Lembaga survey banyak bermunculan, setiap hasil survey yang di umumkan biasanya ada sesuatu yang menjadi primadona kesimpulan surveynya.Kali ini saya akan melihat lembaga survey politik saja.
Survey sebagai salah satu rekayasa ilmiah matematis (statistik), mestinya terlebih dahulu mencari data yang tingkat akurasinya sangat tinggi, apabila surveynya mau berbobot. Akurasi dalam jumlah atau kwantitas harus mewakili sebanyak mungkin datanya. Klaim akurasi data bisa di benarkan apabila penggolongan data terwakilkan. Pada survey politik yang sering penulis baca, penulis berkesimpulan sangat gegabah hasil surveynya di jadikan tolak ukur (patokan). Pada beberapa pemberitaan bahkan hasil survey ini "di usahakan menggiring OPINI" salah satu kontestan. Ada hal yang lucu sikap partai partai, apabila surveynya menguntungkan partai atau calon tersebut maka di sebut SURVEY YG AKURAT,apabila yang terjadi hasil publikasi ,dianggap tidak menguntungkan disebut SURVEY PESANAN. Survey memang bisa di pesan,dengan maksud merekayasa seolah olah , kenyataan dilapangan, sesuai hasil surveynya. Lembaga Survey pun banyak yang sekaligus sebagai konsultan politik. Jadi semakin kabur saja hasil survey dan kenyataan di lapangan,yang penting klien politik mereka puas. Berikut saya akan memberikan contoh dan alasan, ketidak akuratan prediksi suatu survey.
1. Pemilu 1999 , Â Golkar banyak yang memperkirakan akan bernasib seperti PKI, alias dibubarkan. survey survey pada masa itu hasilnya kelam semua bagi Golkar. Kenyataan menunjukan lain, Golkar tetap eksis, bahkan pada masa sulitnya pun golkar Juara 2 dibawah Akbar Tanjung. Hingar bingar perpolitikan hanya berimbas hanya pada kota besar saja. Untuk daerah seluas Indonesia , terlalu gegabah untuk mengambil kesimpulan dari kacamata Jakarta.
2. Pada setiap Pemilu tak terkecuali 2014 ,PPP di asumsikan  akan" kerdil " tapi kenyataan yang terjadi PPP tetap eksis,sekurang kurang nya sebagai partai papan tengah. PPP masih bisa berkiprah di 3 kali pergantian rezim. Bahkan PPP bisa menjadikan Hamzah haz sebagai WAPRES. Ditingkat akar rumput partai ini masih cukup besar simpatisannya. Mungkin karna lambangnya Ka'bah yang cukup sakti,bagi mayoritas orang islam.
3. Pada waktu kenaikan Megawati menjadi Presiden , banyak lembaga memperkirakan Megawati akan kembali menjabat untuk periode selanjutnya, kenyataan berkata lain, SBY naik ke panggung politik dan memenangkan pilpres 2004 berduet dengan JK. Kenyataan ini menujukan asumsi ,dalam survey bersifat Nisbi ,(tidak pasti). Politik sangat Dinamis, asumsi sekarang tidak dapat menjadi patokan masa yang akan datang. Semua itu hanya sebagai bahan referensi saja.
4. PAN pada awal pendiriannya di prediksi akan menjadi partai besar, kenyataannya PAN hanya jadi partai papan tengah saja. Pada waktu itu dari pemberitaan yang ada ,PAN keteteran untuk membentuk infrastruktur didaerah daerah, apalagi seluas Indonesia. Akhirnya PAN harus cukup puas untuk menjadi partai orang kota saja. tidak cukup bisa masuk ke plosok daerah. Bisa dipahami karna PAN mengidentikan dengan muhammadiyah yang warganya tinggal di perkotaan.
Kesimpulan:
Hasil survey adalah penilaian ilmiah dengan banyak asumsi dan syarat. Hasil survey akan tinggi Akurasinya apabila data yang di himpun,terwakili secara jumlah (kwantitas). Survey dengan jumlah responden yang kecil,dibanding jumlah asli responden, dapat di pastikan tidak akan akurat. Walaupun demikian Survey ,merupakan cara ilmiah yang dapat dilakukan untuk memprediksi dengan ilmu statistik.
Hasil survey rawan manipulasi kepentingan sepihak. sudah tepat kiranya KPU mengeluarkan peraturan lembaga survey harus menunjukan , sponsor dari survei itu. Sehingga publik dapat cepat "membaca" maksud dari survey itu.
Untuk wilayah seluas Indonesia, sangat gegabah untuk menyimpulkan , kecendrungan masyarakat hanya dari "kacamata Jakarta" Â saja. Jadi kalau kontestan anda di rugikan suatu hasil survey,...........santai aja kali.
NB: