Tarian Vera budaya Rongga. Di awal tulisan itu, saya menyempatkan diri memperkenalkan orang Rongga. Jika ada yang ingin mengetahui siapa itu orang Rongga, bisa langsung membaca di tulisan itu, agar bisa memahami konteks tempat dari istilah ata mbeko.
Dalam tulisan saya sebelumnya, saya pernah membahas tentangTulisan ini sebenarnya suatu usaha pribadi saya untuk mereview mata kuliah Nabi-Nabi yang diajarkan oleh Dosen dan Ahli Kitab Suci, Rm, Dr. V. Indra Sanjaya, Pr di kampus IV Universitas Sanata Dharma Yogyakarta pada. Semoga tulisan ini bisa membantu pembaca memahaminya. Saya juga akan melihat kaitannya dengan ata mbeko, dalam tradisi orang rongga, yang barangkali bisa memiliki kesamaan gagasan dengan sosok nabi pada umumnya.
Nabi? Gambaran Umum
Secara etimologis kata nabi berasal dari kata Akkadia nabu yang berarti memanggil, entah sebagai partisip aktif "yang berseru/memanggil", atau partisip pasif "yang terpanggil" dan dari kata Arab naba'a yang memiliki makna mewartakan, yang menunjuk pada seorang pewarta. Dalam bahasa Indonesia, kata nabi jelas merupakan pengaruh bahasa Arab, yang termasuk juga pada rumpun bahasa Semit.
Dalam KBBI (1999) kata nabi berarti: orang yang menjadi pilihan Allah untuk menerima wahyu-Nya. Sementara dalam Kamus Bahasa Indonesia (2008) makna yang tercantum adalah: orang yang terpilih oleh Allah atau yang jadi utusan Allah untuk menyampaikan kehendak atau firman-Nya kepada umat manusia. Kata lain yang berdekatan dengan -- atau malah berasal dari kata -- nabi adalah nubuat. Kata ini diartikan sebagai 1. wahyu yang diturunkan kepada nabi (untuk disampaikan kepada manusia) 2. ramalan (KBBI 1999 dan KBI 2008). Menariknya, dalam paradigma Romo Indra, bahwa karakteristik seorang nabi sebagai seorang yang (mampu) menubuatkan masa depan, ternyata absen dalam kamus bahasa Indonesia.
Dalam agama Abrahmik, kita sering mendengar kata nabi atau sosok seorang nabi. Dalam perkuliahan saya pada semester IV, dosen Kitab suci saya menjelaskan bahwa gambaran seorang nabi biasa mengandung karakter-karakter berikut: seorang yang dipanggil melaksanakan karya Allah, dia adalah utusan Allah, Juru bicara Allah. Gambaran umum ini juga mengandaikan bahwa, utusan Allah selalu diutus kepada suatu kelompok tertentu, atau suatu bangsa.
Dalam uraian yang lebih mendalam, tradisi Kristiani dalam teks 1Sam, 9:1-10 mengambarkan sosok nabi dalam istilah-istilah berikut: seorang abdi Allah, Pelihat, Orang Allah. (Perlu saya garis bawahi, konsep ini sesungguhnya belum bisa mewakili seluruh kompleksitas pemahaman akan sosok nabi dalam ajaran Kristiani, saya hanya menguraikan satu gagasan saja, yang akan berimplikasi pada gagasan tentan ata mbeko -- point of view tulisan ini).
Rasanya uraian tentang nabi tidak pernah terlepas dari karakteristil "melihat". Kemampuan melihat, dalam perspektif yang diberikan oleh Rm Indra, dimaksudkan sebagai suatu tindakan melihat melampaui kemampuan manusia biasa, melihat jauh ke masa depan. Tindakan melihat atau meramalkan masa depan menjadi salah satu kekhasan atau keistimewaan seorang nabi.
Seorang nabi diutus untuk menyampaikan pesan ilahi kepada suatu bangsa tertentu pada periode tertentu pula. Konsekwensinya, kalau kita mau memahami pesan para nabi maka mau tidak mau kita mesti menempatkan pesan itu dalam konteks historisnya. Tanpa pemahaman akan konteks sejarah ini, sulit bagi kita untuk memahami apa dan mengapa seorang nabi menyampaikan pesan yang demikian itu (Indra Tanuredja, bahan Ajar Istilah Nabi dan Gejala Kenabian).
Ata Mbeko: Nabinya Orang Rongga?
Nabi adalah sosok yang sangat dihormati. Dalam budaya orang Rongga, ata mbeko hemat saya bisa disejajarkan atau disebut sebagi nabi. Sebagaimana dalam uraian Rm Indra (Bahan Ajar Matakuliah Kitab Nabi-Nabi, Istilah Nabi dan Gejala Kenabian, hal. 4), tentang etimologi, Nabi disebutkan sebagai pelihat. Ata mbeko dalam budaya kepercayan orang rongga memiliki kemampuan untuk 'melihat' masa depan seseorang dan menafsir peristiwa-peristiwa yang terjadi di masa lampau -- melampaui kapasitas melihat manusia biasa.
