Â
Entah sudah berapa bulan saya tidak menulis di kompasiana.
Gara-garanya Kompasiana sering hank, under construction, lama-lama jadi males buka, males baca-baca, males nulis. Pas coba buka kompasiana lagi, malah lupa password. Terakhir nulis artikel Kompasiana, dollar masih 12 ribu an, hehehe.... gak ada hubungannya...
Seandainya terakhir saya nulis di Kompasiana saya simpan dollar, sekarang pas inget lagi pasword saya cairkan dollarnya, kayaknya sudah lumayan juga, naik 2 ribu. Tapi ya sayangnya nggak punya dollar.
Seorang pedagang kain di Pasar Baru mengeluh karena bahan-bahan dibeli dengan dollar, jualnya dengan rupiah.
Teman saya pengusaha kargo mengeluh juga, order kirim barang tidak ada. Bagaimana mau kirim? Pelanggannya juga lagi susah. Barang-barangnya harga dollar. Dollar naik terpaksa tunda dulu bisnisnya. Akibatnya teman saya ini bingung, karyawan tetap harus dibayar gajinya, sedangkan order sepi
Teman saya agen asuransi juga mengeluh. Sekarang makin susah cari nasabah. Orang lebih mengutamakan belanja keperluan perut daripada beli asuransi.
Isteri saya kerja di sebuah Bank Swasta besar sebagai staff di kantor pusat. Sekalipun sebagai staff di kantor pusat, rupanya dampak dollar juga berdampak. Kantor mengurangi jumlah karyawan, Yang dikurangi tidak pandang bulu, apakah itu karyawan baik atau tidak, sekaligus satu divisi dihapus. Maka bulan ini Isteri pensiun muda. Pensiun bukannya sedih, tapi gembira-gembira aja.
Jadi berapapun naiknya Dollar, pasti ada dampaknya. Mau dibikin stress? Mau dibikin sedih? Mau dibikin senewen? Tetap saja Dollar naik. maka saya lebih memilih bersikap positif saja, gembira dan selalu mengucap syukur, apapun yang terjadi, percaya dan berserah hidup kepada Tuhan saja.
Udah ah, tutup lagi Kompasiananya, saya mau beli dollar dulu. Ntar kapan-kapan saya buka lagi Kompasiananya, siapa tau pas buka Kompasiana lagi, Dollar sudah jadi 20 ribu
Jonatan Sara