Mohon tunggu...
Wahyu Saputra
Wahyu Saputra Mohon Tunggu... -

Dalam Jiwa yang Sehat terdapat tubuh yang Kuat.

Selanjutnya

Tutup

Politik

Berebut Menjadi Orang yang "Dizalimi"

22 Mei 2014   14:35 Diperbarui: 23 Juni 2015   22:14 304
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Politik. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

Mengacu pada wikipedia, kata Zalim berasal dari bahasa arab dholim. Zalim melambangkan kebengisan ,kekejian ,kekejaman dan suka melihat orang dalam penderitaan, begitulahkira kira kata zalim. Sedangkan lawan katanya adalah Adil . Zalim bila di tambah akhiran "i" dan awalan "di" menjadi  di Zalimi. Siapa pun manusia di dunia ini mestinya tidak mau dizalimi, manusia mestinya ,pasti lebih suka dengan kata Adil. adil melambangkan hal yang semestinya,seharusnya atau menujukan porsi yang layak di dapat.

Di dunia modern seperti sekarang ternyata, suka terbalik balik keadaannya. Manusia lebih suka "merasa dizalimi" dari pada disebut berbuat Adil. Tengok kasus bos dan selebritis cantik yang ramai di infotaiment beberapa waktu lalu.

kasus 1

Seorang bos yang ketahuan selingkuh, dengan seorang selebrtis terkenal di bogor , tiba tiba merasa dizalimi. Dizalami karena dengan tuduhan di guna2 oleh artis selingkuhannya. (padahal takut sama istri sahnya). Tak pelak sang bos menuai cibiran publik,dianggap laki laki pengecut yang kekanak kanakan. Pengecut tidak mengakui dengan sadar berselingkuh, kekanak kanakan merasa dizalimi artis selingkuhannya.

Kasus 2

Dalam keadaan darurat seperti perang di Timor timur, rakyat Timtim yang berperang di pihak RI justru bukan disebut pahlawan. Eurico Guteres, Hercules di persepsikan sebagai penjahat perang. Padahal dalam kasus Timtim mereka ada di pihak merah putih. Media di Indonesia dan pemerintah Indonesia "di paksa harus percaya " bahwa kedua orang itu adalah penjahat perang dan harus di hukum. Sehingga kedua orang itu , Eurico dan Hercules harus nginap di hotel prodeo alias penjara. Ada alasan kedua orang tadi adalah Preman, seperti Hercules setelah Hijrah ke Jakarta , disebut pentolan Top Preman Ibukota. Dalam konteks Perang di Timtim , mereka sebetulnya Pahlawan, alasannya jelas, membela Merah Putih.(walaupun seorang Preman, sekali lagi meskipun PREMAN).Jadi dalam konteks perang Timtim,kedua orang tadi adalah dizalimi oleh hukum kita sendiri , hukum Indonesia. Indonesia yang mereka bela. Nasib yang sama juga dialami tentara kita yang bertugas di Timtim, harus dianggap sebagai penjahat perang oleh hukum kita sendiri.

Pejuang dan tentara kita justru dizalimi oleh kita sendiri atas tekanan external/Internasinal.

Masih banyak kasus yang bisa ditulis , merupakan kebalikan dari logika yang ada. Orang yang di Zalimi dan Siapa yang Menzolimi menjadi kabur, karena adanya persepsi/ tekanan " External" yang lebih luas. Seperti kata pepatah , sejarah di tulis oleh sang pemenang.

Menjadi orang dizalimi ternyata mengundang simpati, mengundang pendukung dan juga mengundang pengikut, Seperti contoh ini:

kasus 3

Waktu zaman Orba Megawati (ketum PDIP) sekarang di hambat karirnya di politik. Megawati dianggap bakal membawa kembali Soekarnoisme di era zaman Soeharto. Seluruh kaki tangan orde baru dengan segala cara menghambat karir politik   Megawati,tapi tak terbendung. Puncaknya peristiwa 27 Juli 1997 di jalan di ponegoro. Peristiwa ini menghasilkan simpati dukungan yang luar biasa dari seluruh rakyat. Sehingga PDIP di pemilu 1999 panen suara 34%. Hasil yang luar biasa.

Dari ketiga kasus diatas dapat diambil kesimpulan,

# Kasus pertama menujukan begitu pentingnya " rasa dizalami" (dalam rangka mengundang simpati) untuk menutupi kebobrokannya. (Pencitraan belaka/buatan/pembelaan)

#. Kasus kedua menujukan karena tekanan tertentu, kita "di paksa" percaya pejuang kita di Timtim sebagai penjahat perang, karena tekanan Internasional. (Pencitraan yang di paksakan dengan kebenaran )

#. Kasus ketiga, akibat tekanan yang negatif, diapresiasi publik dengan simpati yang besar. (pencitraan Natural/ alami)

Menyadari 3 contoh pencintraan tersebut , maka banyak orang dengan sadar membangun / membuat pencitraan itu seolah olah alami/ natural. Dalam konteks politik kekinian (Pilpres) Tim sukses Capres mencoba merebut opini yang "seolah " calonnya di Zalami oleh pihak lawan.

Prabowo merasa dizalimi karena kasus HAM dan versus  Jokowi merasa dizalimi sebagai  boneka Megawati.

Siapa yang mendapat simpati rakyat memang pemilu yang menentukan, semoga rakyat semakin pintar , dari cara cara pencitraan semu yang dibangun Timsukses ini.

Terakhir bagi penulis seperti kata pepatah Jangan membeli kucing dalam karung......alias teliti sebelum membeli

Bekasi 22mei 2014


Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun