Tulisan ini berawal dari sebuah obrolan dengan teman saya yang membahas soal Idealisme dan Realistis. Banyak orang yang mempertahankan karakter atau cara pikirnya untuk bertindak. Namun tak banyak orang yang memilih bersifat Realitis.Â
Banyak orang yang mempertahankan salah satu dari kedua pemahaman tersebut. Ditambah saat ini para milenial atau generasi diatasnya terus mengumbar cara pikir tersebut. Sebenarnya tidak salah, namun banyak yang salah persepsi atas Idealisme dan Realistis.Â
Idealisme memberikan doktrin bahwa hakikat dunia fisik hanya dapat dipahami dalam kebergantungannya pada jiwa (mind) dan spirit (roh).
Konsep tersebut diungkapkan oleh seorang filsuf Gottfried Leibniz. Idealisme sendiri diartikan sebuah ide atau gagasan yang diterapkan dalam sebuah kehidupan yang ideal. Bahkan hal itu bisa diterapkan sebagai pedoman hidup seseorang.Â
Sedangkan Realistis. Realistis merupakan sebuah pengembangan dari fakta sosial. Mengenai fakta sosial dikaji melalui seorang filsuf sosiolog bernama Emile Durkheim.Â
Dalam buku Rules of Sociological Method, Durkheim menulis: "Fakta sosial adalah setiap cara berperan, adil tetap maupun tidak, yang dapat diproduksi menjadi pengaruh atau hambatan eksternal untuk seorang individu."
Gampangannya adalah fakta sosial terjadi apa yang terjadi diluar kita. Banyak aturan tertentu yang membentuk tindakan sosial masyarakat. Hukum, agama, bahkan ideologi membentuk cara pandang seseorang. Hal ini yang menjadi realita dalam sebuah lingkungan sosial.Â
Namun saya tidak membicarakan panjang lebar tentang pemikiran-pemikiran para filsuf sosiolg tersebut. Saya akan menulis cara seseorang dalam menyikapi pemikiran Idealisme dan Realistis.Â
Teman saya bercerita bahwa ia punya teman yang berasal dari lingkungan Theater. Ia merupakan ketua sekaligus pemilik organisasi Theater. Ia juga merupakan dosen disalah satu universitas negeri terbaik di Jawa Timur.Â
Ia menceritakan bahwa temannya itu tidak mau dibayar saat menciptakan karya. Namun pada saat memproduksi sebuah film pendek, temannya membuang sebagian idealismenya karena ia hidup bersama orang lain. Ketika temannya hidup bersama orang lain, tidak bisa dipungkiri orang disekitar membutuhkan duit untuk perut.Â
Hal ini yang menjadikan dirinya untuk tidak termakan gengsi. Ia juga berpendapat banyak banyak penulis yang memaksakan idealisme yang dimilikinya untuk sebuah tujuan tersebut. Tapi tidak banyak orang yang membuang idealisme untuk sebuah realita yang sudah ada. Realita tersebut ialah duit.Â
Kami bercerita banyak tentang hal tersebut. Banyak penulis yang menciptakan karakter dirinya bahwa itulah gambaran tentang dirinya. Ia tidak memperdulikan apa yang terjadi disekitarnya demi sebuah karakteristik.
Idealisme punya kekuatan tersendiri. Ide-ide yang tercipta dan menjadi sebuah pegangan hidup mempengaruhi kualitas seseorang. Kualitas ini mencerminkan baik buruknya seseorang, bagus jeleknya sebuah karya, hal-hal ini yang menjadi pijakan seseorang dalam memenuhi kebutuhannya.Â
Bagi saya sendiri itu adalah hal wajar. Kita membuat sebuah karakteristik agar menciptakan kesan bahwa ia berbeda dengan orang lain. Banyak penulis yang tidak mau menulis apa yang sedang viral dan hanya menulis apa yang ia mau.Â
Saya pun terkadang seperti itu. Namun apakah orang lain akan setuju dengan hal tersebut? Ada orang yang menulis hanya bertujuan mendapatkan duit atau cuan. Itupun sangat wajar bagi saya. Kita tidak bisa mengelak bahwa duit adalah segalanya.Â
Ada yang berkata duit tidak bisa membeli kebahagiaan. Disaat kita menerima duit, bukankah kita akan terlihat senang? Sebenarnya saya sempat setuju bahwa duit tidak membeli kebahagiaan. Namun kita tidak menyadari kita hidup bersama orang lain yang juga membutuhkan hal-hal duniawi. Itu sudah menjadi realita hidup.Â
Sebenarnya bukan hanya penulis, namun pekerjaan lain yang membutuhkan tangan-tangan manusia. Idealisme dan Realistis sebenarnya bisa berjalan beriringan.Â
Apakah kalian tahu pesepak bola Lionel Messi? Dia seorang bintang lapangan yang menggemari sepak bola. Sejak kecil ia mencintai sepak bola dan berlatih sepak bola. Karena bakatnya itu ia dibawa ke Spanyol untuk dilatih oleh klub sepak bola FC Barcelona.Â
Buktinya, sampai sekarang dia dianggap sebagai Seniman lapangan. Banyak perusahaan-perusahaan besar yang memakai jasanya. Itu hanya sebagian kecil dari segelintir orang yang berhasil.Â
Dari obrolan kami, banyak orang yang terjebak diantara Idealisme dan Realistis. Alasan kenapa orang bisa terjebak diantara kedua hal tersebut adalah ego atau gengsi. Emosional mereka terjebak diantara kedua hal tersebut namun sebenarnya bisa berjalan beriringan.Â
Salah satu cara agar bisa Idealisme dan Realistis berjalan bersama yaitu peluang. Jika bisa melihat peluang, maka kedua hal tersebut akan dengan sendirinya menyatu. Yang kedua ialah mengerjakannya. Percuma jika ada peluang namun kita tidak langsung mengeksekusi peluang tersebut.Â
Yang terakhir dengarkan apa pendapat orang lain. Percuma kalau mengerjakan sesuatu tanpa mendengarkan orang lain. Jika kita bebal terhadap orang lain, maka orang lain tidak akan perduli dengan kita. Pendapat seseorang mampu memberikan masukan agar apa yang kita kerjakan bisa berjalan dengan maksimal.Â
Sardo Sinaga
21 September 2021
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H