Orang tua zaman dulu sering mengatakan kepada anaknya bahwa buku adalah jendela dunia. Hal itu dikarenakan era sebelum tahun 2000-an buku sebagai alat ilmu pengetahuan. Namun pada era sekarang kita tidak bisa melawan zaman bahwa buku sudah mulai tergantikan oleh era digital. Sehinnga ada istilah baru bahwa internet adalah gerbang dunia. Apakah buku masih layak di-era sekarang? kenapa buku mulai mengalami pergeseran era kejayaannya?
Sedikit kilas balik dari kisah kecil sang penulis. Pada masa Sekolah Dasar (SD) sampai sampai Sekolah Menengah Atas (SMA), penulis sangat suka baca komik seperti Naruto Shippuden dan Detective Conan. Selain itu penulis juga suka membaca buku-buku yang bertemakan sejarah. Namun berbeda dengan adik (10) dari penulis yang menyukai cerita-cerita fiksi yang bertemakan anak-anak melalui platform Youtube. Dari sini kita bisa melihat perbedaan kegiatan apa saja seorang anak yang mereka sukai.Â
Masyarakat zaman dulu lebih memilih opsi buku untuk bisa beradaptasi ataupun untuk menjelajahi isi dunia. Bahkan pada acara televisi pada saat itu masih banyak acara yang bertemakan ilmu pengetahuan seperti Who Wants To Be A Millionaire atau sejenisnya. Namun dengan pesatnya perkembangan teknologi, banyak yang memilih internet sebagai media pengetahuan atau hiburan. Tidak salah dari anak-anak tersebut lebih memilih berselancar di-gadget mereka dibandingkan membaca buku. Apalagi dalam moment seperti ini yang sekolah melakukan sistem sekolah online dalam menekan pandemi yang sedang berlangsung.
Penulis menambahkan sedikit sumber yang berasal dari Najwa Shihab yang diwawancarai oleh Anji Manji di chanel pribadinya. Banyak disortir kenapa anak lebih memilih bermain gadget dibandingkan membaca buku. Seperti halnya lebih gampang diakses, orang tua juga senang bermain gadget, atau lebih kekinian. Berbeda sekali dengan zaman dulu bahwa orang tua lebih menekankan baca buku dibandingkan bermain. Namun ia terus menggeber bahwa membaca buku adalah salah satu hobi yang cukup asik.
Menurut penulis, buku adalah suatu alat dalam mencari sebuah ilmu yang valid, khususnya dikalangan aktivis ataupun mahasiswa. Hal itu dikarenakan pengguna internet sebagian besar adalah masyarakat awam. Sangat sulit bagi kita memilah apakah sumber yang berasal dari internet itu valid atau tidak. Hal ini juga yang didasari adanya e-book sebagai buku digital. Namun masih banyak masyarakat yang lebih memilih buku karena lebih gampang dibawa dan merasa lebih nyaman dibaca dibandingkan membaca melalui handphone ataupun laptop. Â
Penulis ber-opini bahwa buku bisa disandingkan dengan musik. Banyak kolektor yang berburu  Piringan Hitam (PH) dan alat pemutar musik jadul sebagai nilai seni yang luar biasa. Hal itu dikarenakan kelangkaan ataupun nilai jual pada pasar. Hal itu juga berlaku pada kolektor buku langka seperti buku terbitan pertama Sarinah karya mendiang Bung Karno, Presiden pertama RI yang jauh lebih mahal dibandingkan terbitan baru yang sudah disempurnakan ejaannya. Sehingga membaca buku bukan hanya sekedar membaca ataupun hobi, melainkan adanya nilai sejarah yang terkandung dalam sebuah buku.
Apakah fenomena internet sebagai gerbang dari ilmu pengetahuan?Â
Menurut penulis bisa saja. Karena manusia sifatnya adalah mahkluk yang dinamis dan perkembangan zaman tidak bisa kita lawan tanpa adanya sesuatu yang baru. Ada yang bisa kita cari atau yang kita bisa ungkapkan melalui internet. Ada yang menjadikan internet sebagai lapangan kerja, ada yang menyalurkan hobi, bermain game, dan sebagainya. Hanya saja setiap orang mempunyai cara masing-masing dalam implementasikan hasil dari internet tersebut.Â
Sehingga ada yang menyebut internet sebagai pisau bermata dua. Sisi positive-nya dunia seakan menjadi sempit karena kita mendapatkan hal baru ataupun yang berbeda dari biasanya. Namun bisa berdampak buruk bagi generasi penerus yang tidak memahami kegunaan internet secara baik. Wajar saja banyak hoaks (bahkan banyak yang percaya) bersebaran di-internet. Untuk itu perlu adanya penanganan ekstra dalam memilah informasi, khususnya anak-anak.Â
Namun apakah buku bisa tergantikan oleh internet?
Penulis ber-opini buku masih belum bisa digantikan secara penuh oleh internet. Dasar dari kenapa internet masih belum bisa menggantikan buku ialah fleksibilitas. Karena internet masih terbatas dengan adanya koneksi yang harus terus tersambung. Selain itu, tidak semua sumber bisa dipertanggung-jawabkan oleh pengguna apakah sumber itu valid atau tidak. Selain itu, buku mempunyai daya tarik tersendiri seperti nilai sejarah, atau bahan ilmu yang kita tidak bisa temui di internet.Â