"Kamu kepo banget yeah Ancis! Bukannya semalam kakak sudah berikan alasannya kan? Nanti dulu baru kita cerita lagi ya, sekarang sarapan dulu, kasihan tuh mama sudah siapkan mie dan telur untuk kita, udah lama juga nunggu kita di sini. Ayo makan!" Bukannya menjawab pertanyaan saya, Pandi malah sibuk makan.
"Yeah ayo makan semuanya! Mama udah siapin sarapan kesukan kalian ni! Limabelas menit lagi mama ada meeting via zoom di kamar tamu. Kalian jangan berisik ya" tambah mama.
"Iya mama" jawab kami bertiga kompak.
"Nanti papa juga ada rapat ya, rapatnya juga dari rumah kok. Kalian siapkan diri untuk belajar di kamar kalian masing-masing" ujar papa sambil menatap kami semua yang duduk melingkar di meja makan.
"Kamu Pandi gimana skripsinya, udah sampai bab terakhir ya?" tanya Papa pada Pandi.
"Sudah fix semua Pa, sudah ujian dua minggu lalu kok! Maaf ya Pandi tidak memberitahukan Papa dan Mama. Saya ujianya di kamar via zoom juga kok. Mario sama Ancis juga nggak saya beritahu! Nggak mau ngerepotin kalian" jelas kak Pandi.
"Sejak kecil dulu kakak bermimpi bertemu tentang diri kakak yang berdiri dekat jendela tanpa busana. Saat itu sedang hujan, anehnya juga pada saat yang sama sedang terjadi angin besar. Hujan membasahi diri kakak yang berdiri dekat jendela. Setelah hujan matahari langsung menyengati tubuh kakak. Kakak basah keringatan. Setelah semuanya reda, kakak bermimpi dalam mimpi, seorang pria berambut panjang dan gimbal memberikan sebuah kalimat yang sangat menarik dan itulah yang mengubah kehidupan kakak sejak hari itu. Kalimatnya demikian, 'jika engkau mencintai hujan, lalu mengapa ketika hujan datang engkau mengenakan payung untuk melindungi dirimu? Jika engkau mencintai matahari, lalu mengapa engakau memilih berteduh di bawah naungan pohon ketika matahari menyinari bumi? Jika engkau mencintai angin, mengapa juga engkau mengenakan sweater atau kain selimut di saat istirahat malam? Kau lahir dalam keadaan telanjang, dan kau akan menghakiri hidupmu dalam keadaan telanjang pula, sebaiknya engkau tidak perlu menutup jendela mu ini, saya ingin engkau merasakan setiap tetesan air hujan, setiap embusan angin, setiap keringat dibawah terik matahari. Setiap rasa yang kau rasakan tidak bisa dibayar oleh apapun juga. Kau hanya bisa membayar tenaga setiap orang, bisa membayar waktu setiap orang, tapi kau tidak bisa merasakan perasaan yang setiap orang rasakan, itulah filosofi hidup yang dipelajari dari jendela versi saya".
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI