan tugas sebagai suami pada Sumi. Selama ini dia hanya berfikir semua itu efek dari lancarnya job yang dia terima di luar pekerjaannya. Ternyata...Joko mengusap wajahnya, menghela nafas panjang. Setelah membayar kopi dan mi rebusnya, Joko berjalan gontai menuju motor tua yang terparkir di depan warung. Semua sudah terlanjur, kekayaan dan rejeki yang dia hasilkan haris dibayar dengan hilangnya keperkasaannya pada perempuan. Sesaat Joko merasa menyesali keputusannya mencari berkah dari gunung Kemukus. Tapi lagi-lagi bayangan anaknya membulatkan tekadnya kembali. Biarlah dia sendiri yang menanggung akibat dari ritual gunung Kemukus ini.
Â
Tulisan ini diikutsertakan dalam event Fiksi Horor dan Misteri group Fiksianan Community
#poeds 270916[caption caption="Fiksi horor dan misteri"]
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H