Mohon tunggu...
Sarda Safitri
Sarda Safitri Mohon Tunggu... Aktor - Legally your mind

Business Law

Selanjutnya

Tutup

Entrepreneur Artikel Utama

Bahaya Laten UMKM yang "Cuek" Legalitas

27 Januari 2024   11:18 Diperbarui: 30 Januari 2024   02:30 806
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Pandemi yang beberapa tahun lalu melanda Indonesia ternyata memberi dampak luar biasa terhadap pertumbuhan UMKM, bagaikan jamur yang begitu mudah ditemui di mana-mana. Sektor demi sektor mengalami kepesatan seperti perdagangan online dan berbagai jenis industri. 

Mengutip studi yang dikerjakan McKinsey dan Company, memprediksi pada tahun 2020 bahwa kenaikan konsumen yang beralih untuk berbelanja di platform digital mencapai 8 kali lipat atau jika dirupiahkan bisa meraup hingga 910 triliun.

Mengapa hal demikian bisa terjadi? Pandemi menyebabkan banyak dari warga negara kita yang menyadari bahwa keadaan sulit seperti ini harus diimbangi dengan pertahanan ekonomi yang memadai.

Maka dari itu mereka tidak boleh terus-menerus bersifat konsumeris. Sehingga dimulailah gerakan untuk menjadi pelaku usaha, meski dari skala mikro dan kecil.

Pertumbuhan UMKM yang signifikan ternyata tidak serta merta membuat negara lega, ukmindonesia.id merilis survey bahwa pada September 2022 sebesar 49 persen UMKM belum memiliki izin usaha. 

Berbagai alasan dilontarkan, akan tetapi alasan yang paling sering diproklamirkan ialah proses perizinan usaha yang memakan banyak biaya, bahkan terkadang lebih mahal dibanding nilai usaha itu sendiri.

Kurangnya edukasi terkait pentingnya legalitas dalam membangun usaha menyebabkan begitu banyak pelaku UMKM yang tidak memahami resiko-resiko yang akan timbul apabila usaha yang digeluti tersebut tidak memenuhi standarisasi hukum. 

Tidak bisa dipungkiri memang bahwa mengurus perizinan itu cukup sulit, akan tetapi tidak sesulit jika kelak harus berhadapan dengan konsekuensi dari ketidakpatuhan pelaku usaha terhadap aturan bisnis yang telah ditetapkan.

Pelaku UMKM diwajibkan paham hukum terkait usaha mereka, hal ini menjadi sangat krusial mengingat jika tidak ada usaha yang tidak menemui masalah. 

Entah yang berasal dari perjanjian internal, mitra usaha ataupun dari kompetitor. Mengurus legalitas usaha juga merupakan investasi jangka panjang, sehingga apabila terjadi sidak dari pemerintah maka pelaku usaha tetap bisa merasa lega.

Selain itu, terdapat fakta yang cukup mencengangkan di akhir tahun 2019 total kredit dicairkan sebesar 6.000 Triliun Rupiah, akan tetapi UMKM hanya mendapat sekitar 1.127 Triliun Rupiah atau jika dipersenkan ternyata tidak mampu mencapai 20 persen dari total kredit tersebut. 

Alasan terbesar pemberi kredit tidak memberikan pendanaan kepada UMKM dikarenakan UMKM tidak mempunyai legalitas usaha sebagai persyaratan.

Berangkat dari kompleksitas kasus yang pasti terjadi pada setiap usaha dan bisnis, maka hukum bisnis harus hadir sebagai pemberi keamanan mekanisme pasar. Harus mampu mengatur keharmonisan berbagi sektor usaha dan bisnis terkait serta turut melakukan perlindungan terhadap usaha seperti UMKM. 

Dengannya pemerintah akan menertibkan usaha atau bisnis liar yang merugikan seperti investasi bodong maupun pinjaman online. 

Melalui aturan dalam hukum bisnis, pemerintah juga akan mewujudkan keadilan seperti menindak perilaku wanprestasi, dan penipuan. Kedepannya diharapkan dapat terbangun sebuah iklim ekonomi yang kondusif dan lebih berkelanjutan.

Setelah membahas mengenai urgensi legalitas untuk UMKM, alangkah baiknya jika hukum juga menyampaikan bagaimana konsekuensi usaha yang didapat jika terjadi pelanggaran terhadap aturan bisnis yang telah dicetus pemerintah. 

Jika pelaku usaha tetap nekat membangun usaha tanpa disertai legalitas maka terdapat sanksi yang dapat dijatuhkan, seperti sanksi administratif dan sanksi pidana. 

Adapun sanksi administrarif bisa berupa peringatan atau teguran tertulis, denda administratif, pembekuan izin usaha, pencabutan izin usaha serta paksaan pemerintah. 

Sedangkan untuk sanksi pidana dapat divoniskan terhadapat sektor usaha yang berdampak negatif pada lingkungan, usaha yang melibatkan bahan berbahaya atau peledak serta kegiatan usaha lainnya. 

Sebagai contoh sanksi pidana yang dimaksud untuk kasus pelanggara Hak merek dapat berupa hukuman penjara paling lama 5 tahun atau denda sebanyak 1 Miliar Rupiah.

Pemerintah terus menghimbau agar UMKM mau mengurus legalitas sebagai bukti taat hukum, dan bila ditelisik lebih mendalam lagi ternyata legalitas yang dimaksud sangat memberi dampak yang positif bagi perkembangan UMKM. 

Dapat menjadi tameng yang memproteksi usaha atau bisnis dari permasalahan fatal di masa depan serta menyokong kemajuan perekonomian.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Entrepreneur Selengkapnya
Lihat Entrepreneur Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun