Penulis
Arie Surya Gutama ,S.Sos., S.E., M.Si. (arie@unpad.ac.id)
Diva Salma Hanifah (diva20012@mail.unpad.ac.id) & Saraswati Widuri (saraswati20001@mail.unpad.ac.id)
WHO mengumumkan virus corona sebagai wabah darurat global sejak 30 Januari lalu. Indonesia menjadi salah satu negara yang terdampak virus tersebut. Pada tanggal 10 Maret 2020, Budi Gunadi Sadikin, Menteri Kesehatan Indonesia, resmi menyatakan adanya 2 kasus pertama Covid-19 di Indonesia. Banyak sektor yang terdampak akibat virus corona ini, dari bidang sosial, ekonomi, pariwisata, serta bidang pendidikan pun ikut terdampak. Angka kenaikan virus corona pun semakin meningkat setiap harinya.Â
Akhirnya pemerintah mengambil sikap menerapkan kebijakan social distancing (pembatasan sosial) untuk memutus rantai penyebaran virus tersebut. Pembelajaran tatap muka pun harus dihentikan, akibatnya sekolah ditutup dan siswa di rumahkan. Dengan demikian, Nadiem Makarim, Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Republik Indonesia mengeluarkan Surat Edaran Nomor 4 Tahun 2020 tentang Pelaksanaan Kebijakan Pendidikan Dalam Masa Darurat Penyebaran Covid-19 yang menetapkan bahwa proses belajar mengajar akan dilaksanakan di rumah melalui sistem daring (online) dengan memanfaatkan jaringan internet.Â
Program tersebut mulai diterapkan di Indonesia pada tanggal 16 Maret 2020. Maka dari itu, munculah inovasi dalam bidang pendidikan secara mendadak karena terdesak oleh situasi yang tidak pernah terpikirkan sebelumnya. Kegiatan belajar-mengajar dilakukan secara online melalui platform zoom, google meet, google classroom, dan whatsapp group.
Sebenarnya apabila dipikir-pikir, pembelajaran daring dapat dikatakan lebih fleksibel karena lebih tidak terbatas ruang dan waktu asalkan didukung oleh akses internet yang memadai. Akan tetapi, realitanya tidak semulus dengan yang dibayangkan. Hal itu disebabkan masih adanya kesenjangan teknologi yang nyata terjadi. Masih banyak daerah-daerah terpencil yang sulit untuk mengakses internet bahkan tidak memiliki fasilitas yang mendukung, seperti smartphone dan laptop. Banyak orang tua yang mengeluhkesahkan terhadap pembelajaran daring ini, terlebih yang memiliki anak SD.Â
Permasalahan yang mereka keluh kesahkan ialah saat mereka harus bekerja sedangkan dilain sisi harus mendampingi anaknya terlebih dahulu, situasi tersebut belum terbiasa sehingga merasa kerepotan. Selain itu, masih ada orang tua yang gagap teknologi dan tidak memiliki gawai. KPAI menyebutkan jumlah anak putus sekolah semenjak pandemi ini meningkat, salah satu sebabnya karena hal tersebut. Memang tidak bulat karena hal itu saja, ada sebab lain juga, seperti meninggal dunia, menikah, bekerja, menunggak iuran SPP, kecanduan game online, dan tidak mampu membayar kuota internet.
Maraknya anak yang terancam akan putus sekolah, akhirnya pemerintah memberi kebijakan subsidi kuota internet gratis untuk menangani hal tersebut. Pada dunia pendidikan saat ini yang menjadi hal penting adalah jaringan dan kuota internet. Keterbatasan paket data merupakan salah satu kendala utama yang dialami oleh pendidik serta peserta didik selama pembelajaran jarak jauh.
 Dengan demikian, untuk meringankan sekaligus memudahkan pendidik maupun peserta didik pada saat pandemi ini, Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan memutuskan untuk meresmikan suatu kebijakan, yakni memberikan subsidi berupa bantuan kuota belajar (kuota data internet). Belanja negara meningkat (defisit APBN sebesar Rp330,2 triliun) karena harus mengucurkan dana untuk kesehatan, dan perlindungan sosial, sebesar Rp8,9 triliun anggaran yang dikeluarkan.