Saya ingin mengakhiri catatan ini, dengan mengenang puisi Joko Pinurbo, Jogja terbuat dari rindu pulang dan angkringan, sangat romantis,walau sebenarnya dibalik romantisme itu, terkuak beragam bentuk catatan merah dan kelemahannya. Jogja ahh sudahlah. Banyak yang harus diperbaiki dan juga banyak yang harus dibenarkan. Bagi saya, Jogja jadi tempat untuk mengisi pundi-pundi kepala dan nurani, agar kelak saya pulang ke NTT, saya bisa membagi apa yang saya pelajari. Itulah mengapa setiap mendengar Jogja dan segala isinya, saya tidak hanya mengingat kemegahan, kemewahan dan keglamorannya, juga litani pengharapan orang-orang tersesat seperti saya, dan mungkin juga anda.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H