Mohon tunggu...
Sari Aryanto
Sari Aryanto Mohon Tunggu... Editor - fiksi diksi kopi, tiga hal yang membuatku lebih hidup

Perempuan biasa yang punya mimpi luar biasa

Selanjutnya

Tutup

Puisi

Cinta dalam Semangkuk Bakso

22 September 2016   10:35 Diperbarui: 22 September 2016   11:59 211
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Cinta dalam semangkok bakso

Ranti masih berkutat di dapur saat Rendy suaminya selesai mandi. Sudah hampir setahun ini Rendy selalu pulang malam, bahkan tugas yang mengharuskannya menginap di luar kota. Ranti dan Rendy sudah delapan tahun menikah, tapi rupanya Tuhan belum mengijinkan mereka mempunyai momongan. Syukurlah, Randy tak pernah mempersoalkan kekurangannya.

"Hmmm masak apa Beib? Harumnya bikin tambah lapar!" tiba-tiba Rendy mengejutkan Ranti yang melamun. "Eh, sudah selesai Mas? Gantilah dulu, aku siapkan di meja makan ya!" jawab Ranti sambil tersenyum perih. Rendy tertawa kecil dan mengecup ringan bibir Ranti sebelum berlalu. "Masih sama!" desah Ranti lirih.

Tak berapa lama kemudian mereka berhadapan di meja makan, dengan setia Ranti menemani dan melayani suaminya makan sambil sesekali berbincang. Rendy tampak lahap menyantap bakso yang istrinya hidangkan, bahkan sampai menambah dua kali di mangkoknya.

"Masakanmu selalu enak, Beib. Itu yang membuatku kangen terus dengan rumah. Ngomong-omong rasa bakso kali ini lebih sedap ya? Kamu pasti menuruti pesan ibu untuk beli daging di kios Bah Kiong kan?" Rendy terus saja nyerocos sambil menyuapkan bakso ke mulut nya.

" Iya Mas, aku pakai daging yang fresh baru di potong. Tapi bukan dari kios Bah Kiong. Aku pake daging yang lain!" jawab Ranti dingin.

Setelah makan malam yang terlalu kemalaman iti selesai, Ranti segera membereskan sisa-sisa makanan di meja makan dan mencuci piring bekas makan Rendy. Sementara Rendy masuk ke kamar mereka dan memutar film romantis seperti biasa yang dia lakukan kala berada di rumah.

Saat Ranti masuk kamar mereka, Rendy sudah telanjang dan memainkan sex toys. Perempuan itu menghela nafas panjang karena menyadari sebentar lagi akan ada penyiksaan yang akan dia terima. Benar, segera setelah Rendy melihat Ranti, dia menyergapnya bagai singa kelaparan. Membantingnya, dan melumat tubuh istrinya dengan kasar tanpa mengindahkan air mata di sudut mata istrinya itu. Jeritan tertahan dan air mata justru membuatnya makin bernafsu menghabisi Ranti di tempat tidur.

Malam semakin sepi saat Ranti keluar dari kamar mandi dan mulai mengoleskan salep pada memar di sekujur tubuhnya. Rendy bersandar di sisi ranjang mereka dan memberi kode agar Ranti mendekat. Dengan diam dia mendekati suaminya itu, mengusap lengan kekar suaminya dan tersenyum.

"Beib, ada yang penting yang harus aku bicarakan malam ini juga! Maaf kalau akhirnya aku mengecewakanmu, tapi sebagai laki-laki aku ingin punya keturunan. Sedang kamu tidak bisa punya anak, jadi ijinkan aku menceraikanmu. Sumpah demi Tuhan, aku mencintaimu dan nggak ingin pisah darimu! Tapi Anna tidak mau menjadi istri kedua, dia mau menjadi satu-satunya. Maafkan aku Beib!" kata Rendy lirih.

Ranti menatap Rendy tanpa ekspresi, " Aki sudah tahu Mas! Bahkan sebelum Mas datang, aku sudah tahu kalau malam ini malam terakhir Mas pulang." Tatapan Ranti semakin dingin hingga membuat suaminya heran. "Siang tadi Anna kemari, memamerkan perut buncitnya dan menghinaku sebagai perempuan mandul tak beguna karena tidak bisa memberimu keturunan. Diam!!! Mas diam saja dan mendengarkan aku sampai selesai!" teriak Ranti saat melihat mulut Rendy terbuka.

"Kau tahu Mas? Seandainya dia tidak menghinaku, aku akan dengan rela melepasmu. Karena aku sadar aku bukan perempuan sempurna. Tapi penghinaannya membuatku marah! Maafkan aku Mas! Aku memukul calon istrimu itu dengan piala kebanggaanmu. Maafkan aku Mas, Anna mati seketika siang tadi. Maaf... Maaf aku nggak bisa menahan diri!" kata-kata berhamburan dari mulut Ranti yang histeris.

Rendy terperengah dan membelalakkan matanya."Lalu di mana kau sembunyikan mayatnya, Beib?" tanya Rendy takut-takut.

"Kau ingin tahu? Kau ingin tahu? Ayo ikuti aku!" kata Ranti sambil menyeret lengan suaminya yang masih lemas karena kaget. Ranti membuka lebar kulkas di dapur dan berteriak histeris,"Lihat! Lihat dengan jelas disini kutaruh kaki mulus pacarmu itu! Disini ada lengannya, disini ada cacahan dagingnya. Di freezer ada potongan pahanya! Kamu mau lihat lagi? Ayo!"

Ranti menyeret Rendy yang semakin lemas melihat potongan-potongan tubuh calon istrinya itu. "Lihat!" kata Ranti sambil membuka tutup dua panci yang ada di atas kompor di dapurnya. "Di panci ini, aku merebus dan membumbui kepala pelacur itu dan menjadikan kuah bakso. Dan di panci kecil ini aku membuatnya jadi bulatan-bulatan bakso yang selalu menggugah seleramu. Kamu tahu Mas? Bakso kau makan tadi adalah bakso dari tubuh perempuan yang akan menjadi istrimu besok!" Ranti menyeringai dan mendekatkan wajahnya ke wajah suaminya yang shock melihat pemandangan itu.

#poeds 22 0916

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Puisi Selengkapnya
Lihat Puisi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun