Pada tanggal 1 September 2021, komedian Coki Pardede ditangkap atas penyalahgunaan narkoba. Penangkapanya menambah banyak track record terhadap seniman-seniman Indonesia yang terlibat dengan narkoba.Â
Kerasnya persaingan didunia entertainment menjadikan narkoba sebagai pelampiasan, meningkatkan produktivitas, atau sebagainya.Â
Mungkin pembaca akan berpikir, apa tidak ada pelampiasan lain? Gak ada cara lain dalam meningkatkan produktivitas?Â
Penulis juga sempat berpikir seperti itu bahwa banyak juga seniman di Indonesia yang menjaga jarak dengan dunia tersebut. Namun bagaimana jika mereka terpengaruhi lingkungan?Â
Itulah kenapa banyak orang-tua sering mengatakan pada anaknya untuk berhati-hati dalam pergaulan. Karena pada dasarnya sedekat apapun kita sama orang, kita tidak tahu apa yang dipikirkan. Namun bagi penulis, kita bisa berteman dengan siapa saja. Karena setiap orang punya cerita masing-masing.Â
Salah satunya Tretan Muslim dan Coki Pardede. Mereka berdua dianggap sebagai dua komedian yang cukup berani dalam berkomedi. Mereka memilih komedi Dark Joke sebagai identitas mereka.Â
Sebelum membahas lebih jauh, kita harus tahu dulu Dark Joke itu sendiri. Dark Joke merupakan salah satu genre komedi yang menertawakan sebuah kesedihan, politik kekuasaan, SARA, dan berbagai hal absurd lainya. Tretan Muslim dan Coki Pardede adalah satu dari pengguna komedi tersebut.Â
Namun banyak orang yang tidak menyukai gaya komedi mereka. Salah satu kasus mereka yaitu konten memasak daging babi dengan saus kurma. Bahkan dari konten tersebut mereka sempat dilaporkan ke polisi dengan tuduhan penistaan agama.Â
Gus Mifta melalui channel YouTube milik Deddy Corbuzier mengatakan "sebenarnya benda apapun tidak memiliki agama. Hanya saja komedi seperti itu di Indonesia masih tabu. Cocoknya komedi seperti itu di America. "
Menurut penulis, itu adalah hal yang masuk akal. Sepengetahuan penulis, orang-orang America tidak terlalu memperdulikan hal- hal tersebut selama tidak ada kontak fisik. Namun berbeda dengan orang-orang Indonesia.Â
Seandainya kita memasuki ranah orang lain, orang lain mungkin akan tersinggung. Namun bagi penulis itu adalah hal yang wajar. Karena tersinggung merupakan sebuah respon  kita terhadap sesuatu. Sama halnya jika kita tertawa. Namun yang jadi permasalahannya adalah efek dari setelahnya.Â
Ada orang yang tersinggung dengan lawan bicaranya, tapi disaat didalam kamar dia berpikir mungkin ada benarnya dia seperti itu. Tapi ada juga orang yang tersinggung, habis itu mereka berantam.Â
Itulah yang terjadi kepada Coki Pardede dan Tretan Muslim. Banyak orang yang kaget dengan gaya komedi mereka. Karena mereka berusaha melawan stigma masyarakat melalui komedi.Â
Hal itulah mereka membentuk group Majelis Lucu Indonesia (MLI) untuk mewadahi komedian-komedian baru. Penulis sendiri juga sering menonton konten mereka bukan hanya gestur mereka yang lucu, melainkan komedi mereka cukup masuk akal.Â
Namun kembali lagi ke-awal. Banyak dari komedi mereka yang tidak bisa diterima oleh masyarakat banyak. Maka dari itu mereka mengajak Habib Jafar Husein sebagai penengah dari sisi agama dan social.Â
Mereka bertiga membentuk group baru Yayasan Pemuda Tersesat untuk membahas isu-isu sosial dengan gaya komedi dan dakwah. Bagi penulis, cara mereka menyajikan hal tersebut sangat menarik.Â
Selain melihat kasus-kasus yang sedang viral, penulis seperti belajar agama lain. Hal ini dikarenakan latar belakang penulis ialah seorang Nasrani. Memahami cara berpikir Habib Jafar sangat mudah dimengerti untuk orang banyak.Â
Sampai munculnya pemberitaan bahwa Coki Pardede ditangkap karena Narkoba, kasus itu pun membuat penulis terkejut. Pada awalnya penulis sempat berpikir mungkin berita tersebut hoax. Namun kasus tersebut telah dikonfirmasi dari Tretan Muslim dimedia sosial-nya.Â
Parahnya, banyak komentar yang cukup aggressive dalam kolom komentar-nya. Banyak yang berkomentar bahwa ditangkap-nya Coki Pardede sebagai sebuah karma.
Penulis ber-asumsi mungkin ada benarnya. Karma sendiri merupakan hasil balik dari apa yang kita perbuat dimasa lalu. Namun bagi penulis, menyatakan hal itu karma adalah asumsi yang terlalu buru-buru.Â
Kita sendiri hanya bisa melihat mereka melalui konten ciptaan mereka. Kita sendiri tidak tahu betul back stage yang mereka alami (kecuali anda teman-nya).Â
Bagi penulis, kasus tertangkapnya Coki Pardede sangat disayangkan. Dia salah satu orang yang berani dalam menentang stigma masyarakat yang melekat. Kasus dia juga pun semakin memperpanjag kasus artist yang terjerat penyalahgunaan narkoba.Â
Kita tidak bisa tahu jalan mana yang akan dipilih orang lain. Namun tidak bisa kita membantah banyak juga seniman yang punya jalan hidup yang layak dijadikan contoh.Â
Sardo Sinaga
Malang, 03 September 2021
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H