Secara literer ata mbeko terdiri dari kata: ata yang berarti orang, pribadi seseorang dan mbeko yang memiliki arti: obat, lihat, memiliki kapasitas untuk menyembuhkan, menguasai mantra atau doa-doa sakral. Ata mbeko dalam artian lain juga adalah orang yang memiliki kemampuan untuk menyembuhkan dan menyelamatkan kehidupan orang lain.
Ata mbeko juga diyakini sebagai orang yang memiliki kemampuan ;lebih'. Kapasitas ata mbeko dalam menyembuhkan orang juga masih dipercayai hingga saat ini. Masih banyak orang-orang di kampung saya yang memilih untuk berobat pada ata mbeko dari pada ke rumah sakit. Kemampuan mereka dalam menyembuhkan orang juga menunjukan bahwa mereka memiliki kemampuan dan indera keenam.
Ada beberapa hal yang bisa dikerjakan oleh ata mbeko, mereka memiliki kemampuan untuk menyembuhkan orang lewat doa dan mantra-mantra yang gaib yang hanya diketahui oleh oleh ata mbeko sendiri. Ata mbeko juga memiliki kemampuan untuk melihat masa depan orang melalui terawang dalam air yang diisi dalam gelas. Selain itu ata mbeko juga bisa membantu mengidentifikasi lokasi atau tempat kehilangan barang-barang seseorang dengan cara meminta korban yang kehilangan barang meminum kopi, dari ampas kopi yang ada dalam gelas diterawang tempat jatuhnya barang tersebut. Ada banyak medium yang biasa digunakan untuk menujukan kapasitas ata mbeko dalam 'menyelamatkan' nyawa, barang dan kehidupan orang lain.
Dalam hidup harian sebagai warga masyarakat sosial, ata mbeko sering diperlakukan dengan sikap hormat dibandingkan dengan warga-warga biasa. Ata mbeko juga memainkan peran penting dalam menentukan keputusan yang berkaitan dengan kebijakan umum dalam lingkungan tempat tinggalnya. Sebagai pribadi yang memiliki kemampuan lebih, ata mbeko memiliki makanan-makanan dan minuman yang tidak boleh dikonsumsi -- makanan yang tidak halal untuk dikonsumsi.
Orang Rongga biasa menyebutnya dengan sebutan pire. Beberapa jenis makanan yang dinyatakan tidak layak untuk dimakan oleh ata mbeko tersebut biasanya berhubungan dengan ramuan yang akan menjadi obat untuk diberikan pada orang lain. Ada credo juga bahwasanya jika mereka memakan makanan yang dilarang ini daya magisnya bisa hilang dan bahkan bisa membuat mereka sakit bahkan mati. Walaupun ini belum bisa diidentifikasi secara ilmiah, tapi keyakinan ini tetap dipegang teguh oleh ata mbeko.
Peran lain dari ata mbeko dalam budaya rongga adalah memberi sesajian kepada para leluhur. Mereka selain dinilai bisa menyembuhkan, dan memiliki kemampuan melihat, juga ada kelebihan untuk berbicara dengan leluhur yang sudah meninggal. Biasanya ata mbeko dijadikan sebagai perantara pesan antara leluhur yang meninggal dengan keluarga leluhur. Dalam menjelaskan pesan tersebut lazimnya selalu diakhiri dengan sesajian bersama keluarga di rumah keluarga leluhur. Sesajian ini juga didoakan oleh ata mbeko sendiri.
Menelisik peran dan tugas ata mbeko dalam kepercayaan orang Rongga, saya akhirnya bisa memberikan kesimpulan terbuka, bahwa nabi itu adalah fenomena yang ada juga dibudaya-budaya lain. Kalau dalam tradisi kristiani ada nabi besar dan nabi kecil, rasa saya, dalam budaya lokal juga ada nabi-nabi yang memiliki karakteristik nabi pada umumnya. Bahkan dalam diskusi saya dengan Opa Agustinus Roka, tokoh adat di kampung Paundoa, Manggarai Timur, mengafirmasi bahwa ata mbeko -- yang saya sejajarkan dengan nabi -- sudah ada sejak zaman dahulu kala dalam budaya Rongga. Bahkan keyakinan akan peran ata mbeko dalam hidup harian orang Rongga membentuk pola pikir dan perilaku orang-orang Rongga. Penghormatan ata mbeko atas alam, sesama dan kosmos pada umumnya, bisa menjadi poin positif yang perlu diwarisi dan dihidupi dalam tatanan hidup masyrakat global.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H