Sedotan, Oh Sedotan

Kemarin saya menjumpai seorang perempuan yang ngotot meminta sedotan di sebuah restauran ayam goreng franchise. Perempuan ini mempertanyakan, mengapa sekelas restauran yang terkenal ini kok tidak ada sedotan yang disediakan.

Entah karena perempuan ini memang sudah lama tidak ke restauran tersebut, atau  karena ia adalah pengguna sedotan plastik sejati. Namun, apa yang perempaun ini lakukan cukup mencuri perhatian pengunjung lainnya. Termasuk saya.

Beberapa waktu terakhir, kampanye anti sedotan plastik memang didengungkan berbagai lembaga dan perusahaan. Hal ini pun turut diikuti oleh kesadaran berbagai restauran akan keberadaan sampah sedotan plastik ini. Kebijakanpun diambil. Mereka meniadakan sedotan plastik.

Beberapa pengunjung awalnya heran, namun kemudian mulai memahami seiring semakin masifnya gerakan ini sekaligus adanya infografis yang tertempel di rak-rak yang biasanya menyediakan sedotan.

ANTI SEDOTAN PLASTK?
Secara pribadi saya menyadari bahwa penggunaan sedotan plastik ini memang sudah berlebih. Paling tidak saya bisa menggunakan 1-2 sedotan setiap harinya, terlebih jika makan di luar rumah. Kalikan saja dengan seluruh jumlah manusia di dunia.

Mengutip dari data yang dikumpulkan oleh Divers Clean Action, memperkirakan pemakaian sedotan di Indonesia setiap harinya mencapai 93.244.847 batang. Sedotan itu berasal dari restoran, minuman kemasan, dan sumber lainnya (packed straw).

Bayangkan saja jika jumlah sedotan itu direntangkan, akan mencapai jarak 16.784 km atau sama dengan jarak tempuh Jakarta ke kota Meksiko. Dan dalam seminggu pemakaian sedotan itu setara dengan jarak tiga kali keliling bumi.

Lalu bagaiaman dengan sebulan, setahun, dan selama ini?

Sedotan plastik  baru dapat terurai 40-60 tahun di alam. Sehingga penumpukan sampah sedotan plastik bukan hanya terjadi di darat, tetapi juga di laut.

Saya rasa ini adalah PR kita bersama, mengingat bumi yang kita tinggali semakin penuh dengan sampah. Kesadaran masyarakat juga semakin terwujud misalnya dengan memakai Reusable Straw yang berasal dari stainless steel, bambu ataupun kaca. Bahkan kini hadir juga sedotan yang berasal dari sari pati jagung.

Namun di lain pihak, kita masih saja dengan mudah menggunakan sedotan plastik ini. Sebut saja di warteg (warung tegal). Sedotan plastik langsung disajikan bersamaan dengan minuman dan dimasukkan ke dalam gelas. Jika sudah begini, ya sedotan dipakai juga akhirnya.

Usaha meminimalisasi penggunaan sedotan plastik ini tentu saja menghadapi berbagai tantangan. Namun, semua langkah besar pastilah dimulai dari langkah kecil dari diri kita sendiri. Tidak ada salahnya untuk memasukkan Reusable Straw selalu berada di dalam tas. Sehingga, ketika  berkunjung ke tempat makan, kita dapat secara sadar mengingatkan pramusaji jika kita tidak membutuhkan sedotan plastik. 

MEMBERSIHKAN REUSABLE STRAW
Setelah berkomitmen menggunakan Reusable Straw, kita masih memiliki PR untuk menjaga kebersihannya. Jangan sampai sedotan yang kita pakai justru menjadi sarang bakteri. Reusable Straw biasanya dilengkapi dengan sikat pembersih untuk memudahkan membersihkannya. 

Membersihkannya cukup mudah. Bersihkan bagian dalam sedotan yang sudah dibilas dengan air panas menggunakan sikat yang sudah dilumuri cairan pencuci. Kemudian gosok-gosok bagian dalam sedotan terutama bagian yang sulit yaitu di area lekukan. Nah, untuk bagian luar sedotan cukup dibersihkan seperti mencuci piring pada umumnya. 

Selanjutnya, bilas kembali sedotan dengan air panas. Reusable sedotan sudah bersih dan siap untuk digunakan kembali. Agar terjaga kebersihannya, pastikan sedotan dicuci kembali dengan cepat setelah digunakan. Jangan biarkan sisa minuman apapun mengendap dan mengeras di dalamnya. Hal ini untuk memudahkan pembersihan dan mencegah sedotan menjadi sarang bakteri.