Tak hanya berdampak bagi tumbuh kembang satu orang anak, kondisi stunting yang tak kunjung teratasi mampu mempengaruhi satu generasi yang akan menjadi penerus bangsa. Selain asupan makanan yang kurang bergizi, konsumsi air bersih perlu menjadi perhatian untuk menangani masalah stunting. Namun, bagaimana jika kondisi sosial ekonomi yang rendah menghambat akses terhadap air bersih yang seharusnya universal?
Ekonomi Rendah, Stunting Tinggi
Di tengah berbagai masalah kesehatan yang sedang dihadapi, salah satu isu yang menjadi prioritas nasional hingga global adalah stunting. Meski mengalami penurunan prevalensi menjadi 21,6% di tahun 2022, angka ini masih sangat jauh dari target nasional sebesar 14% di tahun 2024. Stunting merupakan kondisi dimana perbandingan tinggi badan dengan berat badan anak berada di bawah dua standar deviasi atau lebih berdasarkan median Standar Pertumbuhan Anak WHO.Â
Kejadian stunting berkaitan erat dengan asupan nutrisi, sanitasi, dan kondisi sosial. Salah satu faktor sosial yang berkontribusi dalam mengakibatkan stunting adalah status sosial ekonomi yang rendah. Tingkat pendidikan yang rendah mengakibatkan berkurangnya kesempatan bagi individu untuk mendapatkan pekerjaan dengan pendapatan menengah atau tinggi. Pekerjaan dengan pendapatan yang rendah kemudian membatasi akses terhadap makanan bernutrisi tinggi dan air bersih. Akses yang terbatas selanjutnya dapat menjadi salah satu penyebab terjadinya stunting pada anak dalam keluarga.Â
Pendidikan, pendapatan, dan akses merupakan tiga aspek yang perlu diperhatikan untuk mencegah stunting kembali meningkat. Faktanya, ketiga hal tersebutlah yang menentukan tinggi/rendahnya prevalensi stunting. Hal ini dibuktikan dari penelitian pada tahun 2020 di Kediri menunjukkan bahwa 76% balita yang stunting berasal dari keluarga dengan pendapatan di bawah UMR.Â
Penelitian lain yang dilakukan di Bangladesh tahun 2022 menunjukkan bahwa pendapatan yang rendah berpengaruh terhadap kemampuan untuk mengakses air bersih, yang berperan dalam kejadian stunting pada anak.Â
Hingga saat ini, masih banyak masyarakat dengan pendapatan menengah ke bawah yang belum memiliki akses terhadap air bersih sehingga anak-anak dalam keluarganya harus menanggung beban stunting yang mengganggu tumbuh kembangnya jika tidak segera ditangani. Lantas, bagaimana konsumsi air bersih dapat berhubungan dengan kejadian stunting?
Mengapa Air Bersih Penting dan Kaitannya dengan Stunting
Air bersih merupakan komponen vital bagi kesehatan, komunitas, dan ekonomi kita. Kita memerlukan air bersih di hulu untuk menghasilkan masyarakat yang sehat di hilir. Air dapat dikatakan bersih jika memenuhi standar air fisik, kimia dan bakteriologis. Idealnya, air jernih, tidak berwarna, tidak berasa dan tidak berbau. Selain itu juga tidak mengandung kuman, serta tidak mengandung zat kimia yang dapat membahayakan kesehatan masyarakat.
Kurangnya air bersih dapat mengakibatkan berbagai macam masalah kesehatan, tidak terkecuali stunting. Sebuah penelitian di Saint Martin, Amerika Utara menunjukkan bahwa anak yang mengonsumsi air bersih cenderung memiliki status gizi yang baik. Sebaliknya, anak-anak yang tidak memiliki akses untuk konsumsi air bersih cenderung memiliki status gizi lebih rendah.Â
Selain itu, sebuah penelitian di Kabupaten Bandung menunjukkan bahwa konsentrasi logam berat, seperti kadmium dan arsenik yang melebihi standar pada sumber air minum berhubungan dengan kejadian stunting.Â
Arsenik dapat menyebabkan anemia yang dapat melemahkan sistem imun anak, sehingga anak-anak lebih rentan mengalami stunting. Apabila saat hamil, ibu terpapar arsenik, dapat menyebabkan bayi lahir dengan berat badan rendah, yang mana dapat menyebabkan stunting. Sedangkan, paparan kadmium saat hamil dapat mengganggu nutrisi penting, seperti zink dan kalsium yang mana sangat penting untuk pertumbuhan. Hal ini dapat berdampak buruk pada pertumbuhan dan perkembangan anak.Â
Artikel ini merupakan bagian dari Lestari KG Media, sebuah inisiatif untuk akselerasi Tujuan Pembangunan Berkelanjutan. Selengkapnya