Pengaruh perkembangan teknologi mengeser kebudayaan rongga ke tataran yang lebih kecil. Saya melihat situasi ini bukan semata karena kemajuan teknologi, tetapi karena ketidakmampuan kami generasi muda Rongga dalam mengelaborasikan kebudayaan ke dalam pola yang lebih modern. Saya bersyukur karena penelitian secara mendalam untuk kebudayaan Rongga sudah mulai dikembangkan oleh beberapa peneliti, walaupun beberapanya bukan orang Rongga asli.
Kecemasan ini kiranya menjadi pemantik bagi saya dan remaja Rongga lainnya untuk mengandeng tangan para tua adat dalam memperbanyak literasi tentang kekayaan dalam budaya rongga serta aktif mempromosikan kebudayaan rongga, supaya vera dan kekayaan budaya Rongga tidak tenggelam dalam pengaruh modernisme. Saya juga membaca informasi dari Prokopim Manggarai Timur di media sosial pada 15 Juni 2021 lalu yang mengumumkan bahwa tarian vera menjadi salah satu nominasi Anugerah Pesona Indonesia 2021 dalam kategori atraksi budaya. Ini menjadi angin segar bahwa vera sudah mulai populer dan akan diharagai, tapi menjadi pertanyaanya, apakah demikian dimata pelaku budaya Rongga?
Apakah demikain dengan orang Rongga Asli? Jangan sampai setelah masuk nominasi, orang Rongga dan pegiat kebudayaan Rongga lupa menjaga warisan Rongga. Okelah, kita boleh bangga bahwa budaya Rongga masuk nominasi API 2021, tapi perlu disadari bersama, nominasi mengandaikan ada kekuatan dalam mempromosikannya. Ke depannya, mae mea ngaja Rongga, jangan malu berbahasa Rongga!
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H