Barnes & Noble sebuah perusahaan toko buku besar Amerika, memutuskan untuk membuka 30 toko baru tahun ini.Â
Dan dua di antaranya menggantikan lokasi toko buku offline Amazon. Sebuah toko buku yang nyaris bangkrut mengalahkan sebuah toko buku raksasa. Bagaimana hal ini bisa terjadi?
Barnes & Noble adalah perusahaan toko buku offline terbesar di Amerika Serikat. Perusahaan ini memiliki sekitar 1300 cabang toko buku di seluruh Amerika Serikat.Â
Di antaranya, terdapat sekitar 620 toko di universitas dan 720 toko lain berada di berbagai tempat seperti pusat perbelanjaan. Barnes & Noble, yang fokus utamanya mengoperasikan toko buku offline, mengalami kesulitan besar ketika toko buku online raksasa seperti Amazon muncul. Hingga akhirnya Barnes & Noble terjual ke Elliott Fund pada 2019.
Barnes & Noble kemudian diambil alih oleh orang Inggris bernama James Daunt.
James Daunt sudah menjalankan perusahaan toko buku besar bernama Waterstones di Inggris. Hingga pada Agustus 2019, dia menjadi CEO Barnes & Noble. James Daunt memiliki ide unik untuk toko buku offline.
James Daunt mengkritik metode pemasaran lama, ia membandingkan metode ini dengan mengkonsumsi obat-obatan.Â
Pada metode tersebut penerbit akan membayarkan dana iklan bagi toko buku yang memajang buku dari perusahaannya. Toko buku memang akan mendapatkan keuntungan dari dana iklan ini, namun mereka juga akan kehilangan sejumlah pembaca dalam jangka panjang.
Di toko bukunya James Daunt meletakkan buku-buku terbaik yang dipilih oleh kurator dari toko buku offline di rak utama di tokonya, bukan buku yang berbayar seperti di toko buku lain.Â
Dengan cara itu, ia memiliki sejarah menghidupkan kembali Toko Buku Waterstones di Inggris pada tahun 2011. Dia menggunakan metode yang sama ketika menjabat sebagai CEO di Barnes & Noble.Â
Dia membuat setiap toko offline tidak menerima keuntungan dari iklan untuk buku yang diletakkan di rak utama. Sebaliknya, setiap toko buku telah beralih dengan cara memperkenalkan buku dan meletakkannya di rak sambil beroperasi secara mandiri.Â
"Tidak seperti pendahulu saya, yang menghabiskan banyak waktu untuk menganalisis data pelanggan, saya tidak menghabiskan satu detik pun untuk menganalisis data pelanggan," katanya kepada New York Times.Â
Ada pepatah di dunia penerbitan. "Bagaimana sebuah buku bisa menjadi bestseller? Buku yang berada di rak bestseller, itu yang menjadi buku bestseller."Â
James Daunt menyerah strategi dengan memakai modal yang dapat menerima dari penerbit, tetapi memakai cara yang mengamankan pembaca dengan memilih dan menjual sendiri buku-buku bagus.
James Daunt menganggap toko buku bukan hanya tempat 'membeli buku'. Menurutnya toko buku harus dapat memberikan keuntungan istimewa, sesuatu tidak dapat dialami secara online.Â
Dulu, Barnes & Noble merupakan toko buku yang menjual berbagai macam barang seperti kopi Starbucks dan mainan anak-anak.Â
Namun, selama masa pandemi Covid-19, James Daunt berfokus untuk merombak toko offline agar memiliki ruang baca yang lebih nyaman.Â
Dia ingin menjadikannya ruang di mana siapa pun dapat datang dan menghabiskan waktu dengan bebas membaca dan memilih buku. Karena itu beberapa rak buku dilepas dan digantikan sofa atau meja yang nyaman dan diubah menjadi ruang untuk duduk dan membaca buku.
Begitu juga dengan Toko Buku Kyobo, toko buku terbesar dan tertua di Korea selatan. Shin Yong-ho, pendiri perusahaan Buku Kyobo, berpendapat bahwa harus ada toko buku yang mewakili Korea di pusat kota Seoul.
Dan dia ingin menciptakan ruang yang siapa saja bisa datang dan membaca buku dengan bebas. Banyak orang khawatir bahwa jika buku dibuat dapat dibaca secara bebas, akan semakin sedikit orang yang membeli buku dan akan banyak pula buku yang akan dicuri, tetapi ketua Shin Yong-bok punya ide berbeda.Â
Menurutnya toko buku seharusnya tidak hanya menjadi tempat untuk menghasilkan uang. Jadi Shin Yong-ho menginstruksikan toko Buku Kyobo untuk tidak membungkus semua buku dengan plastik, tidak mengganggu orang yang sudah lama membaca buku, serta tidak melarang buku disalin ke dalam buku catatan pribadi.Â
Akhirnya perusahaan Buku Kyobo selalu ramai dikunjungi orang yang ingin membaca, memilih, dan membeli buku.Â
Penjualan tahunan Pusat Buku Kyobo mencapai 780 miliar won (sekitar 9 triliun rupiah) pada 2021. Moto Pusat Buku Kyobo sangat terkenal di Korea selatan, "Orang membuat buku, dan buku membuat orang".
Toko buku di Indonesia juga dapat menerapkan strategi yang digunakan oleh toko buku Barn and Noble serta toko buku Kyobo, membebaskan para pembaca untuk memilih buku yang diminati dan menikmati waktu berlama-lama di toko buku untuk mendapatkan buku yang tepat.Â
Strategi ini dapat memicu kenaikan jumlah pembaca di Inggris, Amerika, maupun Korea. Dengan harapan minat baca penduduk Indonesia yang saat ini rendah dapat naik sehingga dapat meningkatkan jumlah pembaca di Indonesia dan menjadikan membaca menjadi salah satu lifestyle penduduk Indonesia.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H