Kebijakan afirmasi terhadap perempuan mulai masuk dalam Undang-Undang Pemilu di Tahun 2003, peningkatan keterwakilan perempuan berusaha dilakukan dengan cara memberikan ketentuan agar partai politik peserta pemilu memperhatikan keterwakilan perempuan sekurang-kurangnya 30% di dalam pengajuan calon anggota DPR, DPD dan DPRD.Â
Karena itu , dalam proses penyempurnaan bernegara, perlu melibatkan dan memberi peranan yang melembaga kepada perempuan sebagai pribadi yang mandiri. Dimana perempuan mampu mengembangkan nalar, prakarsa dan kreatifitasnya. Sejalan dengan waktu affirmative action terus mengalami penyempurnaa.Â
Tidak cukup sampai pada pendirian partai politik saja, affirmative action dilakukan pula pada tingkat kepengurusan partai dari tingkat pusat hingga tingkat kabupaten/kota, mekanisme diserahkan kepada masing-masing partai. Tidak berhenti disini, affirmative action, partai politik baru dapat mengikuti pemilu, bila menerapkan zipper system, dimana 3 bakal calon terdapat sekurang kurangnya satu perempuan .
Managing DiversityÂ
Tingkat pemahaman tentang cara pandang adanya upaya affirmative action dalam suatu bangsa dapat terlihat dengan sejalannya kualitas pendidikan, kecerdasan serta kemakmuran masyarakatnya.Â
Sekedar memahami affirmative action saat ini diperlukan suatu tingkat pendidikan tertentu, dimana affirmative action yang terus mengalami penyempurnaan, berkembang sebagai suatu system politik yang semakin kompleks. Penolakan terhadap pendapat, bahwa konflik persisten dan sistematis antara kepentingan individu dan sosial dapat diselesaikan melalui kerangka sosial, hal ini menunjukan upaya dikodifikasi dengan cara yang sesuai melalui mekanisme yang ada.
Karena itu affirmative action modern bisa dipandang sebagai taraf perkembangan tertinggi dalam system pemerintahan. Seluruh lapisan dan kalangan perlu meningkatkan pemahamannya mengenai esensi dan kinerja perempuan dalam suasana baru. Kita memang harus terus menerus belajar tentang afirmasi.
Esensi affirmative action adalah adanya kebijakan yang diterjemahkan melalui system politik dan keluar sebagai hasil sistem, baik berupa peraturan perundang-undangan. Setiap bentuk penyampaian pemangku kepentingan dapat mempunyai berbagai variasi latar belakang sejarah dan budaya bangsa perempuan yang bersangkutan.
PenutupÂ
Kita patut kagum dan pencapaian perempuan Indonesia saat ini, yang semakin lama semakin mumpuni dalam pelibatannya di kancah politik. Peningkatan keterwakilan perempuan di Legislative, yang berspektif gender berkelanjutan menjadi nilai strategis dalam penyempurnaan affirmative action dimasa masa mendatang.
Jika kita telah bersepakat pada perjuangan keterwakilan perempuan di era milenial yang mengandalkan kekuatan digital, maka langkah -- langkah keterwakilan perempuan ke depan memerlukan:
- Terlibatnya rekan pers yang makin hari semakin mampu menyampaikan berita pergerakan perempuan secara cepat, akurat dan mampu mengulas serta menganalisa kegiatan perempuan dalam perspektif pengedukasian masyarakat Indonesia.
- Pengawasan dan pemantauan terhadap regulasi yang sedang berjalan, agar keterwakilan perempuan tetap terjamin .
- Mempersiapkan perempuan itu sendiri dalam mencapai cita-cita dan tujuannya , melalui program pelatihan didalam internal partai maupun keterlibatan dalam organisasi masyarakat perempuan.