TKI Satinah Menanti Belas Kasihan Negara
.
00:36
Satinah, seorang Tenaga Kerja Indonesia asal Semarang, Jawa Tengah, menghadapi hukuman pancung di Arab Saudi pada 3 April mendatang. Satinah bisa lolos dari hukuman tersebut juka sanggup membayar uang darah sebesar Rp.21 Miliar. Bagi ukuran orang kaya Indonesia pun, jumlah ini sangat besar. Pemerintah diminta turut campur tangan membantu menyelamatkan Satinah dari hukuman mati.
21 Miliar adalah harga yang diminta untuk kebebasan seorang Satinah, TKI yang melakukan pembunuhan majikannya, sekaligus pencurian uang 37.970 riyal. Maukah Pemerintah membantu Satinah ? Pantaskah nyawa seorang Satinah diselamatkan ? 21 Miliar jumlah yang luarbiasa besar hanya untuk nyawa seorang TKI yang terbukti berbuat kriminal.
Satinah memang bukan orang terkenal. Pekerjaannya sebagai PRT bukanlah pekerjaan yang bergengsi. Dalam kedudukannya di masyarakat, Satinah orang kecil. Kalau Satinah membunuh majikannya dan mencuri uang, pastilah juga ada pemicunya. Perlakuan yang tidak manusiawi yang dialami Satinah mungkin yang menjadi penyebabnya. Majikan merasa emosi karena PRT nya bodoh, tidak bisa bekerja, dsb.
Dari sejak keberangkatan, TKI memang sudah banyak yang bermasalah. Mereka tidak bisa berbahasa Arab. Balai Latihan Kerja hanya formalitas saja. Asal ada uang, ada sertifikat, beres . . .
.
[caption id="attachment_300606" align="aligncenter" width="448" caption="Images : nbc.com"][/caption]
.
Sesampainya di Bandara Arab Saudi, tidak ada petugas PJTKI yang mendampingi. Mereka seperti ayam kehilangan induk, dibentak-bentak petugas.
Disuruh baris malah bergerombol.
Disuruh antri, malah berebutan.
Disuruh menunjukkan paspor, melongo bego.
Punya pembantu bego dan tidak ngerti bahasa Arab atau Inggris, bisa bikin majikan jadi stress, emosi, akhirnya timbulah penganiayaan kepada PRT. PRT dianiaya, PRT membalas, majikan dibunuh.
Lebih rusaknya lagi, ada TKW ilegal yang datang dengan paspor umroh.
Sebagian TKW lalu kabur dari rumah majikannya, bergabung dengan komunitas para PRT pelarian, lalu bekerja sebagai pelayan restoran, supir, dan pelacur. Kalau ingin mengakhiri petualangannya, TKW tinggal menyerahkan diri ke polisi, nanti polisi akan menampung. Di tempat penampungan disediakan makan gratis, uang saku 60 SR (Rp.140rb) perhari, tidur-tiduran, nyanyi-nyanyi, menunggu dideportasi dengan biaya negara alias pulang gratis.
Maka jangan heran kalau ada TKW pulang dengan berbadan dua, dengan membawa cerita dirinya telah diperkosa majikannya. Kenyataannya, mereka hamil oleh pacar-pacar mereka sendiri, suka sama suka, atau akibat pelacuran.
.
[caption id="attachment_300607" align="aligncenter" width="448" caption="SATINAH. Images : ayogitabisa.com"]
.
Kini,Satinah menjadi dilema bagi Pemerintah. Jika dibantu, masih banyak TKI bernasib sama dengan Satinah. Keluarga majikan yang menjadi korban dari tindakan kriminal TKI, akan ikut-ikutan menuntut uang darah sebesar Rp.21 Miliar. Satinah pulang kampung juga tidak dielu-elukan sebagai pahlawan devisa. Satinah pembunuh.
Jika tidak dibantu, Satinah akan dihukum mati 3 April. Pemerintah akan dikecam masyarakat, dicap tidak memperhatikan TKI. Satinah tidak perlu dibela dengan alasan dia dianggap pantas menerima hukuman karena tindakan kriminalnya telah menghilangkan nyawa orang lain.
Bagi masyarakat yang tergerak untuk membantu Satinah, sudah tersedia nomer rekening, silahkan menyumbang. Tapi sebagian besar masyarakat enggan menyumbang demi kebebasan seorang kriminal.
.
Di mata Pemerintah, seberapa mahal harga nyawa seorang Satinah ?
.
Layakkah Satinah dibela ?
.
.
.
Jonatan Sara
.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